Mohon tunggu...
efa puspaeni
efa puspaeni Mohon Tunggu... -

Berusaha selalu istiqomah mem-Follow Allah swt dan Rasul-Nya. Pengajar Muda @Albanna School

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perjalanan Fantastis ke Tanah Suci (Bagian 2)

4 September 2014   21:09 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:37 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kini hari yang dinanti itu datang, 25 Mei 2014 sudah prepare dari pagi dan saudara, tetangga, teman, pada berdatangan untuk menitip doa. Selain itu, sebagian dari mereka akan mengantar ke Bandara Ngurah Rai. Ustadzah Dina dan Ustadzah Ifa sudah siap-siap menemani chek-in di bandara. Awalnya agak kecewa Bapak tidak bisa menemani karena mesti kerja. Pekerjaan orangtua adalah berdagang pakaian di Pasar Kreneng dekat rumah kadang mereka rela berjerih payah selain di Kreneng, seperti jika ada pameran di luar kota Denpasar. Bertahun-tahun mereka membiayaiku dengan pekerjaan itu dan aku bangga kepada mereka. Umroh ini pun salah satunya adalah karena hasil jerih-payah kedua orangtuaku sampai hasil penjualan mobil pun disisihkan untuk umroh anaknya ini. Sungguh, berdosalah aku jika tidak mensyukuri karunia Allah yang begitu besar ini. Lanjut cerita, hati dan pikiran semakin tidak karuan dan lantunan dzikir serta doa terus aku lafadzkan dalam diam. Pukul 13.00 wita setelah sholat Dzuhur yang dijamak dengan Ashar usai kulakukan. Dengan langkah tertatih dan ucapan bismillah aku keluar kamar dan mencoba untuk menghapus air mata haru dan perasaan yang bercampur-baur. Menanti pukul 14.00 keluarga masih bercerita dan titip pesan. Sampai tiba pukul 14.00 wita, tak kuasa ingin menitikkan air mata tapi terus kutahan. Hingga Bu Nik, Budheku mau menangis aku mengatakan, “Jangan nangis Bu Nik, nanti aku ikut nangis”. “Oh, Iya-iya” sambil menyapu air matanya dengan baju. Satu persatu aku salami sampai tetangga belakang rumah. Dalam perjalanan, aku sangat bimbang, khawatir, dan sebagainya. Karena aku sendiri dari Bali. Pertanyaan dalam pikiran pun menghantui “Nanti di sana bagaimana? Siapa teman aku? Kalau aku tidak kembali ke tanah air lagi bagaimana? Jika aku wafat di sana? Ah….. astaghfirullah…” Sesampainya di Bandara Ngurah Rai, saudara laki-laki sudah membantu menurunkan dan membawa koper keberangkatan domestik. Kami menunggu Ustadzah Dina dan Ustadzah Ifa di tempat duduk sekitar bandara. Selang beberapa menit, mereka datang. Wah, entah mengapa lega melihat mereka apalagi Ustdzah Ifa yang memang selalu ceria dan membawa kegembiraan karena keriangannya dalam menghibur saudaranya. Rasa gelisah itu hilang menjadi senang. Sebelum ke waiting room, Ustadzah Dina sebagai owner Patuna Bali benar-benar melayani dengan baik mengantar koper-koperku untuk Check-in di Garuda Air Ways. Keluarga yang ikut mendampingi ke Bandara Ngurah Rai

Setelah mengambil pose foto bersama, aku berpamitan kepada Ibu, adik-adik, dan saudara-saudara semuanya. Yang paling tak tega aku tinggalkan adalah Azzam adik terkecilku usia 4 tahunan. Tapi tetap dengan basmallah dan langkah pasti menuju ridho-Nya aku mengalihkan langkah ke waiting room. Keberangkatan pukul 16.15 WITA kurang lebih tiba di Bandara Soekarno-Hatta pukul 17.30 WIB. Selama di Pesawat aku hanya bisa merenung, berdoa, dan tak terasa menitikkan air mata sembari melihat pemandangan Pulau Bali dari atas awan dan say “Good Bye and see U again” dalam hati. Syukurnya, sebelahku wanita berjilbab. Jujur ini kali pertama menaikki Garuda, karena lagi-lagi Alhamdulillah-nya tiket termurah setelah di browsing Ustadzah Dina di Traveloka.com adalah Garuda tumben banget. Sebenarnya, masih gaptek dengan layar yang ada di depan tempat duduk itu. Lihat sebelah saat usai take off ia men-touch layar itu. Aku pun mencoba untuk mengotak-atik beberapa film, lagu, iklan terdapat di sana. Sejenak aku melihat kawan sebelahku mendengarkan melalui headset yang aku bingung dimana dia dapat headset itu dan bagaimana pula cara nyolokinnya? Di dalam pesawat Garuda “Efa…Efa… gaptek banget sih” bisikku… Aku berusaha mencari-cari headset itu dan tidak ketemu, mungkin di dalam pegangan tempat duduk,di dalam kantong bawah layar, atau belakang kursi. Tidak ketemu juga, ya sudahlah aku pasrah merenungi dan memandang langit biru dan awan yang bergumpal subahanallah indahnya. Lagipula lagu, film, dan iklan bukan aku banget. Aku juga berfikir tujuan perjalananku ini beribadah harusnya pendengaran, lisan, mata, langkah digunakan untuk yang baik-baik saja. Ketika hampir tertidur tiba-tiba pramugari menyediakan makanan. Wah, baru tahu keberangkatan domestik naik garuda dapat makanan. Padahal sebelumnya pernah naik Air Asia ke Surabaya tidak seperti ini. Ya, iyalah… harga beda fasilitaspun pasti beda. Kalau tidak salah waktu itu disuguhkan nasi ayam dan sayur sawi yang tidak dipotong, sehingga makannya harus bersusah payah, minumnya orange juice. Pukul 17.30 pesawat landing di Bandara Soekarno-Hatta, Alhamdulillah baru pertama kali ke Jakarta (Anak ndeso ceritanya). Sebelum menemui pihak Patuna, aku ke toilet bandara di sana aku menitipkan tas yang ada mushafnya dan aku yakin Allah menjaganya meski ada beberapa uang. Ternyata mengantri panjang dan bertemu wanita berjilbab yang duduk di sebelahku tadi, dan ini kali kedua saling menyapa. Padahal di sepanjang perjalanan kita bersama tapi tak bicara, ternyata ia mesti ke Lampung lagi, tapi bermalam di temannya. Kemudian ia menanyakanku, “Mbak mau kemana?” “Umroh mbk” “Umroh? Sendiri dari Denpasar tadi?” tanyanya agak heran dan terkejut. “Iya tempat berkumpulnya di sini” balasku dengan senyuman dan antrean berlanjut sampai selesai. Alhamdulillah tas yang aku titipkan masih aman dengan orang yang kutitipkan tadi. Setelah keluar dari toilet aku dipertemukan oleh seorang yang berseragam untuk mengambil koper awalnya kukira ia tidak meminta upah, tapi trollyku ditahan olehnya. Aku ucapkan terimakasih, dia bilang “udah? Terima kasih aja?”. Aku bingung emang apa maksudnya. Terus dia menyampaikan “Saya ini biro jasa mbak” kemudian dia pergi dengan wajah kesal dan mengadu ke temannya. Kemudian aku panggil dia dengan niatan meminta maaf dan akan memberinya uang, tapi dia hanya geleng-geleng. Lalu aku pergi meninggalkannya. Sesampai di ujung pintu, sebelah kiri ternyata Pak Mustofa sudah menunggu, aku sungkan beliau menunggu kelamaan. Bersama teman Patunanya beliau mengantarkanku ke musholla di Bandara, karena waktu sudah menunjukkan maghrib. “Apa teman-teman satu rombongan sudah ada yang datang Pak?” tanyaku penasaran ingin bertemu teman-teman satu kelompok. Karena banyak sekali dari travel-travel lain yang anggotanya menggunakan pakaian seragam berbeda-beda. “Hehe… belum paling malam jam 10-an karena sebagian besar tinggal di Jakarta.” Dalam pikiran sudah terbayang akan menanti mereka sampai larut malam karena memang sudah dijadwalkan akan berkumpul jam 22.00 WIB. Saat berada di musholla, setelah berwudhu, aku mendengar percakapan antara seorang ibu dengan penjaga loker sandal di musholla. Yang saat itu ingin umroh bersama Dewi Perssik, tapi tidak bisa bareng. Hmm… Wawalahu ‘alam semoga niatnya bukan karena artis. Ternyata di dalam musholla banyak yang menggunakan seragam karena akan berangkat umroh dan mereka mayoritas manula meski banyak juga yang masih muda. Usai sholat kami mendekat ke terminal 2D pintu 1, depan Batik Shop untuk menunggu jamaah yang lain. Sembari menunggu kuhabiskan waktu untuk membaca Al-Qur’an, makan, dan mengamati keadaan sekitar. Tempatku menanti jamaah lain di Bandara Soekarno Hatta Sempat izin juga untuk sholat Isya dan ke toilet, ternyata banyak sekali di sekitar bandara narsis dan membawa tongsisnya masing-masing. Baik anak muda, ibu-ibu, sampai nenek-nenek sekalipun karena kalau di Bali saat itu masih jarang. Ternyata Percaya Diri orang Jakarta tinggi-tinggi juga. Keluar ruangan, aku melihat sudah datang beberapa orang yang berseragam denganku. Senang rasanya sudah ada temannya. Pak Mustofa juga menyampaikan kalau sudah banyak yang mulai berdatangan. Aku pun melihat tumpukkan koper Patuna Biru yang diangkat trolly termasuk koperku. Seorang wanita juga menanyakan kepadaku tentang travel dan jam keberangkatan. Ia kira Pantura, saat itu suami dan anaknya akan berangkat juga tapi jumlah rombongannya sedikit kurang dari 20 orang. Alhamdulillah di Patuna 42 orang, itupun jumlah yang sedikit karena hanya 1 bus, biasanya 2-3 bus. Ya, wajar saja mungkin isu virus Mers yang lagi booming. Buku panduan, stiker untuk ditempel di koper, ID card diberikan padaku. Kemudian ditunjukkan kepadaku teman sekamar ternyata ibu-ibu berusia 50th. Dikiranya aku keberatan padahal tidak sama sekali, bahkan saudaraku pernah bercerita jika ia sekamar dengan manula dan harus mengurusinya sampai ke belakang sekalipun. Dan itu tak jadi masalah karena pasti pahalanya berlipat ganda. Namaku ternyata paling bawah urutan ke-42 dan aku melihat datanya lumayan banyak juga yang berusia sama denganku. Paling muda usia 23 dan paling tua 65 tahun. Saat itu menunjukkan pukul 21.00 WIB, berbondong-bondong jamaah Patuna datang dan terlihat dari seragam batik yang digunakan sama denganku. Dua orang ibu-ibu datang dan duduk disebaelahku menanyakan asalku, mereka terkejut karena mungkin aku satu-satunya jamaah dari Bali. Mereka dari Kalibata, Jakarta Selatan. Aku terus mengamati nama-nama nanti yang 9 hari bersama-samaku. Tiba-tiba Pak Mustofa mengenalkan dengan bu Dyah dan keluarganya yang nantinya akan sekamar denganku. Ternyata orangnya memang cepat akrab, ramah, dan rame. Terlihat dari wajah di fotonya. Kemudian dikenalkan juga dengan seorang wanita yang cantik dan modis namanya Mbak Gemi dan dia tour guide selama umroh. Setelah lama bercengkrama, Pak Mustofa membelikanku Roti Boy dan 2 gelas air mineral untuk menunggu transit di Abu Dhabi selama 6 jam. Dan untuk 2 gelas air itu sebagai antisipasi, jika tidak ditahan oleh penjaga Bandara Soekarno-Hatta karena tidak diperkenankan untuk membawa cairan di atas 100 ml. Pukul 22.00 WIB tepat kami berkumpul di depan Batik Shop dan bu Dyah sungguh orang yang bertanggung jawab ia selalu menjagaku meski sebenarnya aku merasa tidak apa-apa sendirianpun. Kami breafing sekitar 30 menitan. Petugas Patuna itu di akhir kalimatnya mengatakan, “Kita akan bertemu di sini 9 hari lagi semoga ibadah Ibu/Bapak lancar dan mari kita berdoa”. Ya, aku berharap semoga saja kita dipertemukan lagi Pak dalam keadaan sehat wal’afiat, karena aku sudah pasrah. Yak, perjalanan akan dimulai! Dua nasehat yang masih terngiang dan teringat di benakku sampai saat ini adalah: 1. Nasehat sahabatku Heny : “Selamat menikmati perjalanan luar biasa yang tak terlupakan” 2. Nasehat Pak Mustofa: “Jangan takut/khawatir sendiri ke sana, justru akan ketagihan lagi nantinya”. That’s true… and see u ... follow my next story and amazing journey ….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun