Air didih menganak sungai. Begitu kata pepatah menyebut hiburan yang sangat mewah. Belakangan ini kita kembali disuguhkan “hiburan”yang muewah dari Senayan.Tentu bukan hiburan yang berkonotasi mengusir gundah. Seperti dalam sinetron, ada potongan-potongan yang membuat pemirsanya gregetan luar biasa.
Proyek mewah yang membuat gaduh publik itu antara lain seperti dilaporkan oleh situs berita online, detik.com dengan judul 7 Proyek Kontroversial DPR di Awal Tahun 2012 (17/1/2012) seperti di bawah ini:
1) Perawatan Gedung DPR. Untuk tahun 2012 ini anggaran untuk perawatan gedung tersebut mencapai 500 miliar rupiah. 2) Renovasi Ruang Rapat Anggota Banggar DPR. Setelah BURT DPR memastikan telah melakukan tender senilai 20 miliar rupiah pada Oktober 2011 lalu. 3) Papan Selamat Datang DPR. Tidak tanggung-tanggung, biaya pemasangan layar berukuran 3x2 meter yang dipasang diatas tiang bulat setinggi 3 meter ini mencapai Rp 4,8 miliar rupiah. 4) Renovasi Tempat Parkir Motor. Tempat parkir yang terletak di sebelah barat Gedung DPR ini akan diperluas dengan estimasi biaya mencapai 3 miliar rupiah. 5) Renovasi Toilet. renovasi dilakukan menyeluruh terhadap 220 toilet di Gedung DPR RI yang memerlukan dana sebesar 2 miliar rupiah.6) Pembuatan Kalender 2012. Biaya pembuatan kalender dicetak dengan biaya 1,3 miliar rupiah.Dana ini diperlukan untuk mencetak 11200 eksemplar kalender dan dibagikan per anggota dewan sebanyak 20 eksemplar. 7) Pemberian Makan Rusa di DPR. Dana yang dialokasikan untuk memberi makan rusa-rusa ini mencapai 598 juta rupiah.
Tidak lupa setahun lalu, pejabat Senayan juga pernah berencana membangun gedung baru dan mendapatkan penolakan keras dari rakyat –dan akhirnya dibatalkan. Belum lagi plesiran ke luar negeri yang menyedot biaya tidak sedikit.
Publik yang mengindera semua itu telah kadung kecewa. Tidak habis pikir kenapa wakil rakyat-nya selalu membuat publik mengurut dada. Tidak bosan tiap tahun ada saja gara-gara yang dibuat. Seolah nasehat dari berbagai elemen rakyat bukan lagi masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Melainkan memantul sebelum masuk telinga kiri.
Narsisme Politik
Dalam bukunya Hantu-Hantu Politik dan Matinya Sosial, Yasraf Amir Piliang menyebut perilaku politik yang asyik dengan diri sendiri, tidak peduli terhadap orang lain, mengedepankan kepentingann sendiri, sebagai perilaku narsis politik (the politic of narcissism).
Menyaksikan realitas yang ada sekarang, dapat kita sebut bahwa perilaku narsis politik ini nyaris merata dimiliki oleh mayoritas elit pejabat pemerintahan. Para elit politik seperti sibuk mendahulukan kepentingan pribadi atau partainya. Sementara untuk kepentingan rakyat banyak di antrean belakang. Kalau pun ada kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk kepentingan rakyat, maka ada mafia yang membuntuti di sana.
Fenomena di atas menandakan jabatan politik di lembaga-lembaga pemerintahan telah terdistorsi menjadi profesi, menjadi mata pencaharian. Sementara sisi penting dari jabatan tersebut yaitu pengabdian menunaikan cita-cita negara seperti menciptakan kesejahteraan, mencerdaskan, menghadirkan keadilan amblas. Padahal masih tertumpuk problem-problem yang berkaitan dengan kesejahteraan, kecerdasan dan keadilan.
Rakyat negeri ini sebetulnya begitu mengidam-idamkan sosok pejabat pemerintahan yang sederhana. Pejabat yang merakyat gaya hidupnya. Lihat saja begitu ada sosok pejabat pemerintahan yang sederhana, publik seketika bersimpati terhadapnya. Sayangnya, sosok sederhana bisa dihitungdengan jari. Meski kita tetap berjaga-jaga, karena sekarang ini apa saja yang menarik simpatik publik, salah satunya kebersehajaan dapat saja dikuntit oleh pencitraan.
Soal elit pemerintahan yang tampak mengedepankan kesejahteraan sendiri ketimbang rakyat, menarik menyimak pernyataan Benjamin Constan. Constan mengatakan bahwa “demokrasi membawa kita menuju jalan yang menakutkan, yaitu kediktatoran parlemen”.
Hari ini realitas kediktatoran parlemen seperti yang dikatakan Constan menemukan tempatnya. Bukan berarti baru hari ini, melainkan semakin memperkuat dan mempertegas jati diri parlemen sesungguhnya dalam demokrasi. Apalagi pada Negara-negara berkembang, parlemen hanya menjadi wadah untuk memuluskan keinginan tanpa batas dari kepentingan kapitalisme global.
Sejahtera adalah hak setiap warga Negara, namun bukan berarti kesejahteraan dapat dimonopoli atau diwakilkan oleh segelintir pihak saja. Apalagi oleh pihak yang mengemban amanat rakyat. Narsisme parlemen, betapa naifnya. []fdlnhdyt
Selesai, 27/1/2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H