Mohon tunggu...
Efatha F Borromeu Duarte
Efatha F Borromeu Duarte Mohon Tunggu... Dosen - Ilmu Politik Unud, Malleum Iustitiae Institute

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menghargai Manusia sebagai Individu: Menghindari Biopower Tidak Sehat di Indonesia

3 Januari 2023   13:44 Diperbarui: 3 Januari 2023   13:51 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Giorgio Agamben. Sumber gambar: https://dribbble.com/shots/2049942-Agamben-and-Politics 


Biopower yang tak sehat! 

Itulah istilah yang digunakan oleh filsuf Giorgio Agamben untuk menggambarkan sistem ekonomi yang menuntut orang untuk bekerja jumlah jam yang tinggi tanpa memperhatikan risiko kesehatan yang terkait. "Biopower" sendiri merupakan istilah yang digunakan dalam ilmu sosial dan politik untuk menggambarkan kekuatan yang dihasilkan dari kegiatan biologis manusia, seperti produksi makanan, perawatan kesehatan, dan pertanian. 

Menurut Agamben, manusia harus dianggap sebagai individu yang memiliki hak-hak asasi yang harus dihormati, bukan sekadar sumber produktivitas dan efisiensi. 

Karenanya, negara harus memberikan batasan yang wajar terkait jumlah jam kerja yang diizinkan, serta memberikan jaminan waktu luang yang cukup bagi pekerja/buruh untuk menjaga kesehatan dan kesejahteraan mereka.

Data dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menunjukkan bahwa negara-negara di mana orang-orang bekerja jumlah jam terbanyak per tahun adalah Meksiko, Costa Rica, dan Korea Selatan, dengan rata-rata sekitar 2.250 jam kerja per tahun. Negara-negara lain di mana orang-orang bekerja jumlah jam yang tinggi per tahun termasuk Yunani, Chile, dan Polandia, dengan sekitar 2.000 jam kerja per tahun. 

Meskipun sulit untuk membandingkan jumlah jam kerja saat ini dengan jumlah jam kerja seratus tahun yang lalu karena cara kerja terorganisir dan jenis pekerjaan yang tersedia telah banyak berubah, secara umum diyakini bahwa orang-orang di negara-negara maju bekerja kurang jam per tahun saat ini dibandingkan dengan seratus tahun yang lalu. Hal ini disebabkan oleh implementasi hukum dan regulasi kerja yang menetapkan batas jumlah jam yang dapat dikerjakan, serta ketersediaan waktu luang dan jenis-jenis waktu lain yang semakin tersedia.

Dalam sistem ekonomi yang saat ini kita jalani, jam kerja yang panjang seringkali dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan bahkan dianggap sebagai tanda keberhasilan. 

Namun, berdasarkan berbagai studi yang telah dilakukan, ternyata bekerja selama jam yang panjang dapat memiliki efek negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang. 

Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Johns Hopkins menunjukkan bahwa orang-orang yang bekerja lebih dari 55 jam per minggu memiliki risiko kematian yang 13% lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang bekerja 35-40 jam per minggu. Studi lain yang dilakukan oleh Universitas Oxford menunjukkan bahwa orang-orang yang bekerja lebih dari 48 jam per minggu memiliki risiko depresi yang sebesar 70% lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang bekerja 35-40 jam per minggu.

Selain itu, bekerja selama jam yang panjang juga dapat memiliki efek negatif terhadap produktivitas seseorang. Beberapa studi menunjukkan bahwa bekerja selama jam yang panjang dapat menyebabkan kelelahan dan kelelahan, yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaannya secara efektif. 

Selain itu, orang yang bekerja selama jam yang panjang juga lebih rentan mengalami hasil kesehatan yang negatif seperti stres, kecemasan, dan depresi, yang dapat menurunkan produktivitas lebih lanjut. Namun, penting untuk dicatat bahwa hubungan antara jam kerja dan produktivitas kompleks dan dapat bervariasi tergantung pada banyak faktor, termasuk jenis pekerjaan yang dilakukan dan kebiasaan dan kemampuanya.

Mari kita telisik jumlah jam kerja per tahun di negara-negara ASEAN bervariasi. Menurut data dari International Labour Organization (ILO) pada tahun 2021, rata-rata jumlah jam kerja per tahun di negara-negara ASEAN adalah sebagai berikut:

  • Brunei Darussalam: 1.976 jam per tahun
  • Kamboja: 2.102 jam per tahun
  • Indonesia: 2.110 jam per tahun 
  • Laos: 2.246 jam per tahun
  • Malaysia: 2.064 jam per tahun
  • Myanmar: 2.124 jam per tahun
  • Filipina: 1.944 jam per tahun
  • Singapura: 1.996 jam per tahun
  • Thailand: 2.105 jam per tahun
  • Vietnam: 2.074 jam per tahun

Dari data di atas, terlihat bahwa jumlah jam kerja per tahun di Indonesia hampir sama dengan jumlah jam kerja per tahun yang dihitung di atas, yaitu 2.110 jam/tahun. Namun, di beberapa negara lain di ASEAN, jumlah jam kerja per tahun Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan jumlah jam kerja per tahun yang dihitung di atas.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, banyak hal yang perlu disoroti ialah yang terletak pada pasal 79 ayat (2), yang mana waktu istirahat yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit terdiri dari dua bagian, yaitu:

  • Istirahat antara jam kerja, yang paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus. Ini berarti bahwa setiap pekerja/buruh yang bekerja selama 4 jam terus-menerus harus diberikan istirahat paling sedikit setengah jam setelahnya. Waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja, artinya waktu istirahat tersebut tidak dihitung sebagai waktu kerja yang harus dibayar oleh perusahaan kepada pekerja/buruh.
  • Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Ini artinya setiap pekerja/buruh harus diberikan istirahat mingguan selama 1 hari setelah bekerja selama 6 hari dalam satu minggu. Istirahat mingguan tersebut merupakan waktu istirahat yang diberikan setiap minggunya kepada pekerja/buruh, dan tidak dihitung sebagai waktu kerja yang harus dibayar oleh perusahaan kepada pekerja/buruh.

Apabila dihitung jam kerja di atas memberikan jaminan istirahat antara jam kerja selama setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus-menerus bagi setiap pekerja/buruh. Selain itu, setiap pekerja/buruh juga mendapatkan istirahat mingguan selama 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu. Mari kita coba buat perhitungannya pada  jam kerja per tahun, kita bisa menggunakan rumus sebagai berikut:

Pekerja/buruh bekerja selama 4 jam terus-menerus, kemudian mendapat istirahat setengah jam. Setelah itu, pekerja/buruh kembali bekerja selama 4 jam terus-menerus, kemudian mendapat istirahat setengah jam lagi. Total waktu kerja dalam sehari adalah 4 jam + 0,5 jam + 4 jam + 0,5 jam = 9 jam.

Untuk hitungan pertahun, dengan asumsi setiap pekerja/buruh bekerja selama 6 hari dalam seminggu (termasuk hari libur yang hanya sehari dalam seminggu), maka dalam setahun terdapat 52 minggu. Jadi, total waktu kerja dalam setahun adalah 9 jam/hari x 6 hari/minggu x 52 minggu/tahun = 3024 jam/tahun. Fantastis!

Giorgio Agamben adalah filsuf Italia yang mengembangkan teori tentang "kebebasan sejati" yang membebaskan manusia dari konsep kerja. Menurut Agamben, sistem produksi modern yang mendasari masyarakat kapitalis telah menciptakan "homo sacer", yaitu individu yang terpinggirkan dari masyarakat dan dianggap tidak berharga kecuali sebagai sumber tenaga kerja yang dapat diakses dengan mudah.

Sumber:Do you work with gaslighters and free-riders? Photo / 123rf 
Sumber:Do you work with gaslighters and free-riders? Photo / 123rf 

Berdasarkan pemikiran Agamben, data jam kerja per tahun di Indonesia yang dijelaskan di atas bisa dianalisis sebagai berikut:

  • Pertama, sistem produksi di Indonesia masih mengikuti konsep kerja 6 hari dalam seminggu. Ini menunjukkan bahwa manusia masih terikat pada sistem produksi yang mengikat mereka pada waktu kerja yang terbatas, sehingga mereka tidak memiliki kebebasan sejati untuk mengekspresikan diri dan membuat pilihan yang tidak terbatas oleh sistem tersebut.
  • Kedua, jaminan istirahat antara jam kerja yang diberikan kepada pekerja/buruh di Indonesia masih terbatas, yaitu hanya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus-menerus. Ini menunjukkan bahwa manusia di Indonesia masih terikat pada sistem produksi yang tidak memperhatikan kesejahteraan dan kesehatan mereka, karena istirahat yang cukup merupakan bagian penting dari kesejahteraan dan kesehatan individu.
  • Ketiga, istirahat mingguan yang diberikan kepada pekerja/buruh di Indonesia hanya selama 1 hari untuk 6 hari kerja dalam seminggu. Ini menunjukkan bahwa manusia di Indonesia masih terikat pada sistem produksi yang tidak memperhatikan kebutuhan mereka akan waktu istirahat yang cukup untuk mengekspresikan diri dan melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi kesejahteraan dan kesehatan mereka.

Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa data jam kerja per tahun di Indonesia masih menunjukkan bahwa manusia di Indonesia masih terikat pada sistem produksi yang tidak memperhatikan kajian dan perkembangan dunia kerja modern yang berimplikasi pada kesejahteraan pekerja. 

Sejauh ini, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja masih belum mampu mengubah sistem produksi di Indonesia menjadi lebih memperhatikan kebebasan sejati dan kesejahteraan manusia. 

Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan upaya yang lebih kolaboratif dari pemerintah dan masyarakat untuk mengubah sistem produksi di Indonesia menjadi lebih humanis dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua individu untuk mengekspresikan diri dan membuat pilihan alternatif yang tidak beralasan hanya karena atas nama pentingya sistem produksi belaka.

Daftar Pustaka:

  1. Agamben, G. (2012). Homo sacer: Sovereign power and bare life. Stanford University Press.

  2. Organization for Economic Cooperation and Development. (n.d.). Average annual hours actually worked per worker. Retrieved from https://data.oecd.org/emp/average-annual-hours-actually-worked-per-worker.htm

  3. Johns Hopkins University. (n.d.). Working long hours linked to increased mortality risk. Retrieved from https://www.jhsph.edu/news/news-releases/2005/working-long-hours-linked-to-increased-mortality-risk.html

  4. Oxford University. (2015). Working long hours increases risk of depression, says new research. Retrieved from https://www.ox.ac.uk/news/2015-01-22-working-long-hours-increases-risk-depression-says-new-research

  5. Australian Government. (n.d.). The cost of long working hours. Retrieved from https://www.business.gov.au/risk-management/health-and-safety/the-cost-of-long-working-hour

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun