"Nasi Unti dengan Songkolo atau Sokko memang mirip, cuma yang membedakannya terletak pada isinya. Kalau Nasi Unti yang kita kenal di NTT ini hanya berisi serundeng kelapa parut yang dicampur gula aren, maka Songkolo atau Sokko itu memakai sedikit lauk seperti ikan teri atau ikan asin, atau ada juga yang menggunakan suwiran daging sapi beserta sambal. Tetapi, pada dasarnya semuanya tetap menggunakan serundeng kelapa," papar Anita.
Ia mengatakan, Nasi Unti di Royal Bakery and Cafe dibanderol terjangkau Rp 4 ribuan. Pelanggan utama pihaknya, sebut Femmy berasal dari berbagai kalangan, namun memang lebih didominasi diaspora Bugis-Makassar yang "ngidam" makan Songkolo.
Menurut Femmy, keberadaan penganan yang sudah dikenal umum di berbagai wilayah Nusantara, terutama didiami diaspora Bugis-Makassar, sangat digemari lantaran pembuatannya yang tidak ribet.
Ia sendiri tidak mengetahui persis riwayat Nasi Unti yang mulai populer di Kota Kupang, tetapi menurutnya semuanya tidak terlepas dari keterkaitan keberadaan para perantau yang berdomisili di NTT.
"Apalagi bahan-bahannya mudah diperoleh di berbagai daerah. Selain itu, Nasi Unti juga termasuk awet dan tidak cepat basi," paparnya.
Sementara itu, Manager Royal Bakery and Cafe Anita Anny saat ditemui di lokasi dan kesempatan yang sama, menambahkan Nasi Unti yang lebih populer disebut Songkolo di Makassar tidak hanya menggunakan bahan dasar beras ketan putih tetapi bisa juga ketan hitam tergantung selera penikmat kuliner.
"Bahan pembuatan Songkolo itu dari beras ketan, bisa ketan putih atau ketan hitam. Kemudian ketan dimasak sampai lunak selanjutnya ditaburi serundeng kelapa parut goreng, serta disajikan dengan lauk ikan teri kering maupun telur asin. Tidak lupa, Nasi Unti versi Songkolo wajib diberi sambal tumis," beber wanita yang berasal dari Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan ini.
Menurut Anita, Songkolo di Makassar sangat populer sehingga dapat disantap kapan saja.
"Ya, tidak hanya sebagai asupan makan pagi. Bahkan, orang-orang di sana kerap menyantapnya pada dini hari," imbuhnya
Oleh sebab itu, sebut Anita, di Makassar ada yang namanya "Songkolo Bagadang". Ini diambil dari kata "begadang".
"Artinya, Songkolo yang dijual hingga subuh atau dini hari bagi orang yang tengah begadang. Biasanya, Songkolo Bagadang dijual 24 jam para pemilik warung di sana. Nah, makanan ini banyak dikonsumsi orang yang bertugas malam seperti security dan sebagainya. Apalagi, ada event seperti pildun (piala dunia) seperti ini," tutup Anita.