Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Nominator Kompasiana Award 2024

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Biji Kemiri, Kearifan Lokal dan Produktivitas di Usia Senja

28 Oktober 2022   10:13 Diperbarui: 3 November 2022   11:58 1080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di penghujung ketinggian Desa Uwemanje Kecamatan Kinovaro, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, tak sengaja saya berjumpa seorang pria lanjut usia yang tengah sibuk memecah kulit biji kemiri secara manual alias menggunakan tangan.

Awalnya dari kejauhan saya tertarik melihat aktivitas pria tersebut yang tengah duduk berhadapan dengan biji kemiri dalam jumlah lumayan banyak. Jika ditaksir sekitar 40 kilogram biji kemiri yang ada di hadapannya.

Dengan ramah ia menyambut saya ketika datang mendekat, sekedar melihat kesibukannya memecah kulit biji kemiri. Juga dengan santai melayani perbincangan sembari kedua tangannya terus bekerja.

Di tengah kemajuan teknologi yang memudahkan manusia melakukan pekerjaan dan meningkatkan produksi komoditi pasca panen, keberadaan mesin pemecah sudah tersedia dan tak bisa dielakkan.

Maka tentu sebuah ironi jika masih ada yang lebih memilih menggunakan cara manual alias tradisional ketimbang menggunakan peralatan mesin, dalam melakukan aktivitas memecah kulit biji kemiri yang lumayan keras.

Sebagian biji kemiri yang sudah dikupas secara manual. Dokumentasi pribadi
Sebagian biji kemiri yang sudah dikupas secara manual. Dokumentasi pribadi

Namun bukan tanpa alasan pria ini memilih cara manual. Bukan karena gaptek alias gagap teknologi atau kesulitan mendapatkan peralatan mesin pemecah biji kemiri. Bukan itu. Tapi lebih pada menghargai setiap biji kemiri terhindar dari kerusakan, saat menggunakan alat mesin pemecah.

Karena pengalaman saat dirinya menggunakan alat mesin pemecah, tidak sedikit biji kemiri yang rusak. Sementara dirinya sangat menghargai satu demi satu biji kemiri yang sudah dikumpul dari kebun dan dijemur berhari hari, lalu dipecah kulitnya secara manual.

Mungkin baginya satu biji kemiri yang dipecah dengan tangan dan tidak rusak lebih berarti, walau butuh waktu lama dikerjakan. Daripada cepat namun banyak yang rusak menggunakan mesin pemecah, dianggap sebagai sebuah kerugian.

Mungkin inilah kearifan lokal versi pria di usia senja tersebut, dalam menggeluti pekerjaannya. Baginya setiap biji kemiri yang sudah dipecah secara manual, punya harga untuk mencukupi satu kilogram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun