"Daerah penyangga untuk ibu kota baru dengan Selat Makasar ditengahnya, akan menjadi pusatnya Indonesia. Baik perkonomian, pembangunan kota dan kebudayaan."
Pernyataan diatas disampaikan Jehansyah Siregar, selaku pakar arsitektur perkotaan Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam dialog di sebuah TV swasta beberapa waktu lalu  Menarik mencermati pernyataan sang pakar, tentang daerah penyangga dengan selat Makassar ditengahnya.
 Sudah tentu yang dimaksud adalah, daerah daerah yang berhadapan langsung dengan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) yang dipisahkan dengan Selat Makassar. Salah satunya adalah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) yang memang berbatasan langsung dengan Kaltim.
Pemindahan ibukota sendiri sebagaimana yang disampaikan Presiden akan dimulai tahun 2020, dimana membutuhkan anggaran sebesar Rp 466 triliun. Dengan skema pembiayaan yakni dari APBN sebesar 19 persen, dan sisanya akan diambil dari  Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) serta investasi Swasta maupun BUMN.Â
Anggaran tersebut nantinya akan digunakan untuk pembiayaan infrastruktur dasar yang akan dibangun di ibu Kota baru, seperti jalan, drainase waduk dan lain lain. Untuk alokasi dana sendiri menurut Menteri PPN/Kepala Bapennas Bambang Brojdonegoro dalam dialam dialog tersebut, sudah ada pencadangan dana untuk tahun anggaran 2020 yang masuk di sejumlah Kementerian, terutama Kementerian PUPR. Â
Sebagai Provinsi yang berhadapan langsung dengan Kaltim, sudah pasti  akan memberi dampak buat daerah Sulteng. Sebagaimana dikatakan Jehansyah Siregar, bahwa daerah penyanggah dengan Selat Makassar ditengahnya akan menjadi pusat Indonesia dari beberapa aspek. Jelas akan muncul berbagai pendapat, bagaimana Sulteng harus memainkan peran geopolitik dan geostrateginya dalam menyikapi dan merespon geliat pemindahan ibu kota baru. Karena jika tidak cerdas memangkap peluang, maka Provinsi lainlah yang akan mengolah peluang strategis tersebut.
Beberapa pandangan sudah disampaikan oleh stakeholder di Sulteng. Salah satunya datang dari Anggota DPR RI Ahmad HM Ali. Â Menurutnya, pemindahan ibu kota ke Kalimantan akan membuat peran Sulteng menjadi sentra strategis dalam pemenuhan logistik dan pangan. Karena itu, Sulteng harus mempersiapkan infrastuktur transportasi cepat dan representatif.Â
 "Letak Sulteng menjadi sangat strategis karena merupakan jalur terdekat dalam rantai pasok berbagai kebutuhan logistik di Pulau Kalimantan. Ini kesempatan bagi Sulteng untuk menangkap peluang tersebut dengan melakukan pembenahan khususnya pada sarana dan sarana penunjang," ujar Ahmad Ali dalam perbincangan beberapa waktu lalu.
Dalam konsepsi seorang Ahmad Ali, pemindahan ibukota adalah momentum bagi daerah penyangga untuk turut berkembang, sehingga ia sependapat jika daerah penyangga kelak akan menjadi pusat Indonesia baik dari segi ekonomi, pembangunan dan kebudayaan. Karena itu Sulteng harus cermat memainkan peran geopolitiknya.Â
"Saya yakin daerah penyangga akan mendapat manfaat tinggal bagaimana pemimpin kedepan punya framing yang tepat. Seperti apa Sulteng harus mengambil peluang dalam pemindahan ibukota tersebut," ungkap Ahmad Ali yang akan maju sebagai calon Gubernur Sulteng pada pilkada 2020.
Pandangan yang sama juga disampaikan Kepala Bappeda Sulteng, Hasanuddin Atjo dalam sebuah dialog interaktif bersama multi stakeholder di Palu belum lama ini. Menurutnya, pemindahan  ibu kota negara akan memberi manfaat besar bagi Provinsi Sulteng yang ditakdirkan berhadapan langsung dengan daerah Kaltim.Â