Azan shalat Jum'at di Masjid Luar Batang baru berkumandang seusai pemukulan beduk dengan nada bertalu-talu panjang diselingi ketukan. Lantas, diakhiri dengan empat kali pukulan hingga mengeluarkan suara keras.
Sebelum azan, pengurus masjid di wilayah Penjaringan, Jakarta Utara, itu mengumumkan hasil kotak amal, undangan majelis taklim dan imbauan agar pemilik handphone (hp) tidak mengaktifkannya untuk menjaga kehusyu'an jalannya shalat Jum'at di masjid bersejarah itu.
Pemukulan beduk yang kemudian disusul suara azan adalah peristiwa langka di sejumlah masjid Jakarta sekarang ini. Masjid tanpa kehadiran beduk sudah dianggap tak penting lagi. Toh, tanpa beduk pun kini umat Islam tahu kapan saat waktu shalat. Suara azan melalui pengeras pun sudah jauh lebih jelas dibandingkan suara beduk yang dipukul marbot masjid.
Beruntung, masjid negara Istiqlal, hingga kini masih tetap mempertahankan tradisi sebelum azan didahului suara beduk. Jika saja di Istiqlal tidak melakukan hal itu, kemungkinan pemukulan beduk - termasuk untuk shalat lima waktu - dipersoalkan. Bisa jadi dinilai oleh sebagai perbuatan sia-sia. Sebagai perbuatan mubazir dan bahkan dinilai sebagai bid'ah. Yaitu, perkara baru, baik dalam soal keagamaan maupun kegiatan sosial, yang belum pernah dilakukan pada zaman Rasulullah SAW.
Shalat Jum'at di Masjid Luar Batang (13/05) terasa suasananya berbeda. Pasalnya, dalam beberapa pekan terakhir masjid ini kerap dikunjungi para elite politisi dari berbagai partai. Pada pekan lalu, kata sejumlah warga setempat, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta yang juga bakal calon Gubernur DKI Abraham "Lulung" Lunggana atau Haji Lulung datang ke masjid kramat tersebut.
![Pengumuman sebelum khatib naik mimbar](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/14/img-0594-1-jpg-57372530b99373171176389b.jpg?t=o&v=770)
![Dukungan MUI](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/06/07/img-0585-jpg-5755f686a8afbdb70d001258.jpg?t=o&v=770)
Di halaman masjid, bahkan di jalan di kawasan itu, berbagai spanduk terbentang berisi pesan tertulis tentang penolakan penggusuran rumah warga di sekitar lokasi Masjid Luar Batang. Di antara spanduk tersebut ada dukungan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Kirno, pedagang es campur roti tawar yang mangkal di halaman masjid tersebut bercerita. Katanya, masjid ini banyak dikunjungi para pejabat untuk berziara ke makam Habib Husein bin Abubakar Alaydrus. Akhir-akhir ini, pejabat yang hadir saat Jum'at, bukan untuk ziarah tetapi menarik perhatian warga setempat. "Katanya, sih, ingin membantu warga supaya tidak digusur," katanya dengan nada lugu.
"Nggak ape-ape kite digusur. Itu kalo berani. Nyang penting Ahok dateng ke sini. Kite sumpahin die. Manjur doa orang banyak yang lagi kesusahan," kata seorang ibu, yang dipanggil empok oleh rekannya. Para perempuan di kawasan itu banyak membantu membersihkan halaman masjid. Mereka adalah kebanyakan warga Betawi. Sangat wajar, bahasa Betawinya pun tak kalah hebat dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Gubernur DKI Jakarta sekarang ini. Yang membedakan bahasa Betawi yang dikuasai Ahok dengan empo-empok di sini adalah ketika marah tidak pernah disertai bahasa toilet.
![Penolakan warga digusur](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/06/07/img-0606-jpg-5755f735957e61ef0734b48c.jpg?t=o&v=770)
![M. Taufik hadir](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/14/img-0599-jpg-573725b505b0bd83092f6e2c.jpg?t=o&v=770)
![Suasana Masjid Luar Batang](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/06/07/img-0590-jpg-5755f6cea8afbd9a0d00125f.jpg?t=o&v=770)
Spanduk penolakan tentang penggusuran banyak menghiasi jalan masuk ke kawasan masjid Luar Batang. Soal penggusuran di kawasan ini memang belakangan bergaung makin kencang. Warga menyebut seperti angin puting beliung. Media massa terus menerus memberitakan sambil mengaitkan dengan "pemanasan" menjelang Pilkgub 2017.