Masing-masing jurusan di bangku kuliah tentu saja selalu membanggakan jurusannya masing-masing, bukan? Seperti banyaknya meme yang sekarang beredar “Pilih pacar itu anak Teknologi Pangan dong, makanan aja diawetin apalagi cinta kita...” atau mungkin meme yang dibuatkan oleh anak Teknologi Sumber Daya Lahan dan Lingkungan “Jalanan aja diukur, apalagi cinta kita...” dan berbagai meme lain yang muncul dengan membanggakan masing-masing jurusannya.
Berpatokan pada meme tersebut, kalimat-kalimat itu dibuat dengan menuliskan salah satu kesibukan atau aktivitas apa saja biasanya yang dilakukan oleh masing-masing jurusan.
Sebagai seorang lulusan Teknologi Pangan, bukan hanya saya, bagi mereka yang banyak menghabiskan waktu di lapangan – dalam hal ini disebut Laboratorium Pengolahan Pangan, ada banyak sekali jenis produk yang dibuat selama kuliah sebagai bentuk praktik.
Selain untuk praktik, di sana mahasiswa diajarkan untuk melatih kreativitas dan inovasinya. Baik dalam memanfaatkan bahan, perlakuan diversifikasi pangan untuk mendapatkan nilai gizi yang seimbang, penataan sebagai bentuk estetika dalam wadah sebagai produk akhir yang siap dipangan hingga ke pemilihan bahan kemasan dan desain kemasan produk.
Pengolahan makanan tersebut biasanya dilakukan mengacu pada buku praktik yang disiapkan oleh kampus. Berbekal langkah-langkah kerja yang telah tertera di sana, mahasiswa dituntut untuk menciptakan satu produk yang inovatif. Atau setidaknya mendekati produk sesuai yang diharapkan bapak-ibu dosen.
Hal yang lebih keren lagi, selain diizinkan untuk mencicipi produk yang dibuat, mahasiswa juga dilatih marketing. Produk yang telah dibuat harus dijual sesuai dengan estimasi biaya yang dihitung sendiri oleh kelompok. Terjual atau tidaknya produk terkadang akan berpengaruh pada nilai.
Mari kita kesampingkan urusan nilai, praktik yang dilakukan disadari atau tidak biasanya akan melekat pada benak masing-masing mahasiswa. Mereka pernah membuat produk sosis, nugget, ice cream serta beberapa produk lainnya. Di samping itu, menjual produk sendiri, bagi seorang lulusan Teknologi Pangan sepertinya sudah melekat kuat dalam benak dan wajib hukumnya untuk dilakukan.
Bahkan pernah satu ketika kami ditugaskan untuk berinovasi sendiri dengan modal ilmu yang telah diberikan oleh kampus. Keesokan harinya setelah tugas diberikan, seorang teman datang ke kampus dengan tentengan plastik yang cukup besar di tangannya. Belakangan diketahui adalah keripik yang terbuat dari sayur bayam dengan rasa yang sangat memanjakan lidah – tentu saja tanpa menggunakan MSG – renyah, aroma yang menarik dan tanpa after taste pada lidah.
Pada saat itu, resep dan SOP pengolahan bukan melulu jadi rahasia. Bahkan dijelaskan dengan gamblang dan bangga di hadapan seluruh teman-teman. Seiring berjalannya waktu dan bangku kuliah telah ditinggalkan, baru disadari bahwa resep juga termasuk menjadi salah satu faktor penentu berhasil atau tidaknya bisnis kuliner. Dan harganya sangatlah mahal.
Asiknya menjadi lulusan Teknologi Pangan adalah ada banyak sekali list produk yang bisa diciptakan. Saya masih ingat pertama sekali saya duduk di sana, seorang dosen saya memberi tugas produk untuk membuat 200 list produk yang belum ada dan pastinya bisa dijual, baik produk lama yang diubah bahan bakunya maupun produk baru yang membuat seseorang tertantang untuk mencobanya.
Bisa dibayangkan jika ke 200 list tersebut diharuskan untuk dibawa sebagai produk jadi, mungkin kampus saya, Politeknik Negeri Lampung, saat itu bisa mendadak membuat pameran makanan dengan modal produk dari masing-masing mahasiswa.
Berbekal ilmu yang telah diperoleh selama kuliah, seharusnya, tanpa bekerja di perusahaan, seorang lulusan Teknologi Pangan sudah bisa hidup layak. Hanya perlu memilih satu dari ke 200 list produk yang telah dituliskan, berinovasilah dan jadilah entrepreneur muda!
Semoga bermanfaat. Salam
Efa M. B
Bekasi, 20 Agustus 2016.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H