Mohon tunggu...
Muhammad Arifin Effendi
Muhammad Arifin Effendi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Teknik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengatasi Problematika Pengangguran pada Sekolah Vokasi dengan Kerjasama Bilateral RI - Jerman

18 Juli 2016   06:02 Diperbarui: 4 April 2017   17:47 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tingkat Pengangguran Berdasarkan Pendidikan (bps.go.id)

Sekolah Menengah Kejuruan atau yang biasa disebut SMK adalah salah satu bagian terpadu dari Sistem Pendidikan Nasional. Institusi pendidikan ini, mempunyai peranan penting untuk menyiapkan dan mengembangkan tenaga kerja yang siap pakai baik di skala industri maupun industri skala mikro seperti Usaha Kecil Menengah atau UKM.[1]

Tujuan pendidikan menengah kejuruan sendiri seperti yang diatur oleh peraturan pemerintah No.29 tahun 1990 adalah; mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap professional. Oleh karena tujuan itu, peraturan pemerintah juga mengatur bahwa program – program pada sekolah menengah kejuruan hendaknya disesuaikan dengan jenis – jenis lapangan kerja.

Sayangnya meskipun mempunyai sejarah yang panjang dan program – program yang disesuaikan dengan jenis – jenis lapangan kerja, tujuan utama dari pendidikan sekolah menengah kejuruan ini tampaknya belum bisa tercapai. ¬Menurut data tingkat pengangguran untuk Agustus dan Februari 2014 dan 2015 dari Badan Pusat Statistik (BPS), sekolah menengah kejuruan atau SMK meskipun merupakan sekolah yang menyiapkan tenaga siap pakai, adalah salah satu institusi pendidikan yang paling tinggi persentase tingkat penganggurannya.


Menurut Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan Badan Pusat Statistik (DSKK BPS) Razali Ritonga, lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) paling banyak yang menganggur karena kesulitan mencari pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya[2] . Selain itu, salah satu faktor lain yang menyebabkan sulitnya lulusan SMK bersaing adalah karena kurangnya kemampuan kognitif yang dinilai dari nilai ujian. Hal ini menurut Chen (2009), menyebabkan lulusan sekolah menengah kejuruan Indonesia hanya bisa memasuki sektor – sektor yang digolongkan sebagai sektor “kesempatan kedua”.[3]

Berangkat dari permasalahan – permasalahan diatas, Mendikbud Anies Baswedan baru – baru ini menjajaki kerjasama bidang pendidikan vokasi antara Indonesia dan Jerman. Dengan tujuan utama untuk meningkatkan kualitas dan keahlian lulusan SMK, Mendikbud nantinya akan mendatangkan professional – professional dari Jerman untuk terjun melatih sekolah – sekolah kejuruan di seluruh daerah Indonesia.

Awalnya ide kerjasama ini dicetuskan oleh presiden Jokowi saat kunjungan kerja ke Jerman April yang lalu. Dalam kunjungan tersebut, menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, presiden Jokowi selain membahas masalah – masalah yang berkaitan dengan ekonomi dan investasi, presiden sangat menekankan masalah kerjasama pendidikan vokasi RI-Jerman. Menurut presiden Jokowi, salah satu tujuan kerjasama ini adalah agar sumber daya manusia Indonesia memiliki daya saing dalam menghadapi persaingan pada era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dimulai sejak tahun 2015 .[4]

Alasan utama kenapa harus kerjasama dengan Jerman, menurut Mendikbud Anies Baswedan, karena Jerman salah satu Negara di dunia yang sangat sukses dalam menyelenggarakan pendidikan vokasi dengan program yang disebut duales system dari mulai tingkat sekolah menengah (Berufsschule) hingga tingkat perguruan tinggi (Fachhochschule). Kesuksesan ini dapat dilihat dari menurunnya tingkat pengangguran Jerman dari tahun ke tahun dan meningkatnya tenaga kerja ahli untuk berbagai macam sektor pekerjaan. [5]


Melalui kerjasama ini, nantinya Jerman dengan Senior Experten Service (SES) nya, akan mengirimkan ahli – ahli dari Jerman untuk melatih pelajar – pelajar sekolah menengah kejuruan yang tersebar di seluruh Indonesia sesuai dengan keahlian masing – masing. Selain itu, Mendikbud juga akan mempelajari dan mencoba menerapkan dual system pendidikan vokasi Jerman untuk diaplikasikan di sekolah – sekolah vokasi di Indonesia.[6]

Dengan kerjasama RI – Jerman ini, harapannya tingkat pengangguran lulusan SMK yang berada di kisaran 1,2 – 1,4 juta dapat turun pada tahun – tahun berikutnya. Selain itu, dengan adanya bimbingan dan pelatihan dari profesional, lulusan SMK diharapkan mempunyai keterampilan kerja dan pengetahuan dasar serta logika yang kuat untuk menghadapi dunia kerja.

Tentu saja kerjasama ini bukan solusi tunggal untuk menyelesaikan problematika pengangguran siswa lulusan SMK, masih perlu dicari solusi agar muncul keterkaitan yang kuat antara sekolah vokasi sebagai penyiap tenaga kerja dengan industri – industri maupun ukm – ukm sebagai penampung utama tenaga kerja. [Muhammad Arifin]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun