(SOLUSI TUNTAS AKAR DARI AKAR MASALAH BERBANGSA & BERNEGARA)
Pernyataan Presiden SBY tgl 30 September 2014 untuk mengeluarkan PERPU untuk tetap memberlakukan kembali pemilihan langsung pilkada, layak kita sambut dan hargai, namun ini hanya menyelesaikan sebagian kecil saja, bukan solusi tuntas akar dari akar masalah berbangsa dan bernegara, bahkan sejak 1945 dibandingkan dengan rekan di Asia Timur (Jepang, Korea, Cina, Singapura, Malaysia, dll) Indonesia tidak pernah berhasil memiliki pemerintahan produktivitas tinggi yang merepresentasikan orang Indonesia terbaik dan program terbaik bagi kepentingan publik, karena dipenuhi oleh pertikaian politik dalam negeri (terakhir skenario berpotensi “chaos” Koalisi Merah Putih mengganjal Jokowi-JK) & perebutan kekayaan negara oleh asing. Ada perkiraan kekayaan SDA Indonesia ± USD 40 triliun, GDP Indonesia ± USD 1 triliun/tahun, APBN ± USD 200 miliar/tahun.
Disisi lain, Indonesia dan banyak negara di dunia dicemaskan pada lima defisit besar berskala global (“PANCA DARURAT”), membahayakan keamanan nasional & berpotensi bom waktu menenggelamkan negara: defisit minyak/energi & pangan (ketergantungan impor), defisit air & lingkungan; defisit APBN; defisit moral/etika/korupsi dan defisit politik (defisit politik penyebab utama defisit lainnya).
Coba kita simak Mukadimah UUD 1945 paragraf yang terkait langsung;
............. Kemudian dari pada itu untuk MEMBENTUK SUATU PEMERINTAH Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk MEMAJUKAN KESEJAHTERAAN UMUM, MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA, DAN IKUT MELAKSANAKAN KETERTIBAN DUNIA yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Praktis semua tidak dilaksanakan, padahal Mukadimah UUD 1945 memerintahkan: membentuk suatu pemerintah untuk kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan perdamaian dunia. Kedaulatan tertinggi rakyat dinyatakan didalam pernyataan: ....Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Bisa diartikan negara menghendaki agar rakyat menggunakan kedaulatan tertinggi yang dimilikinya untuk bermusyawarah menyelesaikan masalah apapun, yang kalau tidak tercapai kesepakatan dapat melakukan jalan lain misalnya voting. Ini juga bisa berarti bahwa rakyat mempunyai kedaulatan tertinggi untuk mengurus kepentingannya sendiri TANPA HARUS SELALU MELALUI WAKIL RAKYAT. Dengan kata lain rakyat berhak untuk memutuskan sendiri sistem politik yang terbaik tanpa melalui wakil rakyat, demi terwujudnya pemerintahan yang produktif menghasilkan keadilan dan kesejahteraan umum secepat-cepatnya secara berkesinambungan.
Untuk membentengi kepentingan rakyat, maka rakyat dapat menggunakan kedaulatan tertingginya melalui dua tahapan: pertama tahapan mekanisme PASKA PEMILU melalui REFERENDUM NASIONAL dan kedua tahapan mekanisme MASA PEMILU. Melalui mekanisme Paska pemilu, ke depan rakyat menentukan sistem negara yang paling produktif dan terbaik untuk mampu menyaring warga Indonesia terbaik (pekerja keras, jujur, punya integritas dan cerdas) untuk duduk dalam paket pemerintahan solid dan terpadu serta rakyat menyaring program kerja pejabat publik yang disiapkan jauh sebelumnya. Bilamana sistem negara terbaik telah diperdebatkan oleh para ahli, dan disosialisasikan, maka sistem politik (UU Politik baru) ini disepakati oleh seluruh rakyat melalui referendum nasional. Tahapan berikutnya berdasarkan UUD/UU Politik yang baru tersebut, maka dilaksanakan tahapan pemilu paket pemerintahan produktivitas tinggi. Paket mensyaratkan partai/koalisi partai/non partai/koalisi non partai mengajukan paket pemerintahan, misalnya paket presiden, wakil, menteri-menteri, bupati/wali kota beserta program tertulis dan terpadu, yang disosialisasikan terlebih dahulu selama tiga atau enam bulan, untuk dipilih dan dilegitimasi final oleh seluruh warga negara pemilih.
Untuk merancang sistem negara dimaksud, kita perlu belajar dari bangsa maju terutama lima dekade terakhir: kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh lima hal utama (“PANCA STRATEGI”) yaitu: pertama produktifitas politik yang tinggi dari penyelenggara negara hasil saringan sistem kepartaian, sistem pemilu, sistem tata kelola negara yang terbaik; kedua produktifitas masyarakatnya yang tinggi ( society productivity) yang bercirikan pekerja keras, punya integritas dan cerdas, hasil sistem pendidikan kelas dunia; ketiga produktivitas tinggi ekonomi (economic productivity) hasil dari kebijakan politik ekonomi penyelenggara negara; keempat adalah strategi incorporated yang mendahulukan keberpihakan nasional (national interest), menghasilkan barang jasa berdaya saing untuk pasar global. Kelima partisipasi dan dukungan rakyat, seluruh pejabat publik dalam paket pemerintahan dipilih oleh seluruh warga negara (bukan oleh warga daerah setempat saja), sehingga kesatuan NKRI yang sangat plural semakin kokoh/tidak gampang terpecah. Sayangnya kelima faktor strategis diatas praktis tidak dimiliki oleh Indonesia. Bisa dikatakan Panca Strategi merupakan penerapan nilai-nilai Pancasila yang kontekstual jaman.
Bagaimana kontrol terhadap pemerintahan dilakukan ?
Pada prinsipnya kedaulatan tertinggi tetap terjaga utuh ditangan rakyat tanpa diwakilkan kepada siapapun termasuk tidak diwakilkan kepada institusi politik penyelenggara negara. Rakyat memilih pemerintah beserta program yang terbaik saja, pemerintah berfungsi sebagai kontraktor pelayan rakyat untuk melaksanakan program yang sudah disahkan warga negara pada hari pemilu. Pada prinsipnya penyelenggaraan pemerintahan dan pengawasannya dilaksanakan sepenuhnya oleh warga negara sebagai pemilik kekayaan negara/sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, sesuai amanat hampir disemua konstitusi di dunia. Namun dalam praktek kesehariannya, rakyat dengan kedaulatannya menunjuk lembaga yang menjalankan fungsi pemerintahan dan fungsi pengawasan. Katakanlah lembaga MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) yang menjalankan fungsi pengawasan, terdiri dari utusan daerah dan utusan golongan serta wakil partai yang memenangkan pemilu paket pemerintahan. PARTAI YANG KALAH DALAM PEMILU TIDAK DUDUK DI DALAM LEMBAGA PEMERINTAH & MPR. MPR dapat menunjuk komisi ahli untuk bekerjasama dengan sektor-sektor terkait dalam pemerintahan ditingkat pusat. Ditingkat daerah MPR dapat menjalankan fungsinya sebagai MPR Daerah propinsi, yang terdiri dari utusan daerah dan utusan golongan kabupaten beserta utusan partai yang memenangkan pemilu (MPR Daerah kabupaten tidak diperlukan).
Fungsi MPR/MPRD terutama adalah memberikan dukungan kepada pemerintah pusat & daerah serta pengawasan sekaligus, agar program paket pemerintahan yang sudah disahkan oleh rakyat dapat berjalan lebih lancar. MPR/MPRD tidak dimaksudkan untuk menghambat realisasi program rakyat tersebut, artinya MPR/MPRD merupakan partner pemerintah untuk mempercepat realisasi program, bukan oposisi pemerintah.