Kilas Balik Penerangan di Pedesaan Semasa Kecil
Dulu, semasa kecil, lampu semprong jadi salah satu benda yang sangat diperlukan. Pasalnya, benda ini paling dicari saat listrik mati. Saat itu belum semua warga desa memilikinya karena harganya masih tergolong mahal untuk ukuran warga yang tinggal di desa.
Alih-alih membeli lampu semprong, kebanyakan warga memanfaatkan botol bekas dan tutupnya, besi kecil berbentuk pipa, serta sedikit kain perca yang dipelintir.
Botol bekas digunakan sebagai penampung bahan bakar minyak tanah, besi kecil berbentuk pipa dimanfaatkan untuk menopang kain perca agar tetap berdiri tegak, serta kain perca kecil yang ujungnya dipelintir lalu dimasukkan lewat pipa besi untuk dijadikan sebagai sumbu. Kombinasi ketiganya menghasilkan lampu minyak.
Cahaya dari lampu ini bisa disesuaikan. Jika ingin lebih terang, maka sumbu ditarik lebih panjang. Sebaliknya, jika ingin lebih redup, sumbu dibuat sekecil mungkin.
Dulu, bila ingin belajar, maka sumbu lampu dibuat lebih panjang agar cahaya lebih terang. Lalu saat akan tidur, sumbu lampu ditarik hingga sependek mungkin agar tidak membahayakan dan tidur bisa lebih nyaman.
Untuk sekadar kamu ketahui, semakin panjang sumbu lampu minyak maka akan semakin banyak, semakin tebal, dan semakin hitam juga asap yang dikeluarkan. Sebaliknya pun demikian.
Lucunya berteman semalaman dengan lampu minyak adalah, beberapa titik hitam bekas asap dari lampu "menghiasi" wajah. Jadi kalau keesokan paginya mandi enggak bersih, pasti langsung ketahuan sama teman-teman satu kelas. Hehehe.
Tak Lagi Berkawan Asap, Kini Desa Jadi Lebih Terang
Mengisahkan Perjalanan, PLN Luncurkan 2 Buku