"Iya, itu anak-anak jaman sekarang, ya ampunnn... masa mamak masuk ke angkot satupun engga ada yang gerak. Kau jangan kayak gitu ya, Nak. Di sana. Kalau udah lihat ada orang tua, langsung kasih tempat dudukmu."
Begitu sepenggal omelan Mamak saat saya hubungi beberapa waktu lalu. Jika dulu, saat masih SMP-SMA (2004-2010), anak-anak sekolah akan memiliki kesadaran diri untuk saling berpangkuan ketika ada orang tua yang masuk ke dalam angkot mengingat minimnya angkutan umum menuju desa sementara penumpang cukup banyak.
Berbeda dengan dulu, rupanya perubahan yang ditunjukkan anak-anak sekarang mengarah ke sikap yang kurang disukai orang tua. Meski telah melihat jelas orang tua masuk ke dalam angkutan umum, anak-anak ini lebih memilih untuk menutup telinga dengan headset lalu memejamkan mata dan memilih untuk tidak ambil pusing.
Tidak jarang anak-anak sekolah sekarang mendapat teguran dari orang tua karena sikapnya yang kurang menunjukkan sikap sebagai seorang pelajar. Tak jarang pula penumpang sesama ibu ngedumel sepanjang jalan karena perlakuan anak-anak sekolah yang mereka hadapi.
Tidak ada yang dapat memastikan apa alasan dibalik penolakan siswa-siswi ini berbagi bangku dengan orang tua. Entah itu lelah dari sekolah, entah itu pikiran 'sama-sama bayar kok', atau mungkin karena ada seseorang yang juga melakukan hal yang sama hingga memberikan keberanian pada mereka untuk mengikutinya.
Apapun alasan yang mendasari perubahan tersebut, sekolah tidak mengajarkan hal buruk, sekolah tidak menyampaikan agar siswa-siswinya tidak peduli pada orang lain. Bagi kami yang tinggal di desa semasa sekolah dulu, saling berpangkuan adalah hal yang dilakukan dengan kesadaran sendiri saat melihat ada orang tua yang masuk ke dalam angkutan.
Dua orang yang berseragam sekolah akan saling pandang, dengan tatapan tersebut mereka seolah tengah berdiskusi siapa yang harus bergerak menuju siapa. Dan tanpa diminta oleh penumpang tua, mereka akan membentuk formasinya sendiri sampai nanti tiba di desa yang dituju.
Berpangkuan ketika ada penumpang yang lebih tua memang bukan sesuatu yang diajarkan di sekolah, tidak ada pelajaran khusus untuk hal tersebut. Namun, sekolah mengajarkan etika, sekolah mengajarkan kepedulian, sekolah mengajarkan apa itu tolong menolong, sekolah mengajarkan mereka yang muda untuk menolong yang tua selagi pertolongan itu memang bisa dilakukan. Sederhananya, membawa orang tua menyeberang jalan adalah salah satu pertolongan yang sederhana namun sangat bermakna.
Saya tidak akan menyalahkan adik-adik pelajar di desa saya, karena saat saya hidup di kota besar sekelas Jakarta, tampak juga pemandangan yang sama. Saya hanya khawatir kehidupan di desa yang lebih erat gotong royong dan budaya saling membantunya lambat laun semakin terkikis karena orang tua membiarkan hal di atas terjadi, karena sesuatu hal yang tertanam erat terbentuk dari sesuatu yang sangat sederhana. Boleh saja menjadi seorang kids jaman now, namun harus juga diimbangi dengan etika dan prestasi agar tak selalu dibenci.
Depok, 7 Okt 2017
Awan Kumulus