Sabtu, 11 Januari 2020 untuk pertama kalinya menginjakan kaki di kampung Kamancing, desa Tanjungjaya, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang. Sebuah kampung yang tidak jauh dari kawasan pariwisata Tanjung Lesung. Tujuan pertama mendatangi kampung ini adalah untuk mengadakan baksos pembagian perlengkapan sekolah ke MI Bina Insani Kamancing yang menurut informasi yang didapat kondisinya sangat memprihatinkan.Â
Kondisi tersebut sangat berdampak langsung terhadap kondisi perekonomian warga dan menghambat warga untuk dapat mengakses pendidikan dan kesehatan. Jangankan mobil, motor saja tidak dapat melintas menuju kampung tersebut kecuali motor-motor yang sudah dimodifikasi dengan cara dipasang rantai dibagian ban motornya agar tidak licin.
Meskipun cukup berbahaya, namun itu satu-satunya cara untuk membantu warga mengangkut hasil panen atau kebutuhan lain dari luar kampung mereka.
Bedanya, menurutku warga Baduy lebih kuat dan menganggap hal ini sangat biasa. Sedangkan warga Kamancing menginginkan adanya jalan yang layak seperti kampung-kampung lainnya di Pandeglang. Tapi sampai saat ini belum ada yang memperjuangkan harapan mereka untuk memiliki jalan dan memiliki sekolah yang layak.
Kalau dihitung dari segi jarak mungkin tidak terlalu jauh, hanya sekitar 2-3 kilometer menuju sekolah dasar negeri. Namun, terjalnya jalan setapak melewati hutan berbatu dan tanah licin yang harus dilewati menyebabkan warga kesulitan untuk menyekolahkan anak-anaknya.
Jumlah siswa yang bersekolah di MI Kamancing berjumlah 56 orang. Meskipun kondisi sekolah sangat memprihatinkan, tidak mengurangi semangat guru-guru di sekolah ini untuk memberikan pendidikan terbaik, semampu yang mereka bisa.Â
Bangunan berdinding triplek yang sudah bolong dan rapuh. Kondisi atap yang mulai bocor disana sini. Sehingga tidak jarang kalau hujan turun tempias air hujan sering masuk ke ruang kelas saat kegiatan belajar mengajar berlangsung membuat mereka terpaksa bergabung dengan kelas lain yang tidak bocor. Papan tulis digunakan secara bergantian, jadi dua kelas hanya memiliki satu papan tulis.
Tingkat pendidikan di Kampung ini bisa dibilang sangat rendah, hanya 70% orang tua wali siswa yang lulus sekolah dasar (lulus SMP? Lulus SMA? Bisa di tebak berapa orang saja) dan 90% berprofesi sebagai petani/buruh tani.Â