Mohon tunggu...
Efi anggriani
Efi anggriani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Menulislah dan biarkan tulisanmu mengikuti takdirnya-Buya Hamka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penjual Gudeg Tua

10 September 2019   13:22 Diperbarui: 10 September 2019   14:35 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seorang penjual gudeg berumur hampir delapan puluh tahun, masih sehat dan terlihat terlalu banyak bicara,namun pembelinya senang-senang saja karena itu gudeg koyor yang enaknya luar biasa dan murah.

Berbondong-bondong orang datang mengantri untuk merasakan masakan khasnya. Murah, enak dan meriah, karena penjualnya ramah luar biasa. Ditanya pembelinya darimana, apalagi langganannya.

Namun suatu ketika entah mengapa penjual gudeg tua itu terkena batunya. Kesukaannya membicarakan orang lain di depan pembelinya, disambut asik cantik oleh para pembeli yang suka mendengar cerita-cerita menghibur dan semua pembicaraan adalah tentang pembelinya. Misalnya si A itu kalau membeli mesti sedikit dan minta dimurahin padahal pakai mobil.

Dasar para pembeli yang tambah menyemangati, akhirnya terkenal namanya 'gudeg tambahan banyolan'. Banyolan adalah lelucon. Di mana mereka mentertawakan pembeli lain tanpa setahu mereka.

Namun suatu hari seorang pembeli diajak ngobrol dan ngrumpi sama penjualnya dan seperti biasa membicarakan pembelinya. Lalu pembelinya berkata karena merasa tidak suka dengan pembicaraan yang ada. Lalu dia bicara:

"Mbah ternyata jualan sambil membicarakan orang ya mbah? Kalau misalnya pembelinya beli sedikit dan mbah tidak berkenan, bilang saja langsung. Pembeli membeli sedikit itu haknya juga, lebih baik mbah bilang langsung daripada membicarakan di belakang orangnya. Lalu orangnya menjadi dibicarakan gara-gara perkataan simbah. Simbah sudah sepuh. Jangan suka membicarakan orang lain di belakang mbah. Saya sih tidak apa-apa mbah rasani habis-habisan. Tetapi ingat mbah. Itu sangat jahat. Ya sudah mbah ini terakhir saya membeli di sini dan tidak akan saya makan. Saya tidak mau ketularan jahat."

Si penjual gudeg dan lainnya kaget, ternyata yang dibicarakan adalah orang yang diajak bicara. Tetapi masih saja tertawa-tawa keesokan harinya bilang pada pembelinya bahwa dia salah bicara pada seseorang.

Lama kelamaan gudeg yang terkenal itu sepi pembeli ketika semua pembeli takut dirasani atau dibicarakan di belakang. Mereka berpikir, sifat itu sampai tua pun tidak akan berubah dan berpikir 'kasihan juga sudah tua kok begitu sifatnya'. Lalu meninggalkan kesukaannya membeli di situ.

Cerita imajinasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun