Kami laksana api dan air, selalu berseberangan, yang satu menghidupkan dan yang satu mematikan yang lainnya. Barangkali air bisa begitu terlihat tenang tetapi jika dirinya menjadi air bah di situlah bahayanya. Barangkali api bisa menjadi pemantik kompor, tetapi ketika membakar hutan, di situ pula bahayanya.
Air dengan ketenangannya dan cermin kejernihan kala wajah terpantul di sana serupa namun terbalik dari sudut yang satunya, mirip gambar yang bisa terlipat jika dilihat keseluruhannya, tetapi air bahkan tak terselami apa yang ada di dalamnya, berbahaya atau sebaliknya, air adalah simbol ketenangan.
Api dengan geloranya dan memantulkan percik-percik kala api unggun dicipta, menerangi kegelapan kala listrik belum ada, mematangkan masakan dan api selalu bergelora dan tak perlu  tahu apa yang ada di baliknya, dia adalah simbol sebuah gelora.
Air dan api mungkin kadang harus saling menjauhi karena sifat dasarnya saling memusuhi, namun tanpa api air takkan bisa menjadi tersaji dengan teh hangat atau kopi panas, dan tanpa air, kopi hanyalah kopi bubuk dan teh hanyalah serbuk, adakalanya mereka harus bersatu demi sesuatu, seperti juga manusia yang laksana air atau laksana api, saling menggerakkan dan untuk memahami, bukan untuk membakar-bakari atau juga bukan untuk menggenangi agar tercipta damai jiwa ini.
#puisialam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H