Mohon tunggu...
Efi anggriani
Efi anggriani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Menulislah dan biarkan tulisanmu mengikuti takdirnya-Buya Hamka

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kompasiana, Terima Kasih, Ungkapan dari Mantan Penulis Cilik yang Mengalami Amnesia Menulis

27 Juni 2019   12:29 Diperbarui: 27 Juni 2019   13:43 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Penulis cilik adalah sebutan berlebih-lebihan, ketika kelas lima Sekolah Dasar ada lomba menulis dan menjadi nomor satu tanpa hadiah apa-apa dan kebanggaan dekat dengan guru bahasa Indonesia sekaligus wali kelas (guru SD jaman dulu merangkap jabatan dan mengajar semua mata pelajaran).

'Teruslah menulis, kamu punya bakat. Aku punya mesin ketik di rumah, pakai saja"

Wah itu luar biasa. Pak guru SD-ku meminjamkan mesin ketik manual agar saya terus menulis dan bisa menerbitkan buku waktu itu.

Tiap sore sepulang sekolah dan melaksanakan tugas rumah seperti memasak oseng-oseng tempe untuk lauk dan membantu pekerjaan rumah (yang sekarang jarang dilakukan anak-anak saya). Saya datang ke rumah pak guru, bukannya bermain dengan putrinya yang juga kawan sekelas saya, saya meminjam mesin ketik itu sampai hampir lulus SD. Lalu kehilangan jejak ketika saya mulai SMP dan berhenti meminjam mesin ketik karena sebagai petugas perpustaakan SMP saat jam istirahat, saya bisa mengetik sehabis jam sekolah, satu dua jam. Buku tidak jadi dicetak karena sistimnya penulisnya yang bayar lalu menjual sendiri. Anak SMP tidak punya duit untuk mencetak buku.

Saat SMP ada Majalah Dinding alias Mading yang diurus langsung dan diedit oleh bu guru Bahasa Infonesia. Tiga hati sekali diganti yang ditempelkan olah anak yang piket. Tiga hari sekali tiga sampai enam puisi saya  yang saya kumpulkan atau kadang ditanyakan oleh bu guru

'Efi, puisimu mana?'

Apa saja bisa jadi puisi, entah bunga Sakura atau Mawar atau apa saja, terbaca di mading. Dan kadang ada yang bilang

Kok bisa banyak banget bikin puisinya 

Saya bilang, sudah terbiasa.

Satu kejadian karena saya juga suka dolan ke tempat teman, diajak ke sebuah gua tersembunyi yang besarnya mungkin separo batu caves dan berada di dalam tanah.

Saya menuliskan reportase tentang gua itu tanpa foto (kamera masih sesuatu yang sangat mewah).Reportase saya tulis dalam bahasa Jawa dan saya ketik saya kirimkan ke Surat Kabar Jateng'Parikesit'. Saya pikir anak smp kelas satu atau dua, menulis di koran regional meski sekedar reportase, saya tidak menunggu apa-apa.

Suatu hari saya ketakutan dipanggil oleh kepala sekolah, karena senakal-nakalnya saya gadis tomboy yang sering terlambat sekolah, atau membawa mainan othok-othok yaitu dua bola dari plastik yang keras ada tali dan jika diayun bunyi tok-tok dan dimarahi guru olahraga dan divil tanpa dikembalikan, tidak ada kenakalan lain.

Ternyata mendapat ucapan terima kasih dari kepala sekolah karena tulisan bahasa jawa saya dimuat di koran wilayah Jateng dan itu cukup membanggakan. Hadiah satu pak buku (jaman itu sangat berati) saya dapatkan. Saya menjadi kebanggaan guru bahasa Jawa dan kata saudara saya, nama saya diceritakan saat pelajaran untuk menjadi contoh menulis di koran.

Masa SMA saya masuk IPA dan lumayan berat bagi saya, tidak punya waktu untuk menulis,tetapi saya dimasukkan ke klub atau grup bahasa Inggris yang setiap seminggu dua kali mendapatkan pelajaran tambahan supaya kami sekitar tujuh orang ini tambah meminati bahasa Inggris dan guru bahasa Inggris ini menyarankan, masuklah ke Sastra Inggris.

Saya tidak masuk ke pilihan pertama Sastra Inggris UGM tetapi IKIP Negeri yang mengacu untuk menjadi guru. Enam semester di sana, tahun kedua saya masuk UGM karena saya harus masuk UGM, itu cita-cita saya. Tahun Ketiga saya bersama teman kuliah mendaftar bekerja full time. Saya diterima satu-satunya, padahal yang lain prodinya lebih tinggi dari passing grade prodi tempat saya. Saya kepontal-pontal membagi waktu ditambah mulai PDKT. Saya lepaskan IKIP (saya tidak bisa menjadi guru karena saya idealis, yah masih mahasisiwi). Sejak SMP akhir sudah tidak pernah menulis.

Lima tahun terakhir berusaha menulis cerpen dan saya kirimkan ke majalah semacam Femina atau Nova dan mendapat jawaban yang intinya adalah Ucapan terima kasih karena telah mengirimkan tulisan, silahkan dicoba lagi.

Hanya satu tulisan itu. Sejak tiga bulan saya melihat beberapa wadah seperti Kompasiana dan Mojok, saya berminat keduanya. Tetapi saya memutuskan masuk ke Kompasiana yang tidak ribet.

Saya mencantumkan link saya di FB dan WA supaya teman-teman saya bisa membaca tulisan saya si mantan penulis cilik yang amnesia pada aturan menulis (hampir 40 tahun).

Saya berfikir sederhana juga, selama admin Kompasiana tidak melarang atau menghapus tulisan saya (belum pernah dihapus) semoga tidak, kalau ya pun saya tidak akan menuntut, saya hanya tamu yang menuruti aturan yang berlaku dan tidak akan bersikap defensif bahwa pilih kasih. Puyeng Admin  nanti. Iklan atau apapun. Saya akan jalan terus. 

Tidak peduli berapa pageviews saya dapatkan, tidak peduli saya memvote orang dia tidak balik memvote, tidak peduli saya komen tidak dijawab (karena saya selalu berusaha menjawab). Hanya satu yang bisa menghentikan saya menulis, jika saya punya ide. Ini blog umum, mau menulis 10-20 selama admin tidak menghadang atau menghapus, jalan terus.

Saya juga berjanji tidak akan menuliskan sesuatu sebagai jawaban tulisan seseorang,puisi yang agak-agak bikin risih, menyindir seseorang, menilai hidup orang lain seolah-olah alpa bahwa kita kadang melakukannya atau mengatur orang lain, kecuali masalah ketidak pantasan. Saya akan menguji 'apakah ini tulisan yang pantas? isinya'. Dan tidak menuliskan kebohongan, kebangetan, kecuali fiksi atau puisi itu imajinasi. Bukan fakta beneran.

Terima kasih Kompasiana, wadah bagi yang ingin menulis dan semoga tulisan yang muncul  selalu berguna. Waktu luang saya gunakan untuk menulis dimana saja. Pakai notes yang tidak ribet.

Sederhana saja. Menulis untuk kesenangan.

#bukan sok pinter, cuma cerita tentang perjuangan saya menjadi penulis cilik.

Karyamu apa?

Hilang semua.

Jangan tertawa.

Sepertinya saya tidak punya ambisi mencetak buku.

Meski dibilang kurang kerjaan oleh semua teman saya, karena menulis, ya biar saja, sejak SD saya sudah menulis.

Jangan bilang pantas tulisannya kayak anak kecil..ha ha waduh!

Saya tidak suka keribetan, begitu ribet dan kesenangan hilang dengan tujuan menulis saya ya berhenti. Life is so short.

Menjadi tua pasti, menjadi dewasa belum tentu.

#sejuk

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun