"Jika kamu tidak mengejar mimpimu, maka orang lain akan membelimu untuk mewujudkan mimpinya."
Ya, kalimat di atas adalah salah satu kalimat motivasi yang kerap didengung-dengungkan dalam seminar kewirausahaan, juga dibuku-buku motivasi yang berhasil "ditelurkan" oleh para motivator. Tujuannya ya tentu untuk membakar semangat mereka yang berjuang dari nol, meningkatkan rasa percaya diri, pula bertujuan untuk meyakinkan mereka para pejuang bisnis bahwa langkah yang mereka ambil tidaklah salah.
Memiliki usaha sendiri adalah langkah terbaik yang dapat ditempuh untuk mendapatkan masa depan yang gemilang, meski harus tertatih-tatih membangun di awal. Pun, diri sendiri bisa menjadi bos atas usaha sendiri tanpa harus mendapatkan tekanan dari sana sini yang sering diterima di dunia kerja.
Sayangnya, tidak semua orang mau dan bersedia memberikan waktunya menapak dari angka 0. Meski berwirausaha adalah pilihan paling tepat untuk memiliki masa tua yang menyenangkan, namun ya itu, seseorang harus rela dan iklhas untuk jatuh bangun sebanyak ratusan kali, bahkan mungkin ribuan kali hingga akhirnya mendapatkan apa yang dicarinya.
Hal seperti ini dianggap sebagai buang-buang waktu, buang-buang tenaga juga materi sementara teman atau sahabat sudah mejeng dengan leher tegak berikut dengan bunyi "beep beep" dari kejauhan ketika bertemu di suatu tempat -- meski sebenarnya itu adalah kredit.
Tidak mudah untuk menerima kegagalan terutama jika telah mengorbankan waktu dan uang dalam jumlah yang cukup besar. Jadi bahan tertawaan orang lain, belum lagi jika harus menerima fakta bahwa orang terdekat turut malu, mencibir bahkan memandang rendah usaha yang tengah digeluti.
Saya pernah mendengar tentang satu kisah seseorang yang tengah belajar menjadi seorang pengusaha -- seorang rekan di kantor terdahulu -- Adel Masri namanya. Beliau berkisah tentang perjuangannya menjadi seorang "pembelajar" sampai akhirnya mengorbankan 1 rumah, 2 unit mobil, uang tunai milik pribadi ratusan juta, serta utang di sana sini untuk menutup kegagalan usaha demi usahanya.
Haru sekali mendengarnya. Namun lagi-lagi, bagi mereka yang optimis, selalu ada hal positif dari setiap musibah yang sedang diderita.
"Dari semua kegagalan yang gue alamin, gue beruntung, gue tahu gue engga salah pilih wanita. Istri gue engga sedetikpun ninggalin meski gue jatuh berkali-kali. Gue nahan nangis saat harus liat anak-anak gue makan cuma pakai air dikasih garam, sakit! Namun istri dan anak-anak gue adalah alasan gue bangkit dan bisa di sini sekarang (saat itu jadi marketing executive di perusahaan lama tempat saya bekerja -- katanya sembari ngumpulin modal lagi untuk kembali ke dunianya, wirausaha). Dan salah satu hal yang paling penting dalam hidup seorang laki-laki adalah, ketika mengetahui wanitanya tidak pergi meski sedang jatuh sebangkrut-bangkrutnya."
Banyak sekali risiko yang harus ditempuh untuk menjadi seorang pebisnis -- atau katakanlah memiliki usaha sendiri, sekecil apapun itu -- hanya sedikit orang yang mau memberikan waktunya untuk menapaki semua dari nol untuk menikmati indahnya kesuksesan berwirausaha.