"September, Oktober, November, Desember, tampung ember". Kira-kira begitu candaan guruku dulu saat duduk di bangku Sekolah Dasar ketika mata pelajaran membahas tentang curah hujan yang tinggi di bulan-bulan berakhiran "ber". Tampung ember itu sendiri diindentikkan dengan menampung air hujan karena terlalu sering turun.
Beratnya musim tanam di musim hujanÂ
Sejak awal bulan Desember lalu, musim bertanam padi dimulai di kampung kami. Masing-masing ibu membentuk kelompok tanamnya lalu bergantian saling menanam padi di sawahnya masing-masing. Sedang mereka yang tak turut membentuk kelompok tanam, akan membayar satu kelompok untuk menanam padi di sawahnya.
Sebetulnya, ada beberapa keuntungan bagi petani menanam padi di musim hujan, seperti tanah yang lebih mudah diolah dan ditanami, serta ketersediaan air yang cukup tinggi membuat tingkat kelembaban padi mencapai 40-60% yang merupakan tingkat kelembaban yang diharapkan pada padi.
Namun perlu diketahui juga bahwa menanam padi di musim hujan bagian yang cukup berat bagi para petani. Tantangannya banyak:
- Suhu dingin yang menusuk
- Percikan air hujan yang menyebabkan lumpur memercik ke wajah. Akan lebih tidak nyaman lagi jika percikan lumpur kena ke mata.
- Beresiko sakit jika tak membawa plastik pelindung.
- Kondisi yang lebih panas jika plastik pelindung sempat digunakan dan terik matahari tiba-tiba muncul
- Makan siang yang merepotkan jika pemilik sawah tak memiliki saung untuk berteduh. Bingung untuk mengambil makanan dari wadah, bingung pula cara makan di bawah hujan. Biasanya kalau sudah begini, kelompok ibu akan memanfaatkan daun pisang, membentuk tenda kecil dan berlindung di sana selama jam makan siang. Untung-untung kalau hujan mendadak reda agar urusan makan bisa berjalan lancar.
Plastik pelindung sepuluh ribuan agar petani tetap bertahan di bawah hujan
Sama seperti orang kantoran yang membawa laptop untuk menyelesaikan tanggungjawabnya sebelum WFH diberlakukan, kelompok ibu ini juga memiliki peralatan perang yang tak boleh ketinggalan saat akan menanam padi. Salah satunya adalah plastik pelindung.
Pernah lihat plastik pelindung mirip jas hujan yang biasanya tiba-tiba banyak dijajakan oleh mas-mas di jalanan saat hujan tiba-tiba turun? Benda ini umumnya dipatok sepuluh ribuan.
Kurang lebih benda itulah yang digunakan oleh para ibu petani untuk bertahan di tengah hujan agar padi tetap bisa ditanam.
Sejak dulu, benda itu sudah digunakan oleh kelompok ibu ini untuk melindungi dirinya dari hujan. Bedanya mereka mengikat plastik tersebut dengan tali di sarung kain pelindung kepalanya dengan memosisikan plastik di bagian atas sehingga bagian kepala hingga betis terlindungi dari hujan dengan sempurna. Perbedaan lainnya adalah, plastik yang mereka gunakan jauh lebih tebal dari yang dijajakan di jalanan.
Selain melindungi penggunanya dari hujan, plastik ini juga mampu menepis udara dingin sehingga para petani bisa melanjutkan pekerjaan dengan tetap merasa hangat.