Di suatu masa Marx pernah berkata: "Hegel salah, justru ekonomilah yang mengenerasi superstruktur yang berisikan politik, budaya, bahkan agama pun ideologi"
Benar saja, Marx seperti berkata : "agamamu ya agamamu, agamaku ya agamaku, tapi cara kita mencari makanlah yg menentukan kita di pihak politik mana, kultur kita seperti apa kita, dan bisa seabsurb apa ideologi kita !
Tatkala ketentuan undang undang dan dinamika politik mengkondisikan kita hanya memilih dua pilihan: satu atau dua, maka sekonyong-konyong Bung Rocky Gerung yang konon atheis, "Ibu kita" Ratna Sarumpaet yang dramatis, Bung Fadly Zon , Bung Prabowo, dan kelompok Islam kanan diikuti masyarakat yg terkondisikan utk ikut ke kanan (yg juga berisikan saudara2 kita yg menginginkan perubahan oleh tekanan ekonomi yg mereka rasakan di masa sekarang),pun bersatu, solid, padat . Secara berimbang, sisi seberang pun main streamnya menganut nilai2 oposisinya .Â
Betapa instannya ideologi menjadi absurb.
Sesungguhnya, Weber pernah menyanggah Marx. Sanggahan yg santun nan populer beliau meyakinkan publik bahwa agama (kala itu yg dimaksud adalah protestan ) lah yg membawa spirit kebebasan dan melandasi etos kerja masyarakat Eropa utk keluar dari keterpurukan kemiskinan (menciptakan yang sekarang kita sebut sebagai kapitalisme).Â
Ironisnya, jika Om Weber benar maka seperti Paradoks Pembohong orang Kreta yg klasik itu, agama akan jadi kambing hitam situasi yg negara kita hadapi sekarang yg mana nilai2 ajaran agama justru tidak mengaminkan tindak provokasi atas chaos.Â
Kita tentu rindu bagaimana raksasa filsuf Jerman: Om Kant mendamaikan Om Hume yang empiris dan Om Rasionalis Descartes. Alih-alih bernostalgia, kenapa kita tidak pada kasus ini setuju dengan Marx  ? (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H