Menulis. Apa yang pertama sekali ada dalam benak teman-teman Kompasianer ketika mendengar atau membaca kata ini? Ada banyak sekali Kompasianer di blog ini, dan tentu saja jika pertanyaan ini diajukan akan ada jawaban yang berbeda sesuai dengan jumlah Kompasianer walau beberapa jawaban diantaranya mungkin akan mendekati arti yang sama.
Lalu apa tujuanmu menulis? Nahhh. Ini dia! Tujuan selalu diyakini tidak akan menjadi penghalang bagi siapapun untuk terus berkarya demi memperbaiki kualitas diri. Termasuk di dalamnya kualitas tulisan. Seperti yang kita ketahui bersama, di Kompasiana, ada beberapa posisi tulisan yang dianggap banyak orang sebagai tolak ukur bagus/tidaknya sebuah artikel (Ini hanya pendapat pribadi saya, sih. Silahkan diralat jika saya salah) sehingga membuat banyak sekali Kompasianer yang bertanya-tanya apa saja sebenarnya yang menjadi kriteria artikel untuk bisa masuk ke kategori yang dianggap "keren" itu. Dan kondisi ini pun memunculkan pertanyaan di benak banyak Kompasianer, profesionalkah sosok di balik artikel-artikel yang teratas itu?
Saya sangat tertarik dengan satu artikel yang berjudul Masa Bodo Dengan Headline yang disajikan oleh seorang staff Humas PLN yang mengikuti Akademi Menulis PLN. Teman-teman Kompasianer bisa baca sendiri dan artikan sendiri isi artikel tersebut.
Ada beberapa kalimat sederhana yang saya dapatkan selama ikut nangkring di Kompasiana dan saya selalu membagikan itu dengan rekan-rekan baik melalui tulisan, komentar tertulis pun lisan. :
1. Sebuah tulisan diposting dengan tujuan untuk berbagi manfaat. Berbagi informasi yang bersifat pengetahuan, informasi, atau pemberitahuan bagi pembaca (Mas Hilman)
2. Judul merupakan PINTU GERBANG yang menjadi penentu apakah pembaca mau memasukinya atau tidak (Mas Isjet)
Maksud saya begini, jika hal yang terpenting dari sebuah tulisan adalah manfaatnya, lalu mengapa banyak sekali Kompasianer yang sepertinya mempermasalahkan posisi artikel mereka? Jikapun tulisan teman-teman tidak masuk dalam kategori artikel teratas, toh Kompasianer yang lain akan membacanya kan? Yaaa... walaupun mungkin viewernya tidak begitu banyak. Dan jika tulisan teman-teman dianggap bermanfaat oleh Kompasianer yang lain, saya yakin teman-teman akan melihat ada pemberitahuan bahwa artikel yang teman-teman tulis telah dishare oleh seseorang yang tertarik dengan artikel tersebut.Â
Jika teman-teman beranggapan viewer yang banyak hingga mencapai 800an akan masuk ke dalam artikel Headline, teman-teman salah. Tulisan saya yang ini dibaca hingga lebih 800 orang Kompasianer, awalnya saya optimis ini mungkin akan masuk ke Headline, ternyata saya salah.Â
Tulisan tersebut sama sekali tidak masuk Headline. Dan saya malah dikejutkan karena tulisan saya yang ini yang viewer nya tidak seberapa ini, malah masuk ke Headline. Dan itu pertama kalinya setelah hampir tiga tahun berkarya di Kompasiana, tulisan saya kembali masuk ke Headline. Jadi, jangan tanyakan apakah orang-orang di balik layar blog ini profesional atau tidak. Mereka tahu tulisan mana yang layak untuk di up mana yang belum. Bukan berarti tulisan teman-teman tidak bagus, namun mungkin ada tulisan lain yang lebih layak diperbincangkan atau apalah itu yang sesuai dengan kriteria mereka.
Dan apabila teman-teman berpikir "kenapa tulisan saya tidak banyak viewernya padahal sebenarnya tulisan ini sarat manfaat?" Cobalah telaah kembali dari segi judul, sudahkah judul tulisan teman-teman mampu menggoda Kompasianer lainnya untuk singgah sesuai ilmu yang disampaikan Mas Isjet? Jika belum, mulailah belajar untuk mencari judul yang lebih menarik.
Tidak munafik, saya sendiri juga selalu berharap kapan tulisan saya ada di posisi yang banyak diperbincangkan orang, dishare banyak orang, dikomentari banyak orang, diberi nilai oleh banyak orang dan bla bla bla... Namun ternyata saya belum mendapatkan hal tersebut. Â