"Pertandingan sepakbola harus menjadi sesuatu yang istimewa. Sesuatu yang sangat dinantikan orang. Sesuatu yang mencerahkan hidup." - Patrick Jake O'Rourke.
Sepakbola sebagai sarana hiburan, sekaligus instrumen pemersatu bangsa. Sepakbola juga harusnya menjadi medium pencerahan, karena adanya nilai-nilai sportivitas yang dikandungnya.
Inilah logika yang harus ada dalam alam kesadaran, setiap insan pencinta bola di tanah air. Inilah "idiologi" yang harus ditanamkan dalam diri stakeholder sepakbola.
Jika logika tersebut dimiliki, maka getaran semangat kebersamaan akan terus terasa dalam diri insan pencinta sepakbola. Bahkan urat nadi sportivitas akan terus berdenyut dalam dinamika sepakbola tanah air.
Maka kapanpun dan dimanapun momentum pertandingan sepakbola dihelat, bukan hanya gaweannya menjadi sesuatu yang istimewa. Namun setiap insan pencinta bola yang terlibat turut menjadi istimewa, karena menghidupkan energi pencerahan.
Adagium dari jurnalis sekaligus kolumnis asal Amerika Patrick Jake O'Rourke dalam lead artikel ini, sejatinya adalah panduan tentang hakekat sepakbola. Sebuah adagium yang menuntun kita bagaimana seharusnya berpikir dan bertindak memaknai sepakbola, menggunakan logika yang benar.
Menggunakan logika adalah cara berpikir objektif berbasis fakta, prinsip, dan alur nalar yang benar. Bukan sebaliknya bias logika, yakni berpikir dengan melanggar semua, atau salah satu dari prinsip berpikir objektif tersebut.
Disaat elemen sepakbola kita sedang dalam trend positif, ditandai dengan lolosnya Tim Senior dan U-20 ke Piala Asia 2023 serta menjadi tuan rumah Piala Dunia U-2O tahun 2023, seharusnya suporter sepakbola turut bertanggung jawab menjaga trend positif tersebut.
Dimana mengedepankan logika untuk menjaga, jangan sampai sewaktu waktu 'bencana' datang dan menggerus sepakbola Indonesia. Hanya karena bias logika, akibat faktor emosional yang tak terkendali. Terbukti bencana itu akhirnya datang juga dan dampaknya Indonesia bisa terkena sanksi FIFA.