Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Nominator Kompasiana Award 2024

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Belajar dari Pengalaman Penanganan Bencana Gempa Pasigala

10 Desember 2022   20:12 Diperbarui: 11 Desember 2022   19:01 1138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembangunan Huntap untuk relokasi pemukiman warga yang dibangun pasca gempa Pasigala tahun 2018. Doc Pri 

Merasakan langsung dan menjadi penyintas gempa bumi Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala) berkekuatan 7,4 magnitudo, merupakan pengalaman yang tak terlupakan seumur hidup. Berada di atas tanah bergoyang dan bergelombang serta nyaris tertimpa bangunan runtuh, serasa "kiamat" sudah di depan mata.

Untuk itulah saya turut merasakan bagaimana penderitaan para korban sekaligus penyintas gempa Cianjur berkekuatan 5,6 magnitudo. Kehilangan anggota keluarga yang meninggal, rumah hancur, hidup di tenda-tenda pengungsian serta kekurangan logistik sehari hari, adalah pengalaman yang sudah dirasakan tahun 2018 lalu.    

Hidup dalam situasi bencana ibarat hidup dalam ketidakpastian. Gempa susulan yang terus terjadi menghadirkan rasa was-was dan ketakutan. Ditambah lagi tiadanya bahan makanan, listrik padam, sinyal telepon hilang, serta BBM habis, komplit sudah penderitaan.

Bagaimana tidak saat itu semua orang pada menyelamatkan diri, apalagi saat gempa terjadi turut disertai tsunami dan liquifaksi yang menelan ribuan korban jiwa. Maka praktek penjarahan yang dilakukan  oleh oknum masyarakat pun, tidak bisa dihindarkan.

Penjarahan bukan hanya untuk bahan makanan dan logistik lainnya, namun juga BBM. Bahkan ada oknum masyarakat yang tidak bertanggungjawab, turut menjarah barang-barang yang ada di ruko, bahkan tempat usaha yang ditinggal pemiliknya saat menyelamatkan diri.

Demikian pula terhadap bantuan kemanusiaan yang datang dari luar wilayah Pasigala tidak luput dari penghadangan dan penjarahan. Terutama bantuan yang diangkut kendaraan truk yang melintas dari luar wilayah Sulawesi Tengah. Penghadangan dilakukan karena merasa membutuhkan bantuan, akibat kondisi di pengungsian yang serba kekurangan.

Namun praktek penghadangan dan penjarahan oleh oknum masyarakat dapat diatasi. Berkat antisipasi aparat keamanan, akhirnya bantuan bisa masuk ke wilayah Pasigala demi kepentingan para penyintas gempa yang sudah sangat menantikan datangnya bantuan. 

Presiden Jokowi saat meninjau posko pengungsi gempa Cianjur. Doc Sekertariat Presiden
Presiden Jokowi saat meninjau posko pengungsi gempa Cianjur. Doc Sekertariat Presiden
Bisa dikatakan bantuan kemanusiaan berupa bahan logistik untuk bencana gempa Pasigala termasuk yang terbesar, karena melibatkan berbagai elemen masyarakat dan stakeholder. Bantuan datang dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Kabupaten di Sulteng, Pemerintah Kabupaten dan Provinsi se Indonesia.

Selain itu bantuan juga datang dari berbagai LSM atau NGO dalam maupun luar negeri. Juga dari Parpol, Lembaga, Organisasi, serta Paguyuban baik yang ada di Sulteng maupun dari luar wilayah Sulteng. Berbagai relawan kemanusiaan datang dari penjuru tanah air, termasuk yang datang dari luar Indonesia.

Meski banyak bantuan kemanusiaan yang datang, namun jika tidak terkoordinir dan terkelola baik, tidak akan pernah cukup. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun