Menerima kebaikan dari mereka yang sedang tertekan
Petang itu, kendaraan roda empat yang kami tumpangi, tiba di salah satu hotel bintang lima di wilayah Nusa Dua, Bali. Selayaknya status bintang lima yang disandang, pelayanan primapun bisa langsung kami rasakan.Â
Satu petugas membukakan pintu mobil, sedang satu lainnya menuju bagasi dan mengambil koper-koper kami.Â
Usai check in, seorang Bell Boy siap membawakan koper-koper tersebut setelah sebelumnya menanyakan room mana yang akan ditempati.Â
Beliau berada di depan sebagai penunjuk jalan sembari membawa beberapa koper tersebut menuju kamar.Â
Setelah membukakan pintu, meletakkan koper di tempat yang dirasa nyaman dan tidak membahayakan, memberikan penjelasan sepintas tentang penggunaan kontrol AC, serta cara memanfaatkan mesin pembuat kopi, Beliau kembali memastikan apakah kami masih membutuhkan bantuannya atau tidak.Â
Bermodal beberapa kali staycation, kami rasa bantuan, dan penjelasannya cukup. Sedikit berbagi, selembar 20ribuan kuselipkan ke dalam telapak tangannya sambil mengucapkan terima kasih. Ngga banyak, tapi kuharap bisa sedikit membantu. Lumayan kalau dikalikan dengan sepuluh tamu dalam sehari.
Dengan tangan kanan ditelungkupkan pada bahu kiri, Beliau sedikit menunduk, tersenyum, mundur ke arah pintu, lalu keluar. Sebelum itu, Beliau sudah lebih dahulu membalas terimakasih kami dengan ucapan "Dengan senang hati." Padahal, setiap orang yang melihatnya saat itu, bisa dengan mudah menebak bahwa Beliau tidak sedang senang hati.
Mata sembabnya sudah terlihat sejak dari lobby. Entah untuk alasan apa. Tapi untuk seorang laki-laki yang sampai meneteskan air mata, aku berasumsi bahwa ada sesuatu yang membuatnya sedang berduka.Â
Bukan hal yang mudah memang untuk berbuat kebaikan dalam kondisi tertekan, tapi tanggungjawab membuatnya menjadi keharusan dan harus segera dilaksanakan, demi: