Baik kepada pihak stakeholder yang menolak keras maupun yang mendukung kehadiran Israel. Juga kepada para kepala daerah selaku tuan rumah, serta FIFA sebagai yang punya gawean dan menunjuk Indonesia sebagai tuan rumah piala dunia.
Konsolidasi komunikasi ini harus terus dibangun dan dijaga secara intens agar tidak ada celah terjadi blunder di saat-saat terakhir. Seperti saat Gubernur Bali dan Jateng yang secara mendadak memberikan penolakan, atas kehadiran Israel bertanding di daerah tersebut.
Terbukti saat agenda drawing (pengundian) dibatalkan dan Ketua Umum PSSI Erick Tohir mencoba melakukan komunikasi terakhir bersama Presiden FIFA Gianni Infantino, semua menjadi sia-sia. Pembatalan pun tidak bisa dielakkan, karena diplomasi tidak mencapai titik temu.
Sirnalah semua persiapan panjang yang sudah dilakukan dengan mengorbankan banyak tenaga, pikiran, dan anggaran. Hanya lewat isu menolak Israel atas nama konstitusi negara yang tidak menghendaki segala bentuk penjajahan.
Kita tidak bisa menyalahkan upaya Erick Tohir yang sudah mencoba berkomunikasi dengan FIFA. Namun kita sayangkan mengapa PSSI dari jauh-jauh hari tidak tanggap dan efektif, mengelola isu dan mengkonversi sebagai produk rekomendasi untuk solusi diperjuangan kepada FIFA.
Berkomunikasi disaat telah terjadi wanprestasi atas perjanjian yang sudah disepakati adalah bentuk tidak profesionalnya Indonesia menjadi tuan rumah. Demikian pula menyatakan penolakan Israel menjelang drawing, sama dengan menggerus kepercayaan yang sudah diberikan FIFA.
Lalu disaat yang sudah mepet, menghendaki FIFA memahami kondisi politik pemerintah Indonesia soal Israel, dan agar mau menerima persyaratan yang disampaikan, jelas tidak segampang itu. Karena FIFA tentu punya standar penilaian yang bermuara pada punishment pembatalan tuan rumah.
Apa mau dikata nasi sudah menjadi bubur, pembatalan sudah terlanjur dijatuhkan. Timnas U20 gagal berlaga di piala dunia. Suporter tanah air kehilangan momen menikmati laga berkelas dari tim-tim peserta. Pelaku usaha gagal mendapat income dari suporter yang datang dari berbagai negara.
Serta yang ironis, mata dunia bisa melihat Indonesia tidak siap menghelat event kelas dunia yang sudah dipercayakan. Hanya karena kegagalan melakukan konsolidasi komunikasi yang melibatkan PSSI dan Pemerintah Pusat.
Bisa jadi dalam pemerintahan Presiden Jokowi, baru kali ini event internasional batal dilakukan. Selama ini semua sukses dihelat dengan baik dan aman, karena Jokowi bersama jajarannya sangat perfect dalam melakukan persiapan secara detil.