Gen Z belajar bahasa isyarat bisindo dengan teman tuli
Kemarin, saya dan tim beserta beberapa teman disabilitas rungu yang kini disebut dengan Teman Tuli, memenuhi undangan sebuah yayasan di area Parung, Jawa Barat.
Teman tuli adalah sebutan yang lebih disukai oleh komunitas tuli (orang yang mengalami gangguan pendengaran) daripada istilah "tunarungu", karena dianggap lebih sopan dan menunjukkan identitas budaya mereka.
Undangan ini bertujuan untuk ngabuburit sekaligus memberikan edukasi mengenal bahasa isyarat bisindo untuk pemula yang mana penerima manfaatnya adalah relawan yayasan yang keseluruhan usianya adalah generasi Z.
Selain memperkenalkan bahasa isyarat bisindo, edukasi ini diharapkan dapat mewujudkan kesetaraan antara penyandang disabilitas dan non disabilitas untuk mewujudkan lingkungan yang inklusif, tanpa diskriminasi dan bermartabat.
Semula saya sempat pesimis, mengingat Gen Z dan keberanian mereka blak blakan dalam berkomunikasi. Khawatir menyakiti, khawatir mereka tak tertarik dengan edukasi ini.
Puji Tuhan, kekhawatiran tersebut ternyata hanya di bayangan saja. Anak-anak muda itu sangat bersemangat. Mereka belajar alphabet dari A sampai Z, mengenal bagaimana bahasa isyarat untuk memperkenalkan diri sesuai alphabet yang telah mereka pelajari, bahasa isyarat tentang kata tanya, ekspresi rasa, termasuk beberapa sign nama hewan.
Edukasi ini disambut sangat antusias, secara bergantian mereka memperkenalkan namanya dalam bahasa isyarat. Terlihat hangat sekali. Tak butuh waktu lama, mereka bisa untuk sekedar memperkenalkan nama meski masih dengan sign yang terbata-bata.
Etika berkomunikasi dengan teman tuli
Sebelum interaksi dengan teman tuli yang berperan sebagai mentor dalam kelas tersebut dimulai, kami telah menyampaikan sejumlah informasi berupa etika berkomunikasi dengan teman tuli.