Mohon tunggu...
Efatha F Borromeu Duarte
Efatha F Borromeu Duarte Mohon Tunggu... Dosen - Ilmu Politik Unud, Malleum Iustitiae Institute

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menakar Kebijakan Subsidi Kendaraan Listrik

17 Desember 2022   13:09 Diperbarui: 17 Desember 2022   13:25 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menakar Kebijakan Subsidi Kendaraan Listrik

Oleh: Efatha Filomeno Borromeu Duarte

Berdasarkan laporan International Monetary Fund (IMF) pada 11 Oktober 2022, pertumbuhan global diprediksi melambat dari 6% pada tahun 2021 menjadi 3,2% pada tahun 2022 dan 2,7% pada tahun 2023. Hal ini menjadi sejarah pertumbuhan ekonomi terlemah sejak 2001 tidak termasuk Pandemi Covid-19. Inflasi secara global diprediksi meningkat dari 4,7 % pada tahun 2021 menjadi 8,8% pada tahun 2022 tetapi akan menurun menjadi 6,5% pada tahun 2023 dan menjadi 4,1% pada tahun 2024.

Mobil listrik mungkin memiliki dampak pada inflasi dan moneter di masa depan apabila popularitasnya meningkat secara signifikan. Bayangkan saja jika ternyata banyak masyarakat beralih dari mobil bahan bakar fosil ke mobil bertenaga listrik. Menurut laporan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) dari Daftar Penjualan Terlaris dari  di Indonesia sejak Januari hingga November 2022, tercatat bahwa Toyota masih memimpin dengan penjualan terbanyak yaitu 303.282 unit selanjutnya Daihatsu dengan penjualan 178.850 unit, dan Honda dengan penjualan 118.638 unit. Tidak kalah bersaing juga beberapa produsen mobil lain menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam penjualan mereka. Contohnya, Hyundai Motors Indonesia yang mengalami lonjakan dalam wholesales dengan pencapaian 24.639 unit pada 11 bulan pertama di tahun ini, tumbuh 988,7% dibanding tahun lalu yang hanya 2.744 unit. Penjualan Hyundai di sektor retail juga tercatat sebesar 26.681 unit, naik 948,8% dibanding tahun lalu yang hanya 2.544 unit. Produsen mobil Cina, Wuling, juga tercatat penjualannya mencapai 24.639 unit, pertumbuhanya 9,1% dibanding tahun lalu yang hanya 22.588 unit. Penjualan Wuling di sektor retail tercatat sebesar 21.935 unit, meningkat 4,2% dibanding tahun lalu yang sebesar 21.059 unit. Faktor kenaikan penjualan Hyundai dan Wuling ini mungkin dipengaruhi oleh kehadiran model-model terbaru mereka di pasar Indonesia, seperti Creta, Stargazer, dan mobil listrik Ioniq 5 untuk Hyundai, serta varian mobil terbaru dari Wuling dan mungkin akan ada beberapa perusahaan yang akan bermain juga dalam varian pasar mobil listrik.

Keseriusan kesiapan Indonesia dalam percepatan untuk mendukung Net Zero Emission pada 2060 memang perlu mendapat perhatian khusus. Kewaspadaan Indonesia terhadap isu global mengenai perubahan iklim emisi Gas Rumah Kaca (GRK) secara umum di dorong karena keprihatinan atas penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan nyatanya berimbas pada perubahan iklim. Kita paham, bahwa Indonesia ternyata banyak menerima manfaat saat mendapat kesempatan menjadi Presidensi KKT G20, menariknya transisi energi terbarukan menjadi salah satu isu strategis yang dibahas, tujuan akhirnya ialah bagaimana mempercepat dekarbonisasi itu sendiri. Pengentasan problem ini mendapat dukungan dari pemerintah Amerika Serikat melalui program Just Energy Transition Partnership (JETP) yang senilai USD $20 milliar, ini diperuntukan untuk pembiayaan sektor publik dan swasta bagi Indonesia apabila dirupiahkan maka akan sebesar Rp.312 triliun,-. Ternyata tidak cuma itu saja negara-negara yang tergabung dalam G7, telah sepakat melalui komitmenya dalam program Partnership for Global Infrastructure and Investment (PGII) mempersiapkan anggaran senilai USD $600 miliar yang nanti akan berwujud pinjaman serta hibah untuk proyek infrastruktur bagi kategori negara berkembang selama kurun waktu 5 tahun, angka tersebut apabila dirupiahkan maka bernilai sekitar Rp. 9.000 triliun dengan perhitungan rate dollar hari ini.

Menariknya ialah terdapat isu nasional bahwa akan segera direalisasikannya kebijakan subsidi kendaraan listrik, yang mana anggaran tersebut akan dimasukan kedalam rancangan APBN tahun 2023. Tentu harapan besar kita ialah pemerintah Indonesia jangan sampai terkesan sporadis dalam mengambil kebijakan starategis ditengah iklim krisis ekonomi dunia. Adapun rincian kebijakan jika disetujui ialah 80 Juta untuk mobil listrik, 40 juta untuk mobil listrik hybrid, 6.5-8 juta untuk motor listrik baru dan 5 juta bagi yang mau mengkonversi ke motor listrik.

Negara Indonesia terlihat sangat percaya diri, padahal apabila klasifikasi dalam bentuk skema distribusi penjualan dan pembelian masih jauh dari kata adil, akan menjadi konflik baru lagi. Dalam sebuah statemen dari Analis Kebijakan Ahli Madya Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Indonesia Rahadian Zulfadin, mengakatan, bahwa targetnya ialah 1,2 juta sudah mengadopsi sepeda listrik dan 35.000 untuk mobil listrik pada tahun 2024. Jika mengacu dari pernyataan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, kedepannya Indonesia akan mulai memproduksi mobil listrik dengan jumlah 600.000 unit mobil listrik, truk listrik dan bus listrik pada 2030. Sementara untuk kategori kendaraan roda dua sebanyak 3 juta unit. Bila kita coba hitung secara simulasi apabila terget tercapai dan menyentuh angka hingga 600.000 untuk mobil saja, negara akan menghabiskan anggaran sebesar 48 triliun untuk subsidi, kalau hal ini ditambah lagi kendaraan bermotor juga akan menyedot anggaran sebesar 24 triliun. Tentu ini sangat fantastis, bahkan perhitungan ini belum menyentuh hingga keseluruh variasi dan klasifikasi pembelian kendaraan listrik itu sendiri, besar harapan agar pemerintah  perlu menghitung secara berhati-hati ditengah prediksi lesunya kondisi perekonomimian dunia.

Fakta dilapangan sangat menarik, bahwasanya, saat ini angka penjualan kendaraan di Indonesia meningkat sangat tajam, bahkan hingga hampir menyentuh 1000% untuk masing-masing tipe mobil bahan bakar fosil maupun bertenaga listrik. Secara analisis maka akan seperti ini:

  • Harga mobil listrik: Harga mobil listrik biasanya lebih tinggi daripada mobil bensin atau diesel karena biaya produksi yang lebih tinggi. Jika harga mobil listrik terus naik, maka ini dapat menyebabkan inflasi karena orang akan membeli mobil listrik dengan harga yang lebih tinggi, yang akan meningkatkan harga rata-rata barang dan jasa.

  • Harga bahan bakar: Mobil listrik tidak menggunakan bahan bakar fosil seperti bensin atau diesel, sehingga tidak terpengaruh oleh harga bahan bakar yang naik. Namun, biaya untuk mengisi daya baterai mobil listrik dapat meningkat jika harga listrik naik. Ini juga dapat menyebabkan inflasi karena orang akan membayar lebih untuk mengisi daya baterai mobil listrik.

  • Tingkat penggunaan mobil listrik: Jika tingkat penggunaan mobil listrik meningkat, maka akan ada lebih banyak permintaan untuk mobil listrik, yang dapat menyebabkan harga mobil listrik naik. Ini dapat menyebabkan inflasi karena orang akan membayar lebih untuk mobil listrik.

  • Tingkat produksi mobil listrik: Jika tingkat produksi mobil listrik tidak mencukupi permintaan, maka harga mobil listrik dapat naik. Ini dapat menyebabkan inflasi karena orang akan membayar lebih untuk mobil listrik.

  • Subsidi pemerintah: Pemerintah dapat memberikan subsidi untuk mobil listrik untuk mengurangi biaya pembelian dan mempromosikan penggunaan mobil listrik. Namun, jika subsidi ini dihentikan atau dikurangi, maka harga mobil listrik dapat naik, yang dapat menyebabkan inflasi.

Pada dasarnya beberapa faktor di atas berpotensi untuk menciptakan inflasi, ditambah lagi dari ramalan dari IMF pada tahun 2023-2024 yang belum memprediksi bahwa akan adanya kepastian dari stabilisasi fundamental ekonomi dunia yang ada malah makin kian kritis. Sudah barang tentu apabila kita tidak hati-hati dalam mengambil langkah, ini akan secara langsung berimbas pada ekonomi masyarakat yang masih sulit akibat belum maksimalnya bounce back ekonomi pasca Covid-19, pelik ini juga tidak lepas dari kondisi geostrategis dan geopolitik dunia yang berimbas pada krisis energi dunia hasil dari eskalasi politik juga militer yang terjadi dibeberapa belahan dunia seperti, konflik Russia dan Ukraina, ketegangan China dan Taiwan, perang urat saraf Korut-Kosel juga beberapa konflik baru yang nanti akan muncul.

Situasi global saat ini tetap tidak pasti dan bergejolak, sehingga penting bagi pemerintah untuk menerapkan langkah-langkah proaktif guna mengatasi berbagai tantangan. Di Indonesia, pemerintah harus memprioritaskan beberapa bidang utama untuk memastikan stabilitas dan keberlanjutan dalam jangka panjang. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan:

Percepatan konversi kendaraan menjadi tenaga listrik memang tidak terhindarkan, bahkan sekarang menjadi prioritas utama. Konversi ini dapat membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, yang merupakan penyumbang utama perubahan iklim dan degradasi lingkungan. Dengan berinvestasi dalam pengembangan teknologi dan infrastruktur kendaraan listrik, pemerintah tidak hanya dapat mengatasi masalah lingkungan, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru.

  • Penting bagi pemerintah untuk menganalisis permintaan pasar guna menciptakan iklim ekonomi yang seimbang dan berkelanjutan. Dengan memahami kebutuhan dan preferensi konsumen dan bisnis, pemerintah dapat menyesuaikan kebijakan dan inisiatifnya dengan lebih baik untuk mendukung pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.

  • Pembangunan transportasi umum juga harus terus menjadi prioritas pemerintah, karena dapat membantu mengurangi kemacetan lalu lintas dan meningkatkan aksesibilitas bagi seluruh warga. Ini tidak hanya mencakup perluasan sistem transportasi umum yang ada, tetapi juga studi dan penerapan teknologi baru, seperti kendaraan listrik atau otonom.

  • Untuk mendukung adopsi kendaraan listrik, penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan ketersediaan stasiun pengisian daya di seluruh negeri. Jaringan stasiun pengisian daya yang representatif dan tersebar luas harus dipelajari dan direncanakan dengan hati-hati, dengan mempertimbangkan kebutuhan berbagai daerah dan masyarakat.

  • Dalam usaha mengatasi masalah kemacetan lalu lintas, pemerintah harus mengambil pendekatan holistik yang mempertimbangkan peningkatan jumlah kepemilikan kendaraan di tanah air. Ini mungkin melibatkan penerapan kebijakan yang mendorong penggunaan moda transportasi alternatif, seperti angkutan umum atau bersepeda, atau menerapkan penetapan penuntasan kemacetan atau tindakan manajemen lapangan lainnya.

  • Secara keseluruhan, penting bagi regulasi ekonomi kendaraan listrik untuk menyeimbangkan kebutuhan untuk mendorong adopsi dan inovasi dengan kebutuhan untuk melindungi kepentingan konsumen dan lingkungan. Dengan hati-hati mempertimbangkan berbagai dampak dan timbal balik dari berbagai pendekatan peraturan, pemerintah dapat membantu mendorong pertumbuhan industri kendaraan listrik dengan cara yang bermanfaat bagi semua pemangku kepentingan.

  • Mempersiapkan kebijakan ekonomi moneter yang harus yang berlandaskan pada upaya untuk menjaga maupun mengembalikan kestabilan harga-harga.

  • Mekanisme kebijakan fiskal, harus menjadi sandaran yang meredakan tekanan biaya hidup juga haruslah sejalan dengan kebiajakan moneter.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun