Mohon tunggu...
Edy Suryadi
Edy Suryadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ketua Umum Rumah Kebangsaan Pancasila

Inner Life is The Real Life

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kitab Suci Bukan untuk Memenjarakan Kalbu

28 November 2016   16:30 Diperbarui: 28 November 2016   16:36 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.(QS. Ar-Rahman [55]:7-9)

Ada hukum Allah yang tetap atas semesta alam ini. Telah Allah letakan neraca yang tidak boleh dan tidak bisa dicurangi atas kehidupan ini. Sungguh sebenarnya tidak ada satu mahlukpun yang dapat mencurangi Allah. Karena setiap perbuatan pastilah akan terhakimi dalam neraca keadilan-Nya. Dialah Allah hakim yang sebenar-benarnya itu. Dan kenyataan yang demikian ini membuat kepatuhan kepada ketentuan Allah menjadi adalah satu-satunya pilihan yang ada. Kerena itulah kenapa agama Allah itu disebut sebagai agama perserahan diri. Itulah agama Islam itu. Sebuah jalan hidup yang lahir dalam kesadaran bahwa keselamatan hanya dapat ditemukan dalam kepatuhan total kepada neraca-Nya itu. Kepada ketentuan dan ukuran yang telah ditetapkan-Nya atas kehidupan ini.

Dan berkenaan dengan neraca yang telah Allah letakan dalam penciptaan alam semesta ini, dapatlah kita katakan bahwa satu-satu mahluk yang berpotensi bermasalah dengan ini adalah manusia. Karena manusia adalah satu-satunya mahluk yang dapat bergeser dari neraca ini. Manusia adalah satu-satunya mahluk yang dapat keluar dari fitrah penciptaannya. Tidak demikian halnya dengan tumbuh-tumbuhan. Ia hanya dapat menjadi dirinya sebagaimana adanya. Selamanya ia akan tetap demikian adanya dan tidak akan pernah bergeser dari fitrahnya. Hewanpun demikian. Ia hanya dapat menjadi dirinya sebagaimana adanya. Selamanya ia akan tetap demikian adanya dan tidak akan pernah bergeser dari fitrahnya. 

Demikian pula dengan malaikat. Ia pun hanya dapat menjadi dirinya sebagaimana adanya. Selamanya ia akan demikian adanya dan tidak akan pernah bergeser dari fitrahnya. Bahkan syaitan pun, ia hanya dapat menjadi dirinya sebagaimana adanya. Selamanya ia kan tetap demikian adanya dan tidak akan pernah bergeser dari fitrahnya. Mereka semua itu adalah mahluk yang berkeinginan tunggal. Mahluk yang tidak mempunyai pilihan selain dari menjadi dirinya sendiri. Malaikat hanya bisa baik dan tidak akan pernah bisa jahat. Tidak ada dorongan kejahatan dalam diri malaikat. Kejahatan adalah hal yang sama sekali tidak menarik bagi malaikat. Syaitan hanya bisa jahat dan tidak akan pernah bisa baik. Tidak ada dorongan kebaikan dalam diri syaitan. Kebaikan adalah hal yang sama sekali tidak menarik bagi syaitan. Seluruh ciptaan Allah selain dari manusia, mereka itu tidak akan pernah bergeser menjadi yang lain selain menjadi dirinya.

[Memang dari keterangan yang ada kita mengidentifikasi bahwa jin juga adalah mahluk yang mempunyai masalah yang serupa dengan manusia. Namun karena keterbatasan pemahaman yang kita punya tentang jin dan bagaimana kehidupannya itu, maka dalam penjelasan ini hal itu saya abaikan.]

Manusia adalah mahluk yang sungguh berbeda dari mahluk lainnya. Manusia adalah mahluk yang mendua. Manusia adalah mahluk yang berdiri diantara dua tarikan kutub yang berbeda. Manusia adalah mahluk yang di dalam dirinya terdapat dorongan kebaikan dan kejahatan. Manusia adalah mahluk yang memiliki kebebasan untuk memilih menjadi ini atau menjadi itu. Dan meski kebebasan memilih yang kita punya itu adalah sebuah karunia yang Allah berikan untuk manusia, namun di sisi yang lain hal itu juga dapat menjadi sebuah kutukan bagi manusia jika salah mensikapinya. Karena dengan kebebasan memilih yang manusia punya itu, manusia dapat menjadi sebaik-baiknya mahluk dan manusiapun dapat menjadi seburuk-buruknya mahluk.

Manusia dapat menjadi seperti malaikat yang penuh dengan kebaikan dan manusia juga dapat menjadi seperti iblis yang penuh dengan kejahatan. Akan tetapi, tentu tidaklah ada yang Allah menghendaki selain dari kebaikan. Di dalam keadaan diri yang berada diantara tarikan kejahatan dan kebaikan itulah manusia harus dapat kokoh berdiri di atas kebaikan. Manusia harus teguh tunduk dan patuh berserah diri kepada ketentuan Allah atas penciptaan ini. Manusia harus menghormati neraca yang telah Allah tetapkan atas kehidupan ini. Dan karena itulah manusia menjadi satu-satunya mahluk yang membutuhkan agama. Menjadi satu-satunya mahluk yang membutuhkan kitab suci.

Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan neraca (keadilan). Dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu (sudah) dekat.(QS. Asy-Syuura [42]:17)

Kehadiran kitab suci adalah agar dengannya manusia dapat mengenali kebenaran. Agar dengannya manusia mengenali kemanusiaannya. Agar dengannya manusia dapat mengenali fitrah penciptaannya. Agar dengannya manusia dapat mengenali neraca yang telah Allah letakan atas kehidupan ini. Karena itulah Allah berikan kepada manusia kecerdasan akal dan Allah berikan kepada manusia kalbu. Supaya dengan itu manusia dapat mengenali dan memahami tanda-tanda Allah. Dan sesungguhnya di dalam diri setiap manusia itu telah Allah tiupkan ruh kebenaran padanya. Ruh kebenaran itu tersimpan di dalam kalbu tiap-tiap manusia. Ada banyak istilah yang kita punya tentang itu. Ada yang menyebutnya dengan nurani, God spot, atman, divine matrix, super ego dan lain-lain. Namun dari pada itu, terlepas dari apa istilah yang paling tepat untuknya itu, satu yang pasti kita sepakat adalah bahwa suara kebenaran itu ada di dalam diri setiap kita. 

Suara kebenaran yang tersimpan dalam kalbu kita inilah yang membuat kita mampu mengenali kebenaran yang disuarakan oleh para nabi dan kitab suci. Karena kebenaran itu sesungguhnya bukanlah sesuatu yang asing bagi manusia. Kitab suci datang tidak membawa sesuatu yang tidak terjangkau oleh akal dan kalbu manusia. Kitab suci datang membawa ajaran dan nilai-nilai yang sudah dikenal oleh kalbu manusia. Sebab jika tidak, bagaimanalah mungkin kita dapat mengangguk membenarkannya. 

Dari manakah datangnya anggukan itu jika bukan karena kebenaran akan hal itu memanglah telah Allah tanam di dalam kalbu kita. Maka Maha Benar Allah atas firman-Nya yang menyatakan bahwa: Sebenarnya, Al-Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim. (QS. Al-Ankabut [29]:49). Bagi orang-orang yang diberi ilmu tentu tahu betapa nyata kebenaran itu di dalam dada mereka. Betapa serupa kebenaran yang ada di dalam di dalam Al-Qur’an itu dengan kebenaran yang ada di dalam dada manusia. Betapa Al-Qur’an dan kalbu sesungguhnya mempunyai satu suara kebenaran yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun