Apabila dihitung jam kerja di atas memberikan jaminan istirahat antara jam kerja selama setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus-menerus bagi setiap pekerja/buruh. Selain itu, setiap pekerja/buruh juga mendapatkan istirahat mingguan selama 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu. Mari kita coba buat perhitungannya pada  jam kerja per tahun, kita bisa menggunakan rumus sebagai berikut:
Pekerja/buruh bekerja selama 4 jam terus-menerus, kemudian mendapat istirahat setengah jam. Setelah itu, pekerja/buruh kembali bekerja selama 4 jam terus-menerus, kemudian mendapat istirahat setengah jam lagi. Total waktu kerja dalam sehari adalah 4 jam + 0,5 jam + 4 jam + 0,5 jam = 9 jam.
Untuk hitungan pertahun, dengan asumsi setiap pekerja/buruh bekerja selama 6 hari dalam seminggu (termasuk hari libur yang hanya sehari dalam seminggu), maka dalam setahun terdapat 52 minggu. Jadi, total waktu kerja dalam setahun adalah 9 jam/hari x 6 hari/minggu x 52 minggu/tahun = 3024Â jam/tahun. Fantastis!
Giorgio Agamben adalah filsuf Italia yang mengembangkan teori tentang "kebebasan sejati" yang membebaskan manusia dari konsep kerja. Menurut Agamben, sistem produksi modern yang mendasari masyarakat kapitalis telah menciptakan "homo sacer", yaitu individu yang terpinggirkan dari masyarakat dan dianggap tidak berharga kecuali sebagai sumber tenaga kerja yang dapat diakses dengan mudah.
Berdasarkan pemikiran Agamben, data jam kerja per tahun di Indonesia yang dijelaskan di atas bisa dianalisis sebagai berikut:
- Pertama, sistem produksi di Indonesia masih mengikuti konsep kerja 6 hari dalam seminggu. Ini menunjukkan bahwa manusia masih terikat pada sistem produksi yang mengikat mereka pada waktu kerja yang terbatas, sehingga mereka tidak memiliki kebebasan sejati untuk mengekspresikan diri dan membuat pilihan yang tidak terbatas oleh sistem tersebut.
- Kedua, jaminan istirahat antara jam kerja yang diberikan kepada pekerja/buruh di Indonesia masih terbatas, yaitu hanya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus-menerus. Ini menunjukkan bahwa manusia di Indonesia masih terikat pada sistem produksi yang tidak memperhatikan kesejahteraan dan kesehatan mereka, karena istirahat yang cukup merupakan bagian penting dari kesejahteraan dan kesehatan individu.
- Ketiga, istirahat mingguan yang diberikan kepada pekerja/buruh di Indonesia hanya selama 1 hari untuk 6 hari kerja dalam seminggu. Ini menunjukkan bahwa manusia di Indonesia masih terikat pada sistem produksi yang tidak memperhatikan kebutuhan mereka akan waktu istirahat yang cukup untuk mengekspresikan diri dan melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi kesejahteraan dan kesehatan mereka.
Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa data jam kerja per tahun di Indonesia masih menunjukkan bahwa manusia di Indonesia masih terikat pada sistem produksi yang tidak memperhatikan kajian dan perkembangan dunia kerja modern yang berimplikasi pada kesejahteraan pekerja.Â
Sejauh ini, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja masih belum mampu mengubah sistem produksi di Indonesia menjadi lebih memperhatikan kebebasan sejati dan kesejahteraan manusia.Â
Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan upaya yang lebih kolaboratif dari pemerintah dan masyarakat untuk mengubah sistem produksi di Indonesia menjadi lebih humanis dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua individu untuk mengekspresikan diri dan membuat pilihan alternatif yang tidak beralasan hanya karena atas nama pentingya sistem produksi belaka.
Daftar Pustaka:
Agamben, G. (2012). Homo sacer: Sovereign power and bare life. Stanford University Press.
Organization for Economic Cooperation and Development. (n.d.). Average annual hours actually worked per worker. Retrieved from https://data.oecd.org/emp/average-annual-hours-actually-worked-per-worker.htm
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!