Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pentingnya Koordinasi antara Orang Tua dan Anaknya yang Merantau

6 Agustus 2017   20:09 Diperbarui: 7 Agustus 2017   11:32 1801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merantau itu seru ya?! Bisa ngelakuin apa saja yang selama ini bikin penasaran. Mulai dari hidup mandiri, travelling jauh engga ada yang ngomelin lagi, nonton konser sampe larut engga ada yang marahin, kamar berantakan ya engga apa-apa, habis pulang kerja langsung tidur engga usah mandi juga engga ada yang nyindirin terus.

Omelan orang tua kerap sekali dianggap menyebalkan. Satu tapi berulang. Dari pagi sampai malem, ketemu pagi disindir juga. Kesal memang. kesallll banget. Ada hati yang kebal karena telah terbiasa, ada hati yang melawan karena merasa disemena-menakan, ada hati yang menerima karena merasa omelan tersebut untuk kebaikan. Bagi mereka dengan hati yang melawan, saya harap kerasnya hidup di perantauan mengajarkan Anda tentang kebaikan di balik omelan tersebut.

Kembali ke anak rantau.

Sejenak kita kesampingkan nikmatnya hidup sendiri tanpa ada larangan, tanpa ada ocehan, dan tanpa harus mendengarkan suara ribut-ribut orang marah. Anggap saja ini sisi serunya menjadi seorang perantau.

Di balik keseruan tersebut, tentu ada sesuatu yang sedang mengancam kesehatan si perantau. Melalaikan sarapan, makan yang penting kenyang, nyari sayur susah, tak ada makanan yang tak dibubuhi MSG, lupa bahwa ada makanan yang disebut dengan buah. Mau masak sendiri engga ada kompor (lah kan cuma ruang sepetak untuk tinggal), mau makan malem males karena udah capek kerja. Di kantor makan cuma seadanya, alias itu, yang penting kenyang. Alhasil, timbullah sebutan "perbaikan gizi dulu" saat akan pulang ke kampung halaman.

Maag mengintai. Lama-lama maag akut atau kronis. Parahnya lagi, meski sudah terkena maag, masih ada pikiran tentang ya entar juga sembuh, atau entar ada obat maag, gampanglah! Penyakit yang disepelekan inipun tidak disampaikan pada orang tua. Entah itu karena takut membuat orang tua khawatir, atau mungkin karena entar juga sembuh itu tadi.

Orang tua menanti kabar. Sehari dua hari sang anak tidak ada berita. Tidak kunjung juga menghubungi. Ketika dihubungi, tidak pernah ada jawaban. Mencoba berpikir positif, orang tua beranggapan mungkin anaknya kala itu sedang sibuk. Tak berapa lama, kabar tak menyedapkan tiba.

Anak Anda meninggal, diduga karena maag akut yang diderita. Orang tua tak lagi mendapat kabar, namun mendapatkan jenazah yang siap dikirim dari perantauan. Miris? Iya!

Kontrol Anak Melalui Ibu Kost

Jika sedari awal orang tua memiliki kontak sang ibu kost, atau orang lain yang bertanggung jawab di kost tersebut, mungkin orang tua berkesempatan untuk menyelamatkan anak dengan berbicara, sekedar basa basi dan diakhir pembicaraan bertanya perihal kesehatan anak. Orang tua tentu lebih bijaksana mengenai basa basi tersebut.

Perlu diperhatikan juga, apakah orang yang dihubungi adalah orang yang betul-betul bertanggung jawab atas kost tersebut, karena banyak juga ibu kost yang hanya hadir di depan pintu anak kostnya ketika tanggal sewa sudah jatuh tempo. Selainnya, boro-boro muncul di depan pintu, ketemu aja engga pernah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun