Mohon tunggu...
Effra S. Husein
Effra S. Husein Mohon Tunggu... lainnya -

Dari senang membaca apa yang tersirat dan tersurat... ...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Anak-anak(ku) di Jamannya

22 September 2012   10:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:00 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti hari hari kemarin, berbuka puasa hari ini dengan menu yang berbeda karena hari ini bisa pulang lebih cepat  jadi dapat menikmati masakan istri dirumah. Sejak hari kedua dibulan puasa sampai hari kemarin berbuka  lebih sering bersama teman-temandikantor. Ada banyak alasan untuk itu, salah satunya menghindari macet, sebenarnya selama bulan puasa ini jalanan tidak terlalu macet, tapi entah kenapa jalan raya didepan kantor mulai dari jam empat sore selalu saja padat merayap, mungkin karena kantor kami yang berada di pinggiran kota Jakarta, jalan yang memang menjadi arah pulang bagi sebagian orang-orang yang bekerja di Jakarta.

Selesai sholat Tarawih, banyak waktu untuk bercengkrama dengan anak-anakku, melihat mereka yang asyik menyampaikan cerita mereka masing-masing. Perjalanan waktu memang terasa begitu cepat tanpa kusadari mereka tumbuh besar. kutatap raut muka mereka satu persatu ada kebahagiaan dalam diriku namun terselip juga kekhawatiran. Mungkinkah mereka akan menjadi orang-orang yang siap dalam pergulatan hidup yang semakin "Keras" ?.

Kubuang rasa khawatir itu jauh-jauh, kubentangkan pikiranku untuk selalu yakin kepada sang pencipta, rasanya sampai hari ini  mereka telah kubekali keyakinan akan kebesaranNya, setiap kali bersama mereka kutanamkan keyakinan itu, apapun peristiwa yang mereka alami selalu "kudekatkan" cerita mereka kepada sang pencipta. Setidaknya-tidaknya itu yang dapat kulakukan.

Malam mulai larut, mereka mulai beranjak untuk tidur sibungsu dan si "abang" begitu panggilan sibungsu kepada kakak laki-laki satu-satunya  lebih dulu tidur. Kini hanya tinggal aku, istriku dan si sulung anak perempuan  pertamaku diruang tamu. Si Sulung  kini menjelma menjadi seorang anak gadis, perlu perlakuan khusus kepadanya, karena saat ini ia mulai mengerti sedikit demi sedikit tentang kehidupan, walau tingkah manja dan cengengnya kadang masih sering menghiasi keseharian dirumah, tapi aku mulai percaya kepadanya karena dilingkungan sekolahnya ternyata  ada keberanian dirinya untuk tampil diantara teman-temannya, hal ini ia sampaikan dengan antusias saat ia maju untuk menjadi ketua kelas, padahal hanya dia sendiri perempuan yang maju mencalonkan diri.

K-Pop memang menjadi sebuah fenomena dikalangan remaja saat ini, demam K-Pop juga menjalar pada Si sulung, kadang aku tak habis pikir, begitu tertariknya remaja sekarang ini pada budaya negeri gingseng ini. Mungkin memang sudah jamannya, kalau dulu dijamanku budaya negeri barat sana  hampir mendominasi gaya hidup anak muda.  Ditengah-tengah kseriusannya belajar dan mengaji, “terpaksa” aku kadang-kadang mengerem keinginannya untuk menikmati pernik-pernik K-Pop mulai dari Sinetron sampai lagu-lagu yang dibawakan artis-artis negeri Asia timur sana. Gawatnya lagi Istriku juga terjangkit dengan K-Pop walau hanya sebatas sinetron-sinetron yang sering tayang disalah satu televisi swasta nasional, jam tayangnya juga hampir memakan waktu empat jam, wah bener-bener deh...belum lagi kalau weekend, pasti ada aja keinginan untuk membeli CD film-film tersebut. Itu pun masih untung coba kalau istriku sampai kecanduan goyang Gangnam style, gimana jadinya ?

Yang lebih seru lagi beberapa waktu lalu saat heboh pro kontra Lady Gaga yang akan tampil di Jakarta. Sisulung malah kutanyakan pendapatnya. Dia menyukai beberapa lagu dari penyanyi eksentrik itu, tapi diakuinya juga memang beberapa performa dalam setiap pertunjukannya , memang ada yang kurang sreg bahkan katanya "aneh". Dari pendapat dan pandangannya itu, setidaknya ia bisa menilai mana yang cocok dan mana yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dia dapatkan baik dirumah maupun lingkungannya. Setidaknya memang harus “dibatasi” jika tidak ingin melarang menikmati produk-produk budaya tersebut, satu sisi memang perlu menikmati budaya-budaya yang berasal dari negeri lain, yang terpenting sensor  jangan sampai lupa. Yah ini memang  jamannya mereka....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun