Harus butuh izinan hak paten? Sebagaimana yang dipolemikkan dalam kolom Kompas (Sabtu, 8/8/20) dengan dalil telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016. Apakah slogan yang digunakan oleh Mas Nadiem, saat Mas Nadiem menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan merupakan sebuah teori baru dalam pendidikan?
Mungkinkan slogan "merdeka belajar" merupakan hasil kajian penelitian Mas Nadiem untuk menilai pergumulan pendidikan di Indonesia sebelum Mas Nadiem menjadi Menteri?
Untuk apa tokoh pendidikan Indonesia yang pernah terlahir yang kini telah parkir, Ki Hajar Dewantara menggaungkan pendidikan yang memanusiakan manusia muda? Apakah sama maknanya slogan "merdeka belajar" dengan spirit pergerakan pendidikan Indonesia pada masa Ki Hajar Dewantara? Apakah spirit dan atau slogan sama kajiannya dengan sebuah kajian teori pendidikan.
Merdeka belajar dalam slogan Mas Nadiem sebenarnya mau menekankan teori belajar, teori kepemimpinan, teori manajemen dalam pendidikan? Bukankah slogan yang disampaikan oleh Mas Nadiem merupakan sebuah dorongan, motivasi inspiratif untuk membakar jiwa dan semangat para pemangku kepentingan di bidang pendidikan untuk terus menggiatkan pemerdekaan pendidikan yang pernah digaungkan pula oleh Paulo Freire (1978).
Kapan kita meminta izin hak paten kepada paulo Freire, saat kelompok akademisi menggunakan gagasannya dan konsep pemerdekaan pendidikan yang pernah digaungkannya? Bukankah lembaga pendidikan termasuk non-profit?
Apakah slogan "merdeka belajar" Mas Nadiem merupakan sebuah tesis yang menjiplak pemikiran orang lain? Apakah Mas Nadiem tidak membuat parafrase konsep pemikiran tersebut, supaya tidak dinilai plagiasi atau auto-plagiasi?
Berapa besar keuntungan Mas Nadiem menggunakan slogan "merdeka belajar", yang katanya hasil jiplakan hak paten orang lain? Â Bukankah konsep "merdeka belajar" sejalan dengan slogan "memanusiakan manusia muda"-ya Ki Hajar Dewantara, "pemerdekaan pendidikan"-nya Paulo Freire, dan atau "cogito ergo sum"-nya Rene Descartes, dan "non scolae vita discimus"-nya Saneca?
Mengapa kita kurang pandai membedah arah pendidikan  Indonesia, dengan memikirkan bersama mau di bawa ke mana pendidikan Indonesia di era revolusi industri 4.0. Kita mestinya mencari dan terus menggali dan saling mendukung untuk menemukan cara baru memajukan pendidikan Indonesia. Mengapa kita hanya meributkan soal slogan saja?
Slogan atau istilah boleh sama, tetapi konteks penggunaan slogan tersebut yang perlu dikaji lebih jauh. Siapa saja boleh menggunakan slogan "merdeka belajar", tetapi arah dan spirit yang terkadung di dalamnya tidak sama yang dipahami setiap orang.
Karena itu, yang perlu dikaji adalah eksistensi pendidikan, eksistensi belajar, dan eksistensi konteks dan tujuan pendidikan, bukan eksistensi keberadaan Mas Nadiem menjadi Menteri Pendidikan.
Karena menjadi Menteri adalah jabatan yang dipercaya, bukan jabatan yang bebas atau merdeka atau sesuka hati untuk dipegang, sehingga tidak perlu diragukan atau dicari-cari alasan  untuk mempatenkan jabatan Menteri Pendidikan dengan mempermasalahkan "slogan", karena slogan bukan termasuk teori pendidikan.