Sosial media menjadi aktivitas berinternet yang paling digemari di Indonesia dengan jumlah pengguna yang semakin bertambah setiap harinya. Sebagai media yang bersifat partisipatif dan terus berevolusi dari fungsi maupun jenisnya menjadikan pengguna sosial media semakin terpenuhi kebutuhannya. Dalam budaya partisipatif, pengguna aktif berhubungan dengan pengguna lainnya untuk membentuk dan mengubah lingkungan sosial media.Â
Sosial media sebagai teknologi sudah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari menjadikan hal tersebut sebagai salah satu kebutuhan manusia dalam menunjukkan citra dan eksistensi diri selain fungsinya dalam berkomunikasi. Citra diri adalah deskripsi yang menggambarkan seseorang mengenai sifat fisik orang tersebut.Â
Seseorang pasti memiliki citra tentang dirinya sendiri baik itu citra diri sejatinya ataupun citra diri yang diinginkannya. Selain sebagai pembentuk citra diri didunia maya, sosial media juga tempat sebagai ajang meningkatkan eksistensi akan dirinya, hal inilah yang menciptakan kemunculan micro celebrity dalam sosial media.
Terri Senft, dalam bukunya Camgirls: Celebrity and Community in the Age of Social Networks, mendefinisikan micro celebrity sebagai gaya baru dari penampilan online dimana penggunanya memanfaatkan fitur webcam, video, audio, blog dan situs jejaring sosial yang bertujuan untuk menaikkan popularitas mereka di kalangan pembaca, pemirsa, dan masyarakat yang terhubung secara online, mengutip Marwick, 2013 dalam (Sutriono & Haryatmoko, 2018). Â Fenomena micro celebrity bermunculan di berbagai platform sosial media dengan penamaan yang berbeda-beda pula seperti selebram, selebtweet, youtuber dan lain sebagainya.
Berbagai cara dan strategi dilakukan untuk mengomunikasikan kepada pengguna sosial media lainnya untuk membentuk citra dan eksistensi diri. Pembentukan hal tersebut dapat ditunjukkan dengan menambahkan konten pada profil sosial media masing-masing pengguna.Â
Konten yang variatif ini berupa foto, video, dan pesan tulisan. Seseorang pasti ingin memberi penggambaran yang terbaik tentang dirinya guna memperoleh respons positif dari orang lain. Informasi yang dimuat dalam berbagai kontennya pun disesuaikan dengan keinginan pengguna dalam merepresentasikan dirinya seperti apa.Â
Dapat dicontohkan jika seseorang yang pintar dan sering memperoleh penghargaan maka pasti dia akan menampilkan konten akan prestasinya, kegiatan belajarnya maupun informasi berupa tips- tips darinya bagaimana dapat memperoleh pencapaian tersebut. Contoh lain jika seseorang ingin diakui dan memperoleh eksistensi diri sebagai seseorang yang sukses dan memiliki kekayaan, seseorang tersebut dapat saja membagikan barang-barang yang memiliki nilai tinggi, momen liburan di berbagai kota ataupun negara dan lain sebagainya.
Namun gambar, video atau pesan tulisan yang diunggah tak jarang ditemui memiliki tujuan dan kesan yang bermaksud untuk memamerkan diri, memberi tahu khalayak tentang pencapaian dan hal membanggakan lainnya yang dapat membentuk citra dirinya.Â
Dalam sosial media sebenarnya sah-sah saja dalam menampilkan pencapaiannya, tapi pada realitasnya ada yang ingin menampilkan atau memamerkan pencapaiannya dengan cara merendah atau mencela dirinya sendiri terlebih dahulu. Hal ini yang mengindikasi adanya pamer terselubung yang pemaknaannya diperoleh entah itu dari foto, gambar atau tulisan yang diunggahnya, fenomena tersebut dinamakan dengan istilah humblebrag.
Menurut Cambridge Dictionary online, humblebrag adalah "something you say which appears as if you are complaining or embarrassed, but is really a way of telling people about something that you are very proud of". Dapat dimaknai dari kalimat tersebut bahwa humblebrag adalah sesuatu yang kamu katakan dengan seolah-olah mengeluh tetapi sebenarnya adalah cara kamu untuk memberitahu orang-orang bahwa ada yang ingin kamu banggakan.
Mengutip (Pintaria.com, 2020) Perilaku humblebrag ini pula memiliki tipe, yaitu sebagai berikut :