Indonesia akhirnya batal menjadi tuan rumah perhelatan Piala Dunia U20 lewat keputusan resmi FIFA. Buyar sudah momentum menjadi tuan rumah yang sudah disiapkan sejak tahun 2019.
Satu hal yang mau dikatakan atas batalnya penunjukkan sebagai tuan rumah tersebut, yakni bentuk kegagalan dalam melakukan konsolidasi komunikasi. Di mana sebagai salah satu aspek yang harus terpenuhi dalam penyelenggaran piala dunia.
Sukses komunikasi adalah salah satu aspek yang harus dipenuhi oleh PSSI dan Pemerintah. Tiga aspek lainnya yakni sukses infrastruktur, sukses administrasi dan juga sukses utilisasi atau manfaat.
Untuk sukses infrastruktur sudah terpenuhi lewat kesiapan enam venue pertandingan yang sudah ditinjau langsung oleh tim FIFA di enam daerah. Yakni Palembang, Jakarta, Bandung, Solo, Surabaya, dan Bali.
Untuk sukses administrasi juga sudah terpenuhi lewat adanya dokumen agreement (perjanjian) kesiapan tuan rumah yang sudah ditandatangani oleh para Kepala Daerah yang tempatnya ditunjuk sebagai venue pertandingan.
Demikian pula untuk sukses utilisasi, di mana dipastikan para pelaku usaha akan mendapat impact signifikan dari perhelatan piala dunia. Yakni bukan saja bagi pelaku usaha yang berada di bidang jasa, namun juga sektor riil seperti UMKM yang berada di lokasi pertandingan.
Bagaimana dengan sukses komunikasi. Nah disinilah problemnya. Ketika tuan rumah Indonesia resmi dibatalkan, ini menjadi indikasi bahwa effort komunikasi yang dibangun selama ini bukannya sukses, tapi gagal total.
Mengapa gagal total, karena isu yang sensitif dan bisa mengancam perhelatan piala dunia di Indonesia, tidak segera ditracking jauh-jauh hari. Dikemas sebagai produk isu dan dikonversi sebagai solusi rekomendasi untuk bahan diplomasi dengan FIFA.
Saat isu soal penolakan Israel sudah bisa ditracking dan dipastikan bakal mencuat di masa-masa injury time, maka konsolidasi komunikasi dikerahkan dengan melibatkan berbagai stakeholder terkait. Tujuannya agar terbangun dialog dan menyamakan paradigma.