Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Nominator Kompasiana Award 2024

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dialektika Natal, antara Getaran dan Pencerahan Spiritualitas

25 Desember 2022   17:06 Diperbarui: 26 Desember 2022   15:10 1337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perayaan Natal di GKST Jemaat Imanuel Palu. Doc Pri

Hari Natal tanggal 25 Desember 2022 dirayakan oleh segenap umat Kristiani dimanapun berada. Natal sebagai momentum peristiwa sukacita, selayaknya menghadirkan getaran dan pencerahan spiritualitas keimanan bagi umat yang merayakan.

Sebelumnya sepanjang bulan Desember ini, perayaan Pra Natal sudah digelar oleh berbagai elemen umat Kristiani. Ini sudah lazim, mengingat agenda Pra Natal tersebut sudah diagendakan jauh-jauh hari.

Ada yang digelar di Kediaman Jemaat, ada juga di Panti Asuhan, Gedung Gereja sampai Restoran. Segenap umat berkumpul merayakan sukacita Natal bersama, memaknai kelahiran Sang Juru Selamat.

Dalam merayakan momentum sukacita, maka dimanapun tempat perayaan tidak menjadi masalah. Selama dari tempat tersebut, pesan Natal bisa meresap dalam relung hati umat dan membawa pembaharuan dalam kehidupan berjemaat dan bermasyarakat.

Dalam memaknai rasa sukacita, memang kita tidak bisa menjustifikasi mana tempat yang ideal untuk merayakan Natal. Demikian pula kuantitas kehadiran sepanjang bulan Desember. Tempat dan kuantitas kehadiran, adalah relatif jika dikaitkan dengan pencerahan Natal  

Karena sejatinya, sukacita itu bisa didapatkan saat kita merasakan getaran dan pencerahan baik dari suasananya, liturginya maupun renungan dari Khadim selaku pembawa pesan Natal.  

Getaran dan pencerahan dalam momentum perayaan Natal akan terasa mengisi relung spiritualitas, sehingga Natal yang dihadiri tidak menjadi momen seremonial semata, sebaliknya momentum religiusitas yang menumbuhkan keimanan umat.

Sorotan sebagai Dialektika

Perayaan Natal yang dihelat sepanjang bulan Desember seringkali menjadi sorotan terkait dengan suasana kemeriahan, kemewahan dan pemborosan yang mencuat dari perayaan tersebut.

Bahkan suara kritis menilai alangkah baiknya komponen umat yang menggelar Natal di dengan biaya yang besar, punya sense of crisis pada situasi serta kehidupan saudara-saudara kita yang berkekurangan.

Bahwa alangkah baiknya perayaan Natal dihelat secara sederhana dan mengedepankan rasa berbagi pada yang mereka yang berkekurangan. Bukankah secara sederhana pun tidak mengurangi rasa sukacita terhadap perayaan Natal.

Bahwa apalah gunanya perayaan Natal dihelat secara meriah dan eksklusif, bukankah hal itu tidak linier jika merefleksikan kelahiran Yesus di sebuah kandang domba yang sederhana.  

Suasana Perayaan Natal di Palu. Doc GMKI Palu
Suasana Perayaan Natal di Palu. Doc GMKI Palu

Namun di satu sisi, penilaian bahwa jangan melihat Natal yang dihelat secara meriah dan mahal semata, namun dari sisi rasa syukur karena berkat Tuhan kepada jemaat dan umat, sehingga tidak ada salahnya merayakan Natal secara meriah.

Dua sisi dalam memotret perayaan Natal itulah yang dari dulu hingga sekarang, terus bergulir dan menjadi dialektika Natal. Pendapat dan penilaian dengan pendekatan subjektivitas membuat dialektika akan berpusar pada soal plus minusnya sebuah perayaan.

Bukan bermaksud mereduksi dialektika tersebut, namun rasanya ini sudah usang dan tidak relevan lagi dengan apa yang menjadi tantangan umat pada masa kekinian. Sudah saatnya dialektika tersebut digeser pada konteks yang relevan dan esensial.

Alangkah baiknya energi kita tidak terbuang hanya pada dialektika yang menggerus sebuah perayaan. Sebaliknya membiasakan sebuah perayaan menjadi momentum memperkuat spiritualitas personal umat yang bisa menjadi garam dan terang dalam kehidupannya.

Kontekstualisasi Tema Natal

Bahwa tantangan umat saat ini adalah soal kesenjangan, kerusakan lingkungan, perubahan iklim, energi terbarukan, post truth, krisis global dan lainnya. Bagaimana lewat perayaan Natal tantangan tersebut mendapat sentuhan khotbah Natal yang kontekstual.

Tidak ada salahnya perayaan Natal digelar secara meriah sekalipun. Selama pesan Natal lewat mimbar Khadim turut mengamanatkan pesan-pesan tantangan kekinian di atas. Dimana tantangan tersebut turut berpengaruh pada peradaban manusia dan alam semesta.

Boleh saja perayaan Natal digelar di gedung representatif sekalipun, selama umat mendapatkan pencerahan dari khotbah yang menguatkan spiritualitas atas berbagai tantangan yang memerlukan solusi dan peran nyata umat Kristiani.

Pada salah satu kesempatan mengikuti perayaan Natal GMKI Cabang Palu bertempat di gedung GPID Eben Haezer, dalam renungan Natalnya sang Khadim mengajak anggota GMKI untuk turut mengabarkan Injil lewat karya nyata yang berdampak pada kehidupan berjemaat, berbangsa dan bernegara.  

Amanat ini sejatinya sebuah ajakan bagi anggota GMKI pada khususnya dan umat pada umumnya, untuk turut menjadi solusi dari berbagai tantangan di atas. Bukan sebaliknya menjadi bagian yang mendegradasi peradaban manusia dan lingkungan.

Tahun ini Tema Natal Nasional dari MPH PGI yakni 'Pulanglah Mereka ke Negerinya Melalui Jalan Lain'. Tema tersebut diangkat dari bacaan Alkitab yang terdapat dalam Matius 2: 1-12 yang menceritakan kisah orang Majus.

Secara kontekstual, narasi jalan lain yang dimaksud dapat dimaknai sebagai solusi lain (Baru), untuk melewati berbagai tantangan kekinian yang dihadapi umat manusia.

Sebagaimana orang Majus melalui jalan lain untuk sampai ke negerinya, maka umat juga perlu "jalan lain" yang solutif untuk sampai pada peradaban yang egaliter dan humanis.

Sebagaimana orang Majus yang berusaha melalui jalan lain, umat juga perlu dibekali solusi alternatif, berupa pencerahan spiritualitas untuk turut berkontribusi atas berbagai tantangan kekinian.

Umat tidak bisa menutup mata apalagi apatis terhadap berbagai tantangan kekinian.  Sebaliknya umat diajak untuk dewasa dalam menyikapi berbagai dinamika kehidupan.

Di sinilah peran para Hamba Tuhan, Pendeta atau Pemimpin Ibadah untuk memberikan pencerahan dalam momentum perayaan Natal maupun setelah Natal berlalu.

Sekali lagi lewat kontekstualisasi Tema Natal, umat akan mendapatkan pencerahan untuk lebih empati dan peduli pada keselamatan dan masa depan peradaban.

Jika getaran dan pencerahan benar-benar dirasakan oleh umat, maka yakinlah perayaan Natal tahun ini bukan saja menjadi peristiwa sukacita. Namun sekaligus menjadi momen kontemplasi bagi umat. 

Yakni menapaki jalan hidup yang meneladani karakter Imitatio Christi, atau teladan yang mengikuti Yesus Kristus sebagai Juru Selamat.


Selamat Natal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun