"By the way,Zak, mungkin Lo punya rekomendasi taman terbaik yang dimiliki Jakarta?" Gue tidak memalingkan wajah sama sekali dari keeleganan yang sangat mengagumkan ini.
"Taman? Lo nanya taman? Gue punya beberapa orang teman wanita yang ketika menjejakkan kaki di Jakarta hal pertama ditanya adalah mall, lho!"
Mau tidak mau, gue kembali melihatnya geli. "Hahahah... Masing-masing wanita memiliki cara tersendiri keleus buat nikmatin dunianya. Dan buat gue, tempat yang paling pas untuk memanjakan diri adalah taman." Gue masih saja tersenyum dengan pertanyaan yang buat gue cukup menggelitik itu sembari terus melihat ke arahnya.
"Hahaha... iya sih, tapi kali ini yang gue temuin cukup unik sendiri kayaknya. Dan lagipu..."
 "Ciiiitttt..." Suara ban berdecit hebat menghindari tubrukan yang kemungkinan besar akan terjadi. Zaki menginjak rem dengan sangat tiba-tiba. Gue bahkan tidak memiliki persiapan apapun untuk menghadapi hal yang seperti ini, bahkan dalam imajinasi gue. Berjarak sekian mili dengan kendaraan di depan yang juga berusaha untuk berhenti mendadak. Mata gue serasa berkunang, kepala gue terbentur cukup keras, semua kejadian yang sangat tiba-tiba ini seolah terjadi dalam gerakan cepat.
"Buummm!" Satu gebukan yang sangat kuat di bagian kap mobil yang saat ini sedang dikendarai oleh Zaki membuat gue kembali terkejut. "Apes gue. Double shock bahkan sebelum nyampe di tempat tujuan!" Gue mengusap perlahan pelipis dan jidat gue. Mata gue menyipit memperjelas pelaku pemukulan kap mobil. Otak gue mulai mikir yang ngawur. Jangan-jangan lagi ada demo anarkis di depan sana. Atau jangan-jangan mobil si Zaki lagi di begal? Masa? Kan ini jalan besar, ngaco kamu, Ka! Gue merangkai serangkaian pertanyaan dalam benak sekaligus jawaban dari pertanyaan itu sendiri. Pria berbadan tegap sepintas seperti seorang angkatan atau pria biasa yang mungkin saja kebetulan rajin nge gym. Dia mengenakan tshirt ringan berwarna hitam dengan gaya rambut ala-ala angkatan. Matanya menatap kami tajam, tangannya mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya meluruskan kedua jari yang terangkat itu ke arah matanya lalu mengarahkannya kepada kami seolah-olah kami melakukan kesalahan yang sangat fatal terhadapnya. "Ganteng-ganteng goblok!"Makiku dalam hati masih dengan memijit perlahan pelipisku. Dalam kesalku ternyata alam bawah sadarku menyimpan sempurna wajah itu dalam memori. File saved!
"Lo engga apa-apa, Mba?" Zaki mendekat dan memastikan kondisiku baik-baik saja.
"Engga, Zak. Gue engga apa-apa. Lo?"
"I'm oke!" Jawabnya membiarkanku menikmati aktivitas memijit pelipis.
""Itu tadi apa? Itu siapa? Kenapa dia mukul mobil Lo?"
"Gue kurang tahu!" Matanya menatap lurus ke depan. Mungkin ada orang yang lagi pada berantem sampe turun ke jalanan. Udah engga usah dipikirin lah." Jawabnya mencoba menenangkan gue dan itu cukup berhasil.