“Saya belajar dari para pengusaha sukses. Salah satunya, Bill Gates. Dia bisa mendirikan kerajaan Micrrosoft, meski tidak tamat sekolah. Jadi intinya, untuk menjadi orang sukses tidak harus memiliki gelar akademis dan indeks prestasi (IP) tinggi” Hendy Setiono – Pemilik Kebab Turki Baba Rafi (Dikutip dari buku Wirausaha Muda Mandiri: Ketika Anak Sekolah Berbisnis).
Dalam buku yang tersebut di atas, ada beberapa diantaranya banting setir dari orang kantoran menjadi seorang wirausaha, ada yang benar-benar fokus untuk menjadi seorang wirausahawan sejak awal dan tidak memilih untuk berbakti pada satu dua perusahaan, bahkan ada yang meninggalkan bangku kuliah dan fokus pada usaha yang ditekuninya.
Bagi mereka yang belum pernah mencoba dan terjun langsung di dalamnya, mungkin akan bertanya-tanya, kenapa terlalu berani mengambil tindakan yang cukup ekstrim ini? Kenapa lebih memilih untuk berwirausaha dibanding duduk di bangku kuliah, mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya, wisuda degan IPK tinggi lalu direkrut dengan sendirinya oleh berbagai perusahaan yang sedang membutuhkannya?
Jangan mengira keputusan seperti ini adalah keputusan yang mudah untuk dilakukan. Saya yakin, seorang Hendy Setiono mungkin uring-uringan, galau, tidak bisa makan dan tidur untuk memastikan diri tentang pilihan yang dibuatnya. Meninggalkan bangku kuliah dan menghabiskan waktu pada usaha yang dirintisnya, berjuang untuk meyakinkan orang tua dan untuk pembuktian pada keputusannya.
Ada berbagai aspek kehidupan yang dijaga saat keputusan itu diambil. Taruhan nama baik di lingkungan sekitar, taruhan masa depan yang masih semu, yang terutama adalah kekecewaan orang tua.
Saya selalu takjub pada orang tua yang tidak memaksakan kehendaknya untuk dilakukan anaknya, yang tidak memaksakan cita-cita masa lalunya yang tidak tercapai untuk diwujudkan anaknya. Namun memilih untuk meneliti kemampuan yang dimiliki sang anak sejak kecil, menanyakan kesukaannya, lalu mengarahkannya pada sebuah tempat dimana kesukaan tersebut bisa menjadi masa depan bagi anaknya.
Sayangnya, tidak semua orang tua memiliki pemikiran yang seperti ini. Masih ada juga orang tua yang memaksakan anaknya untuk menjadi seorang Sarjana atau lulusan bergengsi lainnya tanpa mau tahu apakah si anak menikmati dunia tersebut atau tidak.
Saya beruntung memiliki seorang Mama yang ketika saya katakan, “Ma, saya jualan ini, Ma, saya jualan itu, Ma, habisnya sekian, Ma, omzet yang saya peroleh sekian” Beliau selalu menjawab “Anak Mama hebat!”
Mungkin saya belum sehebat yang Mama saya bayangkan, namun kalimat positif dan mendukung yang didapat dari orang tua sudah sangat cukup bagi saya untuk melakukan sesuatu yang lebih lagi dari yang saya peroleh hari ini. Tidak seekstrim seorang Hendy Setiono memang, meninggalkan bangku kuliah untuk sesuatu yang menjadi mimpinya, karena semasa kuliah, yang ada dalam benak saya bukan berwirausaha, namun fokus untuk bisa segera selesai dari dunia perkuliahan.
Tetapi setiap hidup membutuhkan kepastian dan pilihan bukan? Mungkin jika seorang Hendy Setiono dulu tidak fokus pada bisnisnya dan menghabiskan waktu di bangku kuliah, tidak akan ada kerajaan Kebab Turki Baba Rafi yang sekarang. Tidak akan ada Kebab Turki yang memberikan kesempatan bagi orang lain bisa menjualnya dan mendapatkan untung, tidak akan ada Kebab Turki dengan omzet yang mencapai Milyaran rupiah setiap tahunnya, dan tidak akan ada seorang Hendy Setiono pada buku tersebut di atas.
Seru sekali rasanya membaca kisah-kisah perjuangan hidup yang dirasakan oleh pengusaha-pengusaha ini. Pemilik kerajaan-kerajaan sesuai yang diimpikannya. Mereka yang berani melawan harga diri untuk sebuah harapan.