Ini sebuah pengalaman beberapa tahun lalu,tentang ketika teman-teman tertarik pada baju yang saya pakai dan saya beli di luar kota. Tiap kali saya memakai mereka tertarik. Mereka menitip dengan warna yang berbeda. Ukurannya adalah all size atau hanya satu ukuran. Satu hal yang sering saya lakukan jika keluar kota misal ada undangan pernikahan kerabat atau sekedar dolan adalah mencari baju atau sesuatu yang khas di sebuah kota.
Akhirnya saya pikir kenapa tidak kulakan sekalian. Nah, saya kulakan baju yang menurut saya lagi mode dan murah serta berkualitas. Dari titip menitip itu saya akhirnya memiliki reseler sepuluh orang. Ada tetangga,kerabat dan juga teman kuliah anak saya. Mereka menjualnya lewat media sosial. Ada juga kerabat yang menjual di kantornya. Laris luar biasa. Saya hanya pemilik modal dan kulakan dan berdasarkan kepercayaan mereka mengambil barang. Saya tahu persis siapa mereka, kecuali satu yaitu anak dari kenalan saya.
Baju itu macam-macam ada gamis, ada daster ada baju atas, baju bawahan. Satu bulan adalah tenggat pembayaran dan lancar-lancar saja.
Saya hanya mengambil untung sedikit perbuahnya, tetapi barang yang terjual lumayan banyak. Saya sudah punya langganan penjual yang baik berasal dari Tegal atau Solo yang bisa mengirimkan barang tanpa harus kesana.
Dari sepuluh reseler yang mengambil barang saya, yaitu anak kenalan saya, ada satu yang bermasalah. Tenggat satu bulan tidak dipenuhi dan malahan menawari saya barang-barang yang bisa untuk mengganti pembayaran baju .Wah saya pikir harus saya hentikan satu orang ini. Saya hentikan lalu menjadi masalah, katanya saya tidak mempercayai dia dan orang tuanya ikut campur. Saya bilang saya berbisnis, bukan yayasan sosial. Uang harus berputar. Yang lain bahkan begitu  laku, mereka setor dan mengambil lagi.
Saya rehat dan berhenti  berjualan baju-baju batik ketika ada beberapa kesibukan lain menyita saya. Saya sering keluar kota menengok  dua anak saya yang kuliah di luar kota semua saat itu. Beberapa reseler saya mengejar kapan saya jualan lagi.
Dari jastip satu-satu akhirnya saya bisa kulakan minim ya lumayan banyak. Setiap minggu. Itu sekedar cerita lama tentang sambilan saya. Saya bilang pada para reseler saya untuk menghargai kepercayaan saya. Hanya satu dari sepuluh reseler yang terjual hingga Jakarta ,yang akhirnya saya hentikan dan bermasalah. Kalau tidak win-win solution ya harus saya hentikan.
Itulah dari pertama yang titip lama-lama jadi jualan. Meski sambilan dan ketemu para reseler yang sekaligus kerabat dan teman itu momen yang menyenangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H