Mohon tunggu...
Efendi Ari Wibowo
Efendi Ari Wibowo Mohon Tunggu... -

Mahasiswa PKnH FISE UNY 2009

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pancasila di Tengah Ideologi Tertutup dan Terbuka

28 Juni 2011   02:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:07 4206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ideologi dalam arti luas dipergunakan untuk segala kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar, dan keyakinan-keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif (Franz Magnis Suseno, 2003: 366). Ideologi juga merupakan gagasan dan nilai yang secara mutlak mau menentukan bagaimana manusia harus bertindak dan hidup. Kenyataanya ideology, dibedakan menjadi ideology tertutup dan ideology terbuka.

Ideologi tertutup cenderung lahir dari cita-cita atau gagasan sebuah kelompok , mendasari sebuah kerangka pikir untuk mengubah sekaligus memperbaharui masyarakat. Ideologi ini bersifat totaliter. Kekuasaannya terletak pada segelintir elit. Kekuasaan ini pun di legitimasi dengan klaim sebagai pengemban kemurnian ideologi. Klaim ini juga terjadi atas penafsiran, pengetahuan, pemahaman dan penerapan. Hal ini memungkinkan untuk memaksa warga negara tunduk tanpa kecuali, atas dasar kesetiaan. Mempersoalkannya dianggap sebagai subversive.

Pada ideologi terbuka gagasan dan cita-citanya digali dari rahim kekayaan nilai, moral, dan budaya masyarakat sendiri. Tidak ada paksaan dari luar. Dasarnya merupakan consensus masyarakat dan bukan gagasan segelintir orang. Artinya ideology terbuka ditemukan masyarakat sendiri. Tidak diciptakan negara. Pembenaran ideology ini tidak sekedar oleh segelintir elit, melainkan dibutuhkan warga negara.

Ideolgi terbuka inilah yang mendasari falsafah negara. Warga negara tidak terenggut hak-haknya akan tetapi memupuk masyarakat bertanggung jawab terhadap falsafahnya. Begitu pula bagi adat, kepercayaan, dan agama harus menerimanya. Tidak ada keistimewaan tertentu jika memang tidak representative bagi seluruh masyarakat untuk di masukkan dalam philosofische grondslag.

Pancasila dan Gotong-royong

Pranarka, (1985: 31-33) menginventarisasi pula dari naskah pidato Soekarno 1 Juni 1945 yang dikenal dengan "Pidato Lahirnya Pancasila", Soekarno mengartikan pancasila sebagai "Philosofische grondslag" dan "Welttanschauung" bagi Indonesia merdeka. Kedua intilah itu menunjuk pada fundamen , filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan Indonesia merdeka. Pancasila terdiri atas: 1. Kebangsaan Indonesia, 2. Internasionalisme, atau peri kemanusiaan, 3. Mufakat atau demokrasi, 4. Kesejahteraan sosial dan, 5. Ketuhanan Yang Maha Esa. Pilihan kedua, yaitu trisila(sosio-nasionalisme, sosio demokrasi dan Ketuhanan). Pilihan ketiga yaitu Eka sila(gotong-royong) (Jurnal Filsafat Wisdom, 2007: 154).

Dari fakta sejarah tersebut dapat digaris bawahi bahwa ruh atau inti yang ditekankan adalah gotong-royong. Dimana semangat kolektifitas sebagai dasar berbangsa dan bernegara kita. Tetapi perlu diingat pancasila bukan sekedar alat pemersatu bangsa. Demikian juga gotong-royong bukan sebagai pilihan pengganti pancasila melainkan ruh atau inti dari pancasila itu sendiri.

Dengan kata lain, dasar dari semua sila pancasila adalah gotong-royong. Maknanya adalah: prinsip ketuhanan harus berjiwa gotong-royong (ketuhanan yang berkebudayaan, yang lapang dan toleran). Prinsip internasionalismenya harus berjiwa gotong-royong (yang berperikemanusiaan dan berkeadilan). Prinsip kebangsaaanya yang berjiwa gotong-royong (mampu mengembangkan persatuan dari aneka perbedaan, "Bhineka Tunggal Ika"). Prinsip demokrasi juga harus berjiwa gotong royong (mengembangkan musyawarah mufakat). Prinsip kesejahteraan pun harus besifat gotong-royong (menembangkan partisipasi dan emansipasi dibidang ekonomi dengan semangat kekeluargaan) (Kompas, 13/5).

Sudah selayaknya menilik kembali idiologi bangsa ini. Pancasila sebagai falsafah bangsa jika diterapkan secara benar dapat menjembatani dan meredam adanya radikalisme agama, chauvinism, otoritarianisme, dan kapitalisme ekonomi. Maka sepantasnya bangsa indonesia tanpa terkecuali, kembali menjadikan pancasila sebagai ideology terbuka, ideology yang hidup dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun