Mohon tunggu...
Edy Utama
Edy Utama Mohon Tunggu... -

Hobby baca...baca apa saja..baca situasi...baca kompasiana juga, I love it..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Perempuan di Masa Kanak-kanak

18 November 2009   17:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:17 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Seperti dejavu mimpi masa lalu sepuluh tahun lalu.

Seperti berada di dapur rumahku.

Seperti di perpustakaan sunyi universitasku.

Seperti bukan yang pertama kali, toh sudah ratusan kali aku bayangkan hal ini...

Seperti tak perlu kusesali, ini hal yang biasa, toh ratusan, toh ribuan, toh jutaan insan yang lain melakoninya.

Kemunafikan yang yang telah jadi endemi dunia sepenuhnya, kumiliki, sepenuhnya dia miliki.

Entah kenapa aku sangat menikmati ini semua, serasa memilikinya sepenuhnya, bukan dimiliki sebagaimana benda mewah yang bisa dibanggakan kemana-mana. Suamiku tak pernah kasar atau meninggikan suara terhadapku, berpikirpun bahkan dia takkan berani. Namun sejuta setan dan seribu iblis laknat telah meringkus semua semilyar syaraf akal sehatku. Yang kurasakan adalah rutinitas hampa tanpa inisiatif untuk berbeda. Setiap kali dia menceritakan betapa hebatnya aku dimatanya setiap waktu pula bertambah erat sesak ikatan yang menelikung akal warasku.

Lelaki persia berwajah tirus ini pernah, pernah, pernah, walau sekejab, seperti mainan terindah yang pernah kumiliki, serasa hidup menjadi lebih bergairah, hal yang tak pernah kudapatkan di beberapa tahun terakhir ini.

Apa yang selama ini tak kudapatkan di dirinya, yang awalnya kukira akan kudapatkan di lelaki persia berwajah tirus ini, juga tak kudapatkan di diri lelaki persia ini. Aku adalah tuan baginya, gelengen kecil dengan dagu agak meleng kekanan, mengiyakan apapun yang kuinginkan, penerimaan tanpa syarat.

Lelaki persia berwajah tirus ini sudah tak kuinginkan lagi, tak sebagaimana yang kubayangkan

Lelaki persia berwajah tirus ini sudah tidak menyenangkan lagi, tak sebagaimana yang kudambakan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun