Mohon tunggu...
Effra S. Husein
Effra S. Husein Mohon Tunggu... lainnya -

Dari senang membaca apa yang tersirat dan tersurat... ...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

PHK

27 Juli 2012   10:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:33 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti biasa pagi itu Ratna mengantarku sampai dihalaman depan rumah, Ia megantarku untuk pergi ketempatku bekerja. Hari ini ada yang berbeda, jangankan mengantar anak-anakku ke sekolah, melihat mereka berangkatpun aku tak sempat. Hanya sempat celoteh si bungsu sebelum aku berangkat dengan motorku yang baru selesai kreditnya bulan ini. “Ayah malam ini pulangkan ?” hanya itu yang keluar dari mulut kecilnya. Aku sempat menoleh dan memandangnya agak lama, tak seperti biasanya ia bertanya seperti itu. Lalu kulayangkan cium dikeningnya, ia hanya tersenyum dan aku menjawab; “ malam ini ayah pulang, dede boleh tidur sama kakak dan abang, tapi kalau ngga mau dede bisa bobo sama bunda, temani bunda yaa… !”

Ku gas motorku melaju keluar komplek perumahan, langit telihat gelap isyarat akan turunnya hujan, aku hanya berkata dalam hati, “mudah-mudahan sampai kantor hujan belum turun”. menjeIang makan siang ditempat bekerja, seluruh waktu kulalui dengan penuh kegalauan. Seperti biasanya aku melakukan tugas yang telah menunggu, menit demi menit perasaan itu menyergapku, keputusan apalagi yang akan dikeluarkan oleh pemilik perusahaan tempatku bekerja, setelah kemarin sebuah keputusan dikeluarkan berujung pada pemutusan kerja seorang teman sejawatku.

Aku ingin bertanya, mengapa keputusan itu yang harus dikeluarkan, padahal apa yang kami lakukan selama ini sudah semaksimal mungkin, tugas yang diembankan kepada kami rasanya sudah sesuai dengan perintah mereka, bahkan ada hala-hal tertentu yang kami lakukan yang terbaik untuk perusahaan. Semua keinginanku untuk bertanya hanya kutelan sendiri, bukan tidak ada upaya untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Bos baru dari negeri tetangga pun tak bisa berbuat apa-apa, ia tau apa yang telah kami lakukan, untungnya ia masih sedikit berfikir positif walaupun setiap perkataannya sulit dipegang, dan nampaknya ia pun tak punya kemampuan untuk memperjuangkan nasib kami, jangan-jangan nasibnya sendiri juga belum jelas dikantor ini.

Akhirnya hari itu kulalui masih dengan kegalauan dan penuh tanda tanya. Sore itu kuselesaikan apa yang menjadi tugasku, Kami bersiap-siap untuk pulang karena petugas pengelola gedung sudah bertanya padaa kami apa akan “over time” dan kami menjawab “Tidak !” . Sebelum Pulang dengan beberapa teman kami sempat berbincang-bincang disebuah warung kopi depan kantor, seperti biasanya menunggu jalan-jalan agak sepi dari kendaraan yang padat merayap. Menunggu jalan agar dapat menghindari macet sekalian menunaikan sholat magrib yang hampir tiba.

Mulai dari yang ringan sampai isyu yang paling berat kami bincangkan sore itu ditengah rintik hujan. Awalnya Hendri yang mulai bertanya padaku, “Bang, setelah kemarin Umar dikeluarkan dengan alasan yang tak jelas, dan tidak ada bukti atas kecurigaan mereka, kira-kira siapa lagi yang harus mengalami PHK secara sepihak ?”. Aku menarik nafas agak dalam, dan kujawab pertanyaan Hendri sekenanya “ Yaa, kita tak pernah tahu, karena posisi kita lemah, dari sudut manapun. Mereka yang punya kuasa, dan mereka yang berhak menilai pekerjaan kita selama ini, apakah kita telah bekerja dengan baik atau tidak ”.

Beberapa minggu terakhir ini memang suasana tempat kami bekerja sedikit “mencekam”, setelah beberapa rumor beredar akan ada perombakan dalam menejemen perusahaaan, rumor ini bermula dari cerita tentang penggelapan dana perusahaan oleh salah seorang direksi perusahaan. Perkembangannya terus bergulir sampai sang Owner sangat marah, beberpa kali pertemuan diadakan, kami juga tak luput dari investigasi. Puncak dari semua itu dilakukan “pembersihan” oleh menejemen. Entah berapa orang lagi yang harus menerima kenyataan pahit harus dirumahkan atau dengan kata lain di PHK.

“Bang, aku pulang duluan yah, istriku telepon katanya ada tamu yang menunggu di rumah”. Ujar Jaja selesai kami sholat maghrib dimesjid kantor. “Ok Ja, besok kita tetap masuk kantor, kita lihat keadaan dulu, siapa tahu ada perkembangan yang terjadi dikantor” jawabku. Perlahan malam mulai merambat naik, jalan-jalan masih terlihat macet, kendaraan-kendaran yang lewat masih tersendat. Kucoba menghubungi Ratna istriku, terdengar nada panggil tapi handponnya tidak diangkat. Kukirim sms ke istriku, aku kabarkan malam mini aku tidak pulang, rencana malam ini aku akan singgah dirumah orangtuaku. Berapa kali sms masuk ke henponku, Rudi temanku yang aktif di di salah satu Partai menanyakan keberadaanku, ia minta aku untuk dapat bertemu dengannya malam ini. Lepas sholat Isya setelah bertemu dan berbincang dengan orangtuaku, kuputuskan untuk bertemu dengannya tak lama aku pamit kepada orangtuaku, sambil berjanji aku malam ini akan tidur dirumah mereka.

Kularikan motorku, setelah singgah dan mandi, badanku terasa agak bugar. Menemui sahabat yang satu ini ada semangat tersendiri, ditengah-tengah kegalauan hati dan kondisi tempat kerja yang tak pasti.

“Ok Rud, kayaknya aku sepakat dengan hasil pertemuan kita malam ini, insyaallah besok aku coba menghubungi beberapa orang yang bisa menggarap proyek tersebut”. Demikian kataku menutup pertemuanku dengan Rudi malam itu. Beberapa saat Rudi menyakinkan aku kembali sambil berjalan keluar dari rumah makan. Malam semakin larut, aku harus balik kerumah orangtuaku, mudah-mudahan pintu belum terkunci, tidak tega rasanya membangunkan mereka.

Jam menunjukan pukul lima pagi, dengan tergegas aku mandi dan segera sholat subuh. Selesai sholat, kupersiapkan semua perlengkapan untuk kekantor hari ini. Sebelum berangkat, masih kusempatkan bercengkrama dengan Ayahku.

“ Syam, kamu terlihat agak kurus sekarang, kenapa Syam ? ”

Ayah membuka pembicaraan pagi itu.

“Kurus gimana yah ?” Jawabku.

“Ada masalah apa kamu, masalah dengan Ratna, atau masalah dikantor ?”

Tanya Ayah agak serius.

“Masalah dikantor…”

Jawabku datar, sambil menghirup kopi yang kubuat sendiri.

“ Ada masalah apa di kantormu, kamu harus ingat Syam, jangan sampai semua persoalan yang ada membuat kamu sakit”

Ayah semakin serius menatapku.

“Ayah tahu, anakmu saat ini sedang memerlukan biaya yang cukup lumayan untuk pendidikan mereka, belum lagi kebutuhan hidup saat ini tidak main-main !”

Aku hanya terdiam sambil merenung apa yang disampaikan beliau.

“Ayah hanya berharap, ditempat kerjamu saat ini

kamu bisa bertahan dan bekerja dengan baik, jangan sampai ada masalah, apalagi yang menyangkut perkara hukum”

Sambil mendengar nasehatnya, kutatap ayahku, rambutnya mulai memutih dan terlihat agak kurus.

“Sejak pindah kerumah yang baru jaraknya lumayan jauh dan memakan waktu lumayan lama yah, kadang badan ini terasa sangat letih jika sampai dirumah. Tapi bukan itu yang meyebabkan berat badanku agak turun yah”

Dengan datar aku menjawab pertanyaan dari kegelisahan beliau.

Perbincangan kami terhenti sesaat ketika Ibu datang menghampiri kami dan ikut ngobrol bersama pagi itu.

“Kamu sudah sarapan Syam ?”

Tanya Ibu.

“Sudah bu !”

Sahutku pelan.

“Semalam saat kamu pergi, ayahmu begitu khawatir melihat keadaamu Syam !“.

Ujar Ibu sambil duduk disampingku.

“Iya bu, baru saja Syam bercerita ke ayah tentang keadaan Syam saat ini”

Aku menjawab, lalu terdiam sejenak.

“Bagaimana kabar anak-anakmu Syam ?”

Tanya ibu mengalihkan topik perbincangan kami.

“Alhamdulillah bu, anak-anak sudah menyesuaikan dengan tempat yang baru”.

Matahari beranjak naik, orang-orang mulai berlalu lalang didepan rumah, kesibukan dipagi hari itu mulai mengeliat. Perbincangan kami terhenti saat aku pamit kepada kedua orangtuaku, Kucium tangan mereka, kepada Ibu kulayangkan ciuman dikedua pipinya dan diatas keningnya, lalu kupeluk ibu, rasanya tak ingin kulepas pelukanku pagi itu.

“Halo.. halo... halo Rat, ya ada apa ?” Kuhentikan laju motorku sejenak untuk mejawab panggilan telepon dari Ratna istriku.

Aku baru saja sampai didepan gang menuju jalan besar arah kekantor.

Terputus-putus suara Ratna di henponku

“ya, ada apa Rat ?”

Tanyaku saat berhenti mengendarai motor.

“Abang ada dimana, sudah dikantor ?”

“Belum, ada apa Rat ?”

Jawabku sambil bertanya balik

“Hari ini sewa rumah harus dibayar bang, tadi ibu Sapri sudah tanya ke aku”

“Ok, abang usahakan komisi yang kemarin sudah bisa diambil dikantor hari ini”

Jawabku serius sambil menghidupkan motorku lagi.

“Ya sudah dulu ya, abang mau jalan kekantor !”

Sambil melihat kendaraan dibelakangku, kembali kulanjutkan perjalanan pagi itu ketempat bekerja yang sedang bermasalah dan entah sampai kapan lepas dari pikiranku

“Pak Syamsul, baru sampai ?”

Tanya Nani Sekretaris bos, saat aku tiba dikantor.

“Iya bu, saya agak telat, ban motor saya bocor saat menuju kantor,

terpaksa saya harus tambal ban dulu”

Jawabku sebelum memasuki ruang kerja.

“Tadi Pak Hadi tanya tentang Bapak, apa sudah datang apa belum,

Pak Syamsul diminta keruang Pak Hadi sebentar ?”

Kata Nani ia menatap serius kepadaku, wajahnya terlihat sedikit tegang.

“Ok, saya akan kesana bu !”

Jawabku sambil berdiri dan berjalan menuju ruang kerja Pak Hadi, Bosku.

Saat menuju ruang bos, aku berfikir dan bertanda tanya,

kira-kira masalah apa yang akan beliau bicarakan denganku.

“Silahkan duduk Pak Syamsul !”

Sapa Pak Hadi, sambil berdiri.

“Ya pak, terimakasih” Jawabku sambil duduk berhadapan didepan mejanya.

“Sebagai pegawai yang cukup lama dikantor ini,

tentunya Pak Syamsul adalah orang yang cukup saya kenal,

Pak Hadi membuka pembicaraan denganku

“Ya pak, terimakasih !" Jawabku datar

“Beberapa hari ini, pak Syamsul tentunya merasakan suasana kantor kita,

dan Pak Syamsul juga bertanda tanya dengan keadaan ini”

Ujar bosku, melanjutkan pembicaraan kami pagi itu.

Tanpa terasa hampir satu jam aku berada diruang kerja bosku.

Pembicaraan kami selesai tak lama setelah bunyi telepon berdering di meja bosku,

dari sapaannya saat menjawab telepon, nampaknya Istri bosku yang menghubungi.

"Ada masalah apa bang ? "Tanya Pahlevi, rekan sejawatku, ia menghampiriku dengan mimik muka tegang dan setengah berbisik. “Nanti kita bicarakan saat makan siang saja ya Vi !” Sahutku, sambil duduk di ruang kerjaku.

Beberapa saat aku dan beberapa teman yang ada terdiam, kami duduk dimeja kerja masing-masing dengan segala pertanyaan yang berkecamuk dikepala.

Menjelang sore, kami semua yang ada dikantor saat itu diminta untuk masuk keruang rapat, karena bos akan mengadakan rapat darurat. Suasana sedikit tegang dan kami hanya diam saat memasuki ruang rapat.

“Bapak-bapak, Ibu-ibu yang saya hormati, terimakasih dengan kehadirannya dalam rapat yang saya adakan mendadak ini”

Demikian, Pak Hadi bos kami membuka rapat sore itu.

Sambil mendengar apa yang bos kami sampaikan, aku coba memandang rekan-rekanku, raut wajah mereka terlihat tegang, sedih dan cemas. Akupun tak sanggup menatap mereka, akhirnya akupun tertunduk.

“Dengan berat hati, saya harus sampaikan, mulai besok dan beberapa hari kedepan kantor kita akan tutup sementara dan menejemen juga akan merumahkan beberapa orang karyawan” Demikian yang disampaikan oleh Pak Hadi saat membacakan salah satu kesimpulan hasil rapat, sekalian menutup rapat sore itu.

Tepat jam lima sore, beberap pekerjaaan kuselesaikan dengan segera, aku berfikir sebaiknya semua tugasku kuselesaikan tuntas hari ini, karena mulai besok kami akan “diliburkan” sementara oleh pihak perusahaan.

Entah apa yang ada dalam pikiran kami masing-masing, saat menuju dan masuk lift untuk pulang, setelah ruang kantor ditutup tepat jam setengah enam. Kami masing-masing hanya terdiam sampai lift berhenti di loby gedung.

“Bang ngobrol dulu yuk, kita jangan pulang dulu bang, gimana bang ?”

Seru Hendri saat keluar dan berlalu dari lift

“Ya, boleh juga, banyak hal yang ingin kita bicarakan, dari hasil rapat tadi”

Sahutku sambil berjalan menuju warung kopi depan kantor tempat biasa kami kongkow-kongkow.

Taman-temanku yang lain juga setuju dengan saran Hendri, kami pun bergegas menuju warung kopi.

Selama duduk-duduk dan ngobrol, aku lebih banyak terdiam, sesekali aku menjawab dan menjelaskan kemungkinan-kemungkinan alasan perusahaan melakukan keputusan seperti yang dihasilkan dalam rapat tadi. Sesekali aku teringat apa yang kami bicarakan antara aku dan pak Hadi bosku pagi tadi. Banyak cerita yang penuh dengan tanda-tanya diselingi kemarahan atas aksi sepihak oleh perusahaan.

Hari mulai malam, kami pun siap-siap beranjak pulang.

“Ok teman-teman, walaupun besok kantor mulai diliburkan, besok kita kumpul lagi, nanti kita kontak-kontakan aja yah..!

Demikian kataku, sambil menyalami teman-temanku satu persatu.

Pertemuan diwarung kopi menjelang malam itu kami bubarkan dengan sejuta tanda-tanya.

Merasakan suasana pertemuan tadi, akupun membatin

“Malam ini aku harus pulang !” Sambil berjalan menuju parkiran motor.

Tak lama motorkupun melaju keluar komplek perkantoran, meninggalkan kantor yang penuh tanda-tanya(.)

Cikeas, Medio Mei 2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun