Mohon tunggu...
Efendy Naibaho
Efendy Naibaho Mohon Tunggu... Wartawan -

www.formatnews.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Darurat Narkoba!

15 Februari 2015   15:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:09 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

HARI-hari ini ujian berat bagi Indonesia setelah Presiden Jokowi tidak bergeming  dan memastikan akan menolak semua grasi yang diajukan dalam kasus narkoba dengan mempertimbangkan dampak negatif yang merugikan bangsa akibat penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
"Ada 64 yang sudah diputuskan (hukuman mati), mengajukan grasi, saya pastikan semuanya saya tolak, tidak akan," kata Jokowi dalam Munas II Partai Hanura di Solo, Jumat malam seperti disiarkan antaraNews.
Kita memang tidak harus gentar meskipun mendapatkan tekanan dari berbagai pihak termasuk PBB, NGO, hingga mendapatkan surat Amnesti Internasional. KIta harus tegas dan tegar soal narkoba ini. Indonesia tentu tidak akan mau hancur gara - gara narkoba. Kita tidak ingin anak  bangsa kita mati sia-sia. Merdeka (dari narkoba) atau Mati (gara-gara narkoba)  harus kita dengungkan.  Untuk apa Mati demi Narkoba? Merdeka atau Mati saja melawan narkoba. Bukankah lebih bagus jika uangnya ditabung saja di bank.....Dalam berbagai stetmen Pemerintah yang sudah menyatakan Indonesia Darurat Narkoba, setiap hari ada  50 orang meninggal karena narkoba sehingga dalam setahun jumlahnya mencapai 18.000 orang meninggal karena narkoba. Lima puluh orang itu apakah tidak angka yang luar biasa?  Meninggal setiap hari pula...........
Kemudian, dari fakta yang ada, tangkapan pihak berwenang apakah polisi, bea cukai atau penegak hukum lainnya, jumlahnya tidak lagi bilangan gram, semuanya kilo (gram) atau ton.  Sekali lagi: luar biasa.Mengapa hukuman mati? Lantas,  hukuman apa yang harus diberikan? Bukankah putusan itu dihasilkan di dalam persidangan yang sudah menjadi putusan pengadilan? Presiden Jokowi kan hanya melaksanakan saja untuk dieksekusi? Eksekusi mati yang dijatuhkan kepada terpidana kasus narkoba sering kali tidak segera dilaksanakan sehingga efek jera tidak segera dirasakan. Bukankah malah sebaliknya yang terjadi,  yang di dalam mengatur dan memenej peredaran narkobanya? .
Maju terus Pak Jokowi, karena selain belasan ribu orang meninggal karena narkoba tapi juga jutaan lainnya yang harus direhabilitasi selain ada 1,2 juta orang yang sudah tidak bisa direhabilitasi lagi.

Usul saya, bagi yang tidak dihukum mati, tempatkan di lapas yang berbeda. Misalnya terpidananya ditangkap -- tkp-nya  atau amatnya di Jakarta, penjarakan di Pontianak. Kalau tertangkap di Medan dan disidangkan di Medan, ditahan di Bali atau semuanya dipenjarakan di Nusakambangan, jangan berbaur dengan tahanan lainnya yang tidak terkait narkoba.

Bagi oknum aparat yang ikut membantu, seperti juga diusulkan Henry Yosodiningrat, dimasukkan ke dalam sindikatnya dan dihukum berat misalnya memberi peluang penggunaan handphone dan lainnya. Dan, Nusakambangan sebagai lapas khusus narkoba harus benar - benar  tidak mempunyai jaringan telefon apapun.

Kampung - kampung narkoba dan tempat narkoba, misalnya Kampung Kubur di Medan, harus segera dikubur dalam - dalam dan jadikan sebagai Kampung Sejahtera. Meamng harus dipertanyakan, selama ini kok bisa aman - aman saja..... Tapi dengan ketegasan Presiden Jokowi sekarang, hanya satu kata saja: Ganyang Narkoba !!!

Gubernur, bupati dan walikota se-Indonesia juga harus aktif, berikan bantuan fasilitas kepada aparat kepolisian untuk lebih bebas bergerak, bantu BNN untuk operasionalnya dan lsm - lsm terkait. Jangan kerja rutin saja. Satu lagi, bangun gedung  rehabilitasi narkoba. Kalau belum punya anggaran, tiap rumah sakit wajib menyediakan kamar khusus rawat inap narkoba. Jika ada wakil rakyat yang tidak mendukung anggaran untuk narkoba ini, perlu ditanya baik - baik apa masalahnya, kita kan sudah Darurat Narkoba!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun