Kenapa tuli? Maksud saya, Ben bahkan belum menempelkan gagang telepon tersebut di telinganya. Kalaupun mungkin Ben harus jadi korban petir, seharusnya tidak tuli ya. Ini membuat film terkesan terlalu dipaksakan agar "nyambung"
- Penggambaran warna tahun kurang menggigit
Saat penonton diboyong ke kisah Rose di tahun 20an, sudah sewajarnya warna memang putih hitam sebagaimana warna di masa tersebut. Namun, bagi saya pribadi, warna tersebut -- istilahnya apa sih? -- kurang menggigit. Alasannya adalah, saat adegan Rose menonton film di sebuah teater, warna hitam putih yang tampak di sana dihiasi dengan bintik-bintik atau garis-garis putih. Bukan pure hitam putih seperti sepanjang kisah Rose. Bintik-bintik dan garis putih yang tampak muncul sesekali dalam film tersebut bagi saya sangat berpengaruh untuk benar-benar menunjukkan nuansa tahu 20annya.
Sedangkan kabar gembirnya adalah:
- Penonton Benar-benar Merasakan Sensasi Bagaimana Menyebalkannya Jadi Tuli
Setiap adegan Rose, setiap suara benar-benar hilang -- kecuali backsound -- yang membuat saya pribadi sebagai penonton sedikit kesal karena tidak bisa mengetahui apa yang diucapkan lawan bicara Rose. Dan kemudian tersadar bahwa ya itu dia point yang ingin disampaikan oleh sutradara -- setidaknya menurut saya -- yaitu bagaimana menyebalkannya menjadi tuli sebagaimana yang dirasakan Rose. Tidak ada suara, gemesh karena harus menulis dulu sementara hati sudah dilingkupi kesal.
- Film Dibungkus dengan Sedikit Lelucon Jamie
Hmmm, mungkin tanpa Jamie, film ini hambar ya. Tidak ada ketawa-ketawanya sama sekali.
- Penonton diajak Berpikir untuk Mendapatkan Kesinambungan Kisah
Dan, untuk bisa menyambungkan kisah dua generasi ini, penonton diajak berpikir. Awal adegan Rose ditunjukkan, tidak heran semua orang menebak bahwa Rose adalah ibu dari Ben -- yang barangkali masih hidup dan Ben tidak tahu -- dan ternyata tebakan tersebut salah.
Dari sekian sorotan, maaaf Todd, saya pikir film ini kurang layak untuk direkomendasikan pada sesama penikmat film.Â