Wisata kuliner, style fashion, gadget terupdate, film-film terbaru, buku novel, produk-produk e- commerce, aksesoris, hingga tempat nongkrong terupdate saat ini memegang peranan penting untuk kategori sebutan gaya hidup “kekinian” ala-ala anak muda. Bahkan saat ini travelling dan explore wisata suatu daerah pun seolah menjadi tren gaya hidup. Semakin banyak update kuliner, mix and match fashion terbaru dan foto dengan latar belakang tempat wisata yang belum pernah dikunjungi di social media, semakin kekinian pula gaya hidup dan sebutan “kurang gaul” pun semakin bisa ditepis.
Berdasarkan statistik pengguna internet dan media sosial terbaru di Indonesia, Indonesia memiliki sekitar 255,5 juta penduduk. Sebanyak 88,1 juta diantaranya adalah pengguna aktif internet, dan ada 79 juta pengguna aktif jejaring sosial. Dari sekitar 85% populasi Indonesia yang memiliki smarthphone hanya 40% masyarakat yang memiliki akun bank. Kendati demikian, pada tahun 2016 diperkirakan 39,7% penjualan e-commerce dunia akan berasal dari Asia Pasifik dengan nilai $856 Miliar.
Sebanyak $4,49 Miliar (Sekitar Rp 61,4 Triliun) dari angka tersebut akan “disumbangkan” oleh konsumen e-commerce di Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Diera Yosefina Hartono, Head of Community Management Veritrans, startup penyedia layanan payment gateway, dalam acara Campus Visit yang diadakan Tech in Asia di Universitas Paramadina, Jakarta, Jumat (27/11) dengan tema “The Rise of E-commerce in Indonesia). (Sumber: Di sini)
Rp 61,4, Triliun yang disumbangkan oleh konsumen Indonesia merupakan angka yang cukup mencengangkan. Berdasarkan pengamatan yang saya lakukan terhadap beberapa orang teman sebaya (20-25 tahun) termasuk saya sendiri, belanja dilakukan karena beberapa alasan:
1. Adanya rekomendasi dari teman
è Pada umumnya, calon konsumen tidak begitu cepat percaya pada apa yang dilihatnya di display toko atau di display web e-commerce sekalipun foto barang yang di display sudah benar-benar menarik perhatian. Proses pembelian mungkin saja terjadi jika calon consumen sudah melihat “wujud nyata” barang tersebut dari orang lain yang sudah membelinya. Memastikan apakah orang lain yang sudah memilikinya terlihat “berbeda” dalam artian positif dari biasanya. Calon konsumen juga ingin memastikan apakah barang tersebut sesuai dengan apa yang diinginkannya, baik dari segi warna, bentuk, ukuran dan bahan aslinya.
2. Diskon
è Diskon tentu saja memberi pengaruh yang sangat tinggi bagi calon consumen untuk membeli barang yang ditawarkan. Semakin tinggi diskon yang ditawarkan, semakin tinggi pula keinginan konsumen untuk memiliki produk tersebut. Dan biasanya, tawaran diskon yang cukup signifikan akan menghilangkan pemikiran mengenai kualitas produk yang akan didapatkan oleh calon konsumen dan lebih memokuskan diri terhadap harga murah. “Mumpung lagi diskon, embat aja!”
3. Latah
è Seperti yang diketahui, masyarakat pada umumnya bersifat latah atau ikut-ikutan. Ketika melihat ada satu dua orang memiliki produk yang mungkin lagi tren saat itu, dia akan ikut membelinya tanpa peduli apakah produk tersebut memang cocok baginya atau tidak. Ketika barang sudah dibeli dan ternyata setelah lebih diteliti kurang tepat untuknya, biasanya tipe konsumen seperti ini akan menjawab”yang penting engga ketinggalan jaman dan bisa ngikutin tren yang sedang berlangsung.” Jika suatu saat temannya bertanya apakah memiliki produk yang sedang “in” saat itu, jawabannya tentu saja memiliki.
4. Buang Suntuk