Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Segudang Aktivitas bagi Generasi Z? Ayo Saja! yang Penting Ada Kayu Putih Aroma

29 Desember 2017   23:10 Diperbarui: 29 Desember 2017   23:19 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia hanya seorang gadis remaja yang menangis saat kutinggal untuk PKL demi menyelesaikan kuliahku dulu. Seorang remaja cantik yang saat dihina dan diyakini banyak orang yang mengenalnya tidak akan pernah berhasil untuk mendapatkan satu bangku di perguruan tinggi sesuai harapannya, hanya bisa menahan amarah dalam hati dan melampiaskannya dengan derai air mata ketika bersamaku atau saat bersama ibunya. Di rumah tentunya, agar tak terlihat oleh teman-temannya.

Beberapa tahun berlalu, bersama dengan jaket kuningnya sebuah pesan masuk ke hp ku berikut dengan foto cantiknya "Ka, aku lulus." Fiuhhhh, dalam seketika deg-degan yang tak menentuk sirna sudah melihatnya tersenyum sebahagia itu.

Berhasil membuktikan diri dihadapan mereka yang merendahkan adalah sesuatu yang patut dibanggakan. Membuktikan bahwa setiap ucapan dan asumsi mereka itu salah.

"Aku sakit hati terus dibilang ga bisa, ga akan lulus, dan nilainya rendah terus." Begitu kata gadis kecilku ini suatu ketika saat kami pertama kali bertemu setelah dia resmi menjadi seorang mahasiswa baru.

Tidak sedikit orang yang memberikan opininya pada orang lain tanpa memikirkan perasaan si penerima opini atau lebih sering dikenal dengan istilah Bully.

Ucapan demi ucapan yang realitanya tak terjadi pada si korban bully, tidak dilakukan, bahkan tidak pernah terpikirkan, namun jika berulang-ulang didengarkan, ada saja kemungkinan membuatnya menjadi pribadi sebagaimana yang diucapkan oleh orang lain. Untungnya, adikku tidak menerima ucapan-ucapan negatif dari sekelilingnya dan berhasil membuktikan dirinya.

Seperti melihat seorang gadis yang terlahir baru, dia menjadi seorang yang aktif, berani bersuara dan menyampaikan opininya dalam sebuah komunitas, tak ketinggalan pula untuk terus mengasah kemampuannya di bidang olahraga, Tennis, yang terinspirasi dari Maria Sharapova.

Tak ada yang menyangka bahwa gadis yang lemah gemulai, yang bahkan dulu untuk berjalan dalam beberapa meter saja ogah melakukannya karena takut berkeringat dan sekarang malah mencoba mengikuti jejak idolanya. Buat saya, itu hal yang patut diapresiasi.

Senin sampai Jumat dia akan menghabiskan waktunya dengan mata kuliah dari perguruan tinggi tempatnya menimba ilmu bersama dengan dosen yang disukai pun yang sangat dibencinya. Melewati seperempat malam demi tugas-tugas yang harus segera dikumpulkan, serta Sabtu dan Minggu untuk Tennisnya.

Baginya, kebutuhan yang paling primer adalah kuota internet demi mencari berbagai referensi tulisan untuk menyelesaikan tugas kuliah. Atau sesekali di Sabtu siang mencari buku-buku yang dibutuhkan di perpustakaan nasional.

Laptop, hp, buku, adalah tiga hal yang tak bisa terpisah dari kegiatan kesehariannya. Sebagai seorang gadis yang terlahir sebagai generasi Z, sudah hal yang lumrah memandangnya melulu terkeliling oleh teknologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun