Regulasi Pelarangan Impor Thrifting
Harus diakui keleluasaan berbisnis thrifting terbentur adanya regulasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Yakni Undang-Undang no 7 tahun 2014 tentang Perdagangan. Di mana pada pasal 45 ayat 1 menyebutkan, impor barang hanya dapat dilakukan oleh importir yang memiliki pengenal, sebagai importir berdasarkan penetapan Menteri.
Seperti diketahui selama ini impor thrifting dilakukan oleh importir ilegal yang dilakukan melalui jalur-jalur tikus. Importirnya sulit terdeteksi baik oleh Petugas Bea Cukai maupun Satgas Kementerian Perdagangan (Kemendag), namun barangnya terus membanjiri di berbagai daerah.
Juga pasal 47 ayat 1 menyebutkan, setiap importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru. Serta pasal pasal 49 ayat 1 menyebutkan, untuk kegiatan ekspor dan impor, Menteri mewajibkan eksportir dan importir untuk memiliki perizinan yang dapat berupa persetujuan, pendaftaran, penetapan atau pengakuan.
Selanjutnya regulasi Peraturan Menteri (Permen) Perdagangan No 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No 18/2021 terkait Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Di mana dalam lampiran Permen tersebut tentang barang dilarang impor, disebutkan pada tabel IV meliputi kantong bekas, karung bekas dan pakaian bekas. Jadi jelas sudah, bahwa pakaian bekas aadalah barang yang terlarang dimasukan ke Indonesia oleh siapapun juga.
Bagi importir legal dan punya izin oleh Kementerian sebagaimana diatur dalam UU tentang Perdagangan, tentu akan mengindahkan regulasi yang ada. Karena sanksi adminitrasi akan diberlakukan jika kedapatan melakukan impor pakaian bekas.
Namun seketat-ketatnya regulasi dan pengawasan, tetap saja masuknya pakaian bekas tidak bisa dibendung. Itu turut diakui oleh Pejabat Kemendag dan Bea Cukai dalam sebuah dialog di salah satu TV Nasional. Â
Kelihaian importir ilegal dalam memanfaatkan jalur tikus di lautan dan pelabuhan tidak resmi, membuat pakaian bekas tetap bisa masuk ke daerah-daerah. Seolah tanpa pengawasan dan penjagaan di pintu-pintu masuk yang dicurigai.
Tudingan adanya main mata antara Pihak Kemendag dan Bea Cukai dengan pihak importir ditampik oleh kedua Institusi tersebut serta Stakeholder lainnya. Terbukti sudah banyak juga impor pakaian bekas yang tertangkap dan dimusnahkan.
Lalu mengapa keberadaan regulasi dari sejak tahun 2014, tidak mampu membendung masuknya impor pakaian bekas ke Indonesia? Inilah yang perlu dievaluasi oleh Stakeholder terkait.