Adanya aksi kekerasan terhadap tokoh publik yang juga dosen Universitas Indonesia (UI) Ade Armando pada demo mahasiswa tanggal 11 April di depan gedung DPR RI, mendapat kecaman dari berbagai pihak.
Timbul pertanyaan apakah demo tersebut murni dilakukan oleh kalangan mahasiswa atau melebar melibatkan massa dari luar yang sengaja disusupi untuk sewaktu waktu melakukan tindakan anarkis.
Pertanyaan lain, mengapa mahasiswa bisa kecolongan alias mencair dalam melakukan aksi demo, sehingga massa dari luar bergabung. Â Dan sejauh mana para Koordinator Lapangan (Korlap) mengenal simpul simpul massa aksinya dan menutup rapat barisan aksi, agar oknum massa luar tidak bergabung.
Pertanyaan ini hanya Korlap dan Pimpinan aksi yang bisa menjawabnya. Dan tentu saja tidak bisa lepas tangan begitu saja dari munculnya aksi kekerasan. Dimana  ditenggarai bukan dilakukan oleh mahasiswa. Ibarat pepatah, berani berbuat (demo), maka berani bertanggungjawab.
Korlap dan Pimpinan aksi  perlu memberi klarifikasi jika nantinya pelaku kekerasan telah ditangkap oleh Polisi. Apakah pelaku kekerasan bagian dari massa aksi yang turut dilibatkan dalam demo. Atau penyusup yang ingin memperkeruh suasana.
Korlap harus dapat mengklarifikasi secara jelas, jika nantinya dilakukan konfrontir dengan para pelaku yang viral terpublikasi di media massa dan media sosial.Â
Dengan klarifikasi tersebut memudahkan Polisi untuk mengembangkan hasil pemeriksaan apa motif dan siapa dalang dibalik aksi kekerasan.
Yang jelas aksi kekerasan yang mencuat dalam aksi demo mahasiswa, memberi pelajaran penting. Yakni bagaimana aksi demo disiapkan secara matang dan meminimalisir dampak yang bakal muncul.Â
Apalagi jika tuntutan aksi menarasikan isu krusial, dimana berpotensi disusupi pihak pihak berkepentingan.
Pelajaran pertama yakni bagaimana mengorganisir simpul simpul massa dari Organ (kampus) yang bergabung dalam aliansi demo. Biasanya sebelum turun demo, telah dilakukan konsolidasi berapa massa aksi dari masing masing Organ yang bergabung.