Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Annabelle: Creation, Menjawab Siapa dan dari Mana Boneka Menakutkan Itu

21 Agustus 2017   17:18 Diperbarui: 21 Agustus 2017   17:23 2889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: http://t2.gstatic.com

Annabelle: creation? Heboh! Setiap sudut saya duduk sepertinya membicarakan film ini. Seram, menakutkan, menegangkan dan suara-suara lain sebagai bentuk ketakjubannya setelah menonton film ini.

Penasaran, seusai beribadah, saya memutuskan untuk mampir ke bioskop terdekat dan membeli 1 tiket untuk menghilangkan rasa penasaran saya. Jangan tanya mengapa saya hanya membeli 1 tiket saja, sesekali cobalah untuk merasakan bagaimana sensasi ketakutan saat sendirian. Bukan hanya itu, kamu juga harus mampu mengontrol suara untuk tidak menjerit dan mempermalukan diri karena ketakutanmu, namun, ada saja adegan-adegan tertentu yang akhirnya membuatmu kaget lalu tanpa sadar kamu menjerit hingga seisi studio berisikan suara jeritanmu.  Sensasi lainnya adalah, kamu tegang sendirian tanpa ada yang bisa menenangkan [Ini alibi dari LDR]. Ini kali kedua saya menonton film horror di bioskop, sendirian. Pertama adalah film Jailangkung, Datang Gendong, Pulang Bopong.

 Daannn. Saya di sana. Sendirian. Menonton bersama mereka yang datang berpasangan pun dengan rombongan. Beruntung saya membawa jaket untuk ancang-ancang menutup wajah ketika ketakutan.

Bermula dari sebuah keluarga kecil yang Ayahnya memproduksi boneka kayu terbaik. Bersama dengan putri mereka yang memang sangat cantik, Annabelle, atau yang mereka panggil, Bee. Hingga suatu kecelakaan akhirnya menghilangkan nyawa Bee.

12 tahun berlalu, sekelompok anak yatim bersama dengan susternya diundang untuk tinggal di rumah Bee. Jenice, salah satu anak panti dengan kekurangan fisik, kakinya tidak dapat berjalan sempurna dan harus ditopang oleh penyangga.

Jenice yang tidak dapat berjalan sempurna, terbantu untuk naik ke kamarnya yang terletak di lantai atas dengan kursi berjalan yang dibuat oleh pemilik rumah, Mr. Mullins untuk Ny. Mullins.

Sejak awal, Mr. Mullins telah memberi peringatan, bahwa kamar yang berada tepat di depan kamar Jenice dan Linda tidak boleh dimasuki. Mr. Mullins juga menyampaikan bahwa kamar itu terkunci, dan akan selalu terkunci. Tak ada yang dapat memasukinya.

Jenice yang Malang. Sejak pertama menginjakkan kaki di kamarnya, dia telah merasa ada yang aneh di kamar tersebut. Penyangga kaki yang sebelumnya telah ditinggal di bangku tempat dia baru saja duduk, kini berpindah tempat. Tepat di belakangnya yang berdiri di depan jendela untuk menyaksikan teman-temannya yang bermain di halaman.

Keanehan lain terjadi. Malam hari, Janice menemukan kamar yang disebelahnya tidak terkunci. Rasa penasaran menghinggapinya. Janice masuk dan mendapati sebuah kamar yang menarik. Sebuah benda cukup besar yang tertutup kain putih menarik perhatiannya. Di balik kain tersebut, terdapat rumah-rumahan yang sangat tepat untuk anak seusianya. Satu kunci ditemukan dari rumah-rumahan tersebut. Kunci itulah awal dari semua tragedy yang terjadi.

Tak lama setelah menemukan kunci tersebut, Janice membuka lemari di belakangnya. Ada sebuah boneka kayu yang mengenakan gaun putih duduk manis (Baca: menyeramkan) di sana. Merasa boneka tersebut aneh, Janice memutuskan untuk menutup lemari dan berencana untuk kembali mengelilingi kamar itu. Anehnya, pintu tersebut kembali terbuka. Meski telah kembali dikunci, lagi-lagi, lemari tersebut terbuka. Janice kembali ke kamarnya dan mencoba menenangkan diri.

Bukan hanya Janice, Linda pun turut dihadapkan pada keanehan ketika dia dan teman-temannya yang lain bermain petak umpet. Mereka yang lainnya pun ikut merasakan hal yang cukup menyeramkan, ketika sebuah tangan menghampiri dua anggota panti asuhan lainnya namun ternyata tangan tersebut tak ada ditemukan begitu lampu kembali dinyalakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun