Mohon tunggu...
Efatha F Borromeu Duarte
Efatha F Borromeu Duarte Mohon Tunggu... Dosen - @Malleumiustitiaeinsitute

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Teguran di Balik Tahta Keadilan: Putusan MK dan Sengkarut Proses Hukum

3 November 2023   11:19 Diperbarui: 3 November 2023   12:00 1120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pedang Lady Justice Dicuri (Ilustrasi DALL-E 2)

Sobat!


Pada kanvas historis dan intelektual Michel Foucault, realitas kekuasaan tidak pernah monolitik tapi merupakan sebuah jalinan kompleks yang membentang melalui dan di dalam institusi-institusi, mengambil bentuk yang sangat konkret dan seringkali halus. Di tengah wacana kekuasaan Foucaultian, Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia, sebagai pengawal supremasi konstitusi, menjadi subjek analisis yang krusial. MK berdiri di persimpangan jaringan kekuasaan ini, mengemban tugas ganda sebagai penjaga hukum dan pelindung integritas konstitusional sambil berusaha menavigasi dan mempengaruhi relasi-relasi kekuasaan yang terus berubah.


Konsep 'biopolitik', yang memfokuskan pada pengelolaan populasi dan kehidupan oleh kekuasaan negara, memberikan lensa yang kaya untuk memeriksa bagaimana MK, dengan kekuasaan konstitusional yang dipunyainya, mengintervensi dalam dinamika sosial dan politik yang mempengaruhi hidup individu dan kolektif di Indonesia. Lebih lanjut bagaimana MK menjalankan fungsi dan peranannya di tengah gempuran politik menjadi tema utama dalam kaleidoskop demokrasi neo-transisional Indonesia? Mari kita telusuri!


MK sebagai Mercusuar Integritas

Michel Foucault, seorang filsuf dan teoretikus sosial Prancis, telah memberikan kita kacamata untuk melihat kekuasaan tidak sebagai sesuatu yang dimiliki, tetapi sebagai sesuatu yang dilakukan dan dijalankan melalui praktik-praktik sosial. Perspektifnya yang radikal mengungkapkan bagaimana lembaga-lembaga pemerintah, termasuk Mahkamah Konstitusi (MK), tidak hanya sebagai pelaksana hukum, tetapi juga sebagai arena di mana kekuasaan dan pengetahuan bertemu dan saling mempengaruhi. Melalui lensa 'gouvernementalit' Foucault, kita diajak untuk memahami MK tidak hanya sebagai institusi pengadilan konstitusi tetapi juga sebagai entitas yang mengatur kehidupan politik dan sosial, menciptakan 'kebenaran' hukum dan keadilan yang kemudian menjadi pijakan bagi tata kelola negara.

Pada akhirnya, realitas tidak semanis teori. MK dianggap terjerat dalam 'permainan kebenaran', di mana keadilan yang harusnya menjadi suar tidak terdistorsi malah terperangkap dalam jaringan kompleks kekuatan sosial-politik. Dalam tatanan yang dipenuhi kekuasaan eksternal ini, MK dihadapkan pada tantangan monumental: bagaimana mempertahankan ordo-keadilan yang murni di tengah hegemoni politik yang berusaha membentuk dan terkadang memutarbalikkan pengetahuan hukum dan praktek peradilan. Sejauh mana MK dapat bertahan sebagai mercusuar integritas dalam menerangi kegelapan praktik kekuasaan, itulah ujian yang harus dijawab dalam dinamika demokrasi kontemporer Indonesia.

Luapan Kritik Pakar Hukum Terhadap Kesalahan Putusan MK

Dalam kerangka pemikiran Michel Foucault, kekeliruan dan kesalahan prosedural bukan hanya merefleksikan kesempatan yang terlewat atau kegagalan teknis, melainkan juga menandakan dinamika yang lebih mendalam dan terkadang tersembunyi dalam sistem keadilan itu sendiri. Kesalahan yang muncul dalam keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang kerap ditemukan dan dikritisi oleh para pakar hukum, menawarkan jendela bagi kita untuk mengintip bagaimana kekuasaan dan pengetahuan saling berinteraksi dalam memproduksi apa yang Foucault sebut 'ketidaktahuan'. 

"Kesalahan-kesalahan ini tidak semata-mata berakar pada kesalahpahaman atau ketidaksengajaan; mereka sering kali adalah produk dari struktur kekuasaan yang rumit, yang tidak hanya menghalangi pengetahuan tetapi juga melahirkan kesempatan bagi penyimpangan."

Pandangan ini memungkinkan kita untuk memandang kekeliruan yang terjadi bukan hanya sebagai masalah individu atau kelalaian, tetapi sebagai bagian dari 'ritual kekuasaan' yang lebih besar---sebuah permainan dimana kekuasaan menegaskan dirinya melalui birokrasi dan prosedur, kadang kala sampai pada titik memproduksi kesalahan tersebut. Kritik yang disampaikan oleh Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi tidak hanya menggarisbawahi kelemahan operasional, tetapi juga membuka diskusi mengenai bagaimana kekuasaan dalam praktik peradilan di Indonesia beroperasi, menginformasikan, dan terkadang mengaburkan keadilan itu sendiri.


Michel Foucault (Ilustrasi DALL-E2)
Michel Foucault (Ilustrasi DALL-E2)
Kontroversi dan Tantangan Keadilan: Analisis Putusan MK Melalui Lensa Foucault


Kesalahan prosedural yang terjadi dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia mengenai batas usia calon presiden dan wakil presiden mengungkap celah dalam 'ritual kekuasaan' peradilan yang Foucault telah kaji. Permasalahan yang terjadi dalam kasus Nomor 90/PUU-XXI/2023 menyoroti bagaimana 'microphysics of power', istilah yang dipopulerkan oleh Foucault, beroperasi dalam institusi hukum dan menghasilkan 'ketidaktahuan' atau non-savoir yang disengaja dalam sistem.

Menurut Foucault, kebenaran bukanlah nilai yang tetap tetapi produk dari relasi kekuasaan; ini tercermin dalam bagaimana MK menavigasi dalam diskursus hukum yang dikondisikan oleh berbagai kepentingan politik dan media. Kesalahan administratif yang diakui oleh MK dan perbaikan yang dilakukan dalam sidang klarifikasi tidak hanya merupakan refleksi dari 'ketidaktahuan' institusional, tetapi juga dari cara-cara di mana 'kebenaran' hukum direproduksi dan dikontrol dalam lingkup peradilan.

Foucault juga menyoroti bagaimana praktik-praktik sosial dan institusional membentuk 'dispositif' kekuasaan, yang dalam kasus ini, dapat melibatkan upaya politik untuk mempengaruhi keputusan hukum yang mempunyai dampak signifikan terhadap pemilihan umum mendatang. Tidak hanya proses hukumnya yang terkontaminasi, tetapi juga legitimasi dari putusan tersebut menjadi pertanyaan, sejauh mana mereka terpisah dari 'jeux de vrit' politik.

Polemik ini menggarisbawahi perlunya transparansi dan pertanggungjawaban dalam prosedur hukum MK untuk mempertahankan kepercayaan publik dan otoritas moral. Sebagai lembaga yang ditugaskan untuk mengawal konstitusi, MK dihadapkan pada tantangan untuk menjunjung tinggi keadilan yang tidak terkontaminasi oleh kepentingan politik atau kekuasaan sosial-politik lainnya.

Melalui perspektif Foucault, kontroversi di MK ini menjadi contoh bagaimana hegemoni dan taktik kekuasaan dapat menyusup dan mengatur sistem peradilan, memperlihatkan pentingnya vigilance yang konstan terhadap mekanisme internal dan eksternal yang bisa mempengaruhi integritas keadilan konstitusional. Dalam konteks ini, MK harus secara aktif melawan 'ritual kekuasaan' yang menyebabkan distorsi 'kebenaran' hukum dan bekerja menuju pemulihan dan penguatan prosedur dan praktik hukum yang mampu menahan gempuran kekuasaan eksternal.

Penjaga Demokrasi dalam Badai Politik


Dari perspektif Foucault, MK berdiri sebagai 'bio-penjaga' dalam mekanisme biopolitik demokrasi, mengatur dan mempengaruhi proses kehidupan politik nasional (Foucault, 1976). Tantangan yang dihadapi MK dalam menjaga integritas adalah manifestasi dari pertarungan konstan dalam relasi kekuasaan dan pengetahuan. Dalam perjuangan ini, MK harus senantiasa waspada terhadap 'teknologi kekuasaan' yang berusaha mendefinisikan dan mendistorsi keadilan dan hukum (Foucault, 1988). Sebagai bagian dari tanggung jawab kolektif, masyarakat harus kritis dan waspada terhadap bagaimana kekuasaan diproyeksikan dan diinternalisasi melalui MK dan institusi lainnya.


Referensi:

Foucault, M. (1975). Surveiller et punir: Naissance de la prison [Discipline and Punish: The Birth of the Prison]. Paris: Gallimard.
Foucault, M. (1976). La volont de savoir [The History of Sexuality, Volume 1: An Introduction ]. Paris: Gallimard.
Foucault, M. (1977). Discipline and Punish: The Birth of the Prison. New York: Pantheon Books.
Foucault, M. (1978). Dispositive der Macht: ber Sexualitt, Wissen und Wahrheit [The History of Sexuality: The Will to Knowledge]. Berlin: Merve Verlag.
Foucault, M. (1980). Power/Knowledge: Selected Interviews and Other Writings, 1972-1977. New York: Pantheon Books.
Foucault, M. (1988). Technologies of the Self: A Seminar with Michel Foucault. London: Tavistock Publications.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun