Siang hari itu saat matahari sedang lucu-lucunya memberikan kehangatan, Sobri duduk manis di samping pak sopir, di dalam angkot yang yang sedang ngetem menunggu penumpang. Rasa kantuk, lapar, gerah, pusing seakan berkolaborasi menjadi satu menyerang pemuda hitam manis berlesung pipi itu.
Sekian lama menunggu, angkot yang ditumpangi Sobri belum juga berhasil menjaring muatan, hanya ada Sobri dan sang sopir yang sekilas wajahnya mirip Idi Amin mantan presiden Uganda yang lumayan menyeramkan itu. Sesekali sang sopir mengepulkan asap rokok dari mulutnya, bulatan-bulatan asap rokok di udara seakan menari-nari menertawakan Sobri yang masih harus bersabar menunggu sang sopir melajukan angkotnya.
"Mang kapan berangkatnya ni angkot?" Sobri mulai kehilangan kesabarannya, baju seragam putih abunya terlihat basah oleh keringat.
"Bentar ya, jang" ujar sang sopir sambil tersenyum memamerkan giginya yang kuning langsat.
"penumpang angkot sekarang tak sebanyak dulu, sekarang mah orang pada milih naik motor daripada naik angkot" Kata sopir itu sambil mengelap keringat di wajahnya.
"Ya iyalah mang, saya juga kalo banyak duit mah pinginnya beli motor, biar ga ngerasain keselnya ngetem lama" Sobri menyindir sang sopir yang tampak anggun dengan rokok di tangannya.
"He he he.. jang ngeliat wajah ujang, Mamang jadi inget profesi Mamang yang dulu.." Ujar sang sopir dengan wajah serius.
"Memangnya dulu Mamang profesinya apa?" tanya Sobri.
"Dulu Mamang pernah jadi juragan kambing, jang,"
"Terus hubungannya dengan wajah saya apa, Mang" ujar Sobri dengan kesal.
"Yaa.. dulu kalo kambing mamang sedang kesel, mukanya beda tipislah sama Ujang ini.. ha ha ha.. " Tawa sang sopir membahana membuat bibir Sobri yang monyong bertambah kemonyongannya.