Seperti biasa pagi itu Ratna mengantarku sampai dihalaman depan rumah, Ia megantarku untuk pergi ketempatku bekerja. Hari ini ada yang berbeda, jangankan mengantar anak-anakku ke sekolah, melihat mereka berangkatpun aku tak sempat. Hanya sempat celoteh si bungsu sebelum aku berangkat dengan motorku yang baru selesai kreditnya bulan ini. “Ayah malam ini pulangkan ?” hanya itu yang keluar dari mulut kecilnya. Aku sempat menoleh dan memandangnya agak lama, tak seperti biasanya ia bertanya seperti itu. Lalu kulayangkan cium dikeningnya, ia hanya tersenyum dan aku menjawab; “ malam ini ayah pulang, dede boleh tidur sama kakak dan abang, tapi kalau ngga mau dede bisa bobo sama bunda, temani bunda yaa… !”
Ku gas motorku melaju keluar komplek perumahan, langit telihat gelap isyarat akan turunnya hujan, aku hanya berkata dalam hati, “mudah-mudahan sampai kantor hujan belum turun”. menjeIang makan siang ditempat bekerja, seluruh waktu kulalui dengan penuh kegalauan. Seperti biasanya aku melakukan tugas yang telah menunggu, menit demi menit perasaan itu menyergapku, keputusan apalagi yang akan dikeluarkan oleh pemilik perusahaan tempatku bekerja, setelah kemarin sebuah keputusan dikeluarkan berujung pada pemutusan kerja seorang teman sejawatku.
Aku ingin bertanya, mengapa keputusan itu yang harus dikeluarkan, padahal apa yang kami lakukan selama ini sudah semaksimal mungkin, tugas yang diembankan kepada kami rasanya sudah sesuai dengan perintah mereka, bahkan ada hala-hal tertentu yang kami lakukan yang terbaik untuk perusahaan. Semua keinginanku untuk bertanya hanya kutelan sendiri, bukan tidak ada upaya untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Bos baru dari negeri tetangga pun tak bisa berbuat apa-apa, ia tau apa yang telah kami lakukan, untungnya ia masih sedikit berfikir positif walaupun setiap perkataannya sulit dipegang, dan nampaknya ia pun tak punya kemampuan untuk memperjuangkan nasib kami, jangan-jangan nasibnya sendiri juga belum jelas dikantor ini.
Akhirnya hari itu kulalui masih dengan kegalauan dan penuh tanda tanya. Sore itu kuselesaikan apa yang menjadi tugasku, Kami bersiap-siap untuk pulang karena petugas pengelola gedung sudah bertanya padaa kami apa akan “over time” dan kami menjawab “Tidak !” . Sebelum Pulang dengan beberapa teman kami sempat berbincang-bincang disebuah warung kopi depan kantor, seperti biasanya menunggu jalan-jalan agak sepi dari kendaraan yang padat merayap. Menunggu jalan agar dapat menghindari macet sekalian menunaikan sholat magrib yang hampir tiba.
Mulai dari yang ringan sampai isyu yang paling berat kami bincangkan sore itu ditengah rintik hujan. Awalnya Hendri yang mulai bertanya padaku, “Bang, setelah kemarin Umar dikeluarkan dengan alasan yang tak jelas, dan tidak ada bukti atas kecurigaan mereka, kira-kira siapa lagi yang harus mengalami PHK secara sepihak ?”. Aku menarik nafas agak dalam, dan kujawab pertanyaan Hendri sekenanya “ Yaa, kita tak pernah tahu, karena posisi kita lemah, dari sudut manapun. Mereka yang punya kuasa, dan mereka yang berhak menilai pekerjaan kita selama ini, apakah kita telah bekerja dengan baik atau tidak ”.
Beberapa minggu terakhir ini memang suasana tempat kami bekerja sedikit “mencekam”, setelah beberapa rumor beredar akan ada perombakan dalam menejemen perusahaaan, rumor ini bermula dari cerita tentang penggelapan dana perusahaan oleh salah seorang direksi perusahaan. Perkembangannya terus bergulir sampai sang Owner sangat marah, beberpa kali pertemuan diadakan, kami juga tak luput dari investigasi. Puncak dari semua itu dilakukan “pembersihan” oleh menejemen. Entah berapa orang lagi yang harus menerima kenyataan pahit harus dirumahkan atau dengan kata lain di PHK.
“Bang, aku pulang duluan yah, istriku telepon katanya ada tamu yang menunggu di rumah”. Ujar Jaja selesai kami sholat maghrib dimesjid kantor. “Ok Ja, besok kita tetap masuk kantor, kita lihat keadaan dulu, siapa tahu ada perkembangan yang terjadi dikantor” jawabku. Perlahan malam mulai merambat naik, jalan-jalan masih terlihat macet, kendaraan-kendaran yang lewat masih tersendat. Kucoba menghubungi Ratna istriku, terdengar nada panggil tapi handponnya tidak diangkat. Kukirim sms ke istriku, aku kabarkan malam mini aku tidak pulang, rencana malam ini aku akan singgah dirumah orangtuaku. Berapa kali sms masuk ke henponku, Rudi temanku yang aktif di di salah satu Partai menanyakan keberadaanku, ia minta aku untuk dapat bertemu dengannya malam ini. Lepas sholat Isya setelah bertemu dan berbincang dengan orangtuaku, kuputuskan untuk bertemu dengannya tak lama aku pamit kepada orangtuaku, sambil berjanji aku malam ini akan tidur dirumah mereka.
Kularikan motorku, setelah singgah dan mandi, badanku terasa agak bugar. Menemui sahabat yang satu ini ada semangat tersendiri, ditengah-tengah kegalauan hati dan kondisi tempat kerja yang tak pasti.
“Ok Rud, kayaknya aku sepakat dengan hasil pertemuan kita malam ini, insyaallah besok aku coba menghubungi beberapa orang yang bisa menggarap proyek tersebut”. Demikian kataku menutup pertemuanku dengan Rudi malam itu. Beberapa saat Rudi menyakinkan aku kembali sambil berjalan keluar dari rumah makan. Malam semakin larut, aku harus balik kerumah orangtuaku, mudah-mudahan pintu belum terkunci, tidak tega rasanya membangunkan mereka.
Jam menunjukan pukul lima pagi, dengan tergegas aku mandi dan segera sholat subuh. Selesai sholat, kupersiapkan semua perlengkapan untuk kekantor hari ini. Sebelum berangkat, masih kusempatkan bercengkrama dengan Ayahku.
“ Syam, kamu terlihat agak kurus sekarang, kenapa Syam ? ”